Popularitas Anjlok, Macron Berencana Akan Menggelar Referendum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Paris, IDN Times - Presiden Perancis, Emmanuel Macron, berencana akan melakukan referendum yang pertama setelah 14 tahun terakhir mengingat popularitasnya saat ini sedang menurun drastis. Ini dilakukan sebagai bentuk tanggapan protes yang dilakukan kelompok "Yellow Vest". Bagaimana awal ceritanya?
1. Referendum tersebut digelar bertepatan pada Pemilihan Parlemen Eropa
Dilansir dari Telegraph, Emmanuel Macron, yang kini popularitasnya sedang mengalami penurunan drastis, sedang mempertimbangkan untuk berencana menggelar referendum yang diungkapkan pada hari Minggu, 3 Februari 2019, waktu setempat. Kabarnya, referendum tersebut akan digelar pada tanggal 26 Mei 2019, yang bertepatan dengan Pemilihan Parlemen Eropa.
Kemungkinan, referendum tersebut akan membahas beberapa pertanyaan mengenai bidang ekonomi, sosial, dan sosial-ekonomi. Ini adalah yang pertama kalinya setelah 14 tahun terakhir ini dan ini dilakukan sebagai bentuk tanggapan protes terhadap gerakan demonstrasi besar-besaran yang dilakukan kelompok "Yellow Vest". Menurut salah satu media Perancis berspekulasi bahwa pertanyaan seperti itu mungkin termasuk apakah Perancis perlu mengurangi jumlah anggota parlemennya dan apakah mandat mereka harus dipersingkat.
Penanganan Macron terhadap gelombang ketidakpuasan yang ditunjukkan oleh gerakan "Yellow Vest" telah diperlakukan dengan buruk oleh Perancis dan merusak peringkat popularitasnya. Tak ayal, dukungan warga Perancis terhadap Macron yang sebelumnya mencapai 40 persen turun menjadi 27,7 persen dalam 12 bulan terakhir ini.
2. Macron telah mempertimbangkan 4 opsi yang berbeda
Sebelumnya, Macron telah mempertimbangkan 4 opsi berbeda yang ia harap tidak hanya akan memadamkan gerakan "Yellow Vest", yang telah menggelar demonstrasi ke-12 secara beruntun, tetapi juga meyakinkan Perancis bahwa ia bukan kelas atas yang sombong dan bodoh, yang selama ini dituduh oleh mereka.
Editor’s picks
Media Perancis tersebut mengatakan bahwa opsi yang tersedia termasuk kemungkinan pemerintahan yang dipimpin Macron, baik mencapai kesepakatan dengan gerakan akar rumput negara dan serikat pekerja, sebuah langkah yang mirip dengan yang mengakhiri protes mahasiswa 1968, menyebabkan 35 persen kenaikan upah minimum dan 10 persen rata-rata kenaikan upah riil, membubarkan majelis rendah parlemen, mengumumkan perombakan pemerintah, atau meluncurkan referendum tentang isu-isu yang benar-benar menyangkut Perancis.
"Krisis Yellow Vest hampir membunuh kita. Referendum adalah momen yang sangat kuat bagi warga negara dan akan memulai kembali permesinan dan memungkinkan kami untuk kembali secara politis ke tempat kami untuk melanjutkan reformasi kami," ungkap seseorang yang dekat dengan Presiden seperti yang dikutip dari France24.com.
Baca Juga: Tanggapi Protes Besar-Besaran, Macron Janjikan Kenaikan Upah
3. Referendum terakhir kali digelar tahun 2005 saat Presiden Jacques Chirac
Referendum terakhir kali digelar pada tahun 2005 pada masa pemerintahan Presiden Perancis saat itu, Jacques Chirac, yang secara mengejutkan kalah dalam proses referendum. Pemimpin partai oposisi dari Republik, Laurent Wauquiez, mengatakan Macron mengambil resiko jika referendum hanya tentang pertanyaan kelembagaan mengenai parlemen. Ia memperingatkan bahwa masalah seperti itu sangat jauh dari kekhawatiran dan prioritas rakyat Perancis.
"Tentu saja ini masalah penting, tetapi jika itu satu-satunya masalah yang kami usulkan kepada orang-orang pada akhirnya, maka Presiden mengambil risiko besar," ungkap pernyataan dari Laurent Wauquiez seperti yang dikutip dari Channelnewsasia.com. Pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, mengklaim Macron berusaha mengalihkan perhatian pemilih dari Pemilihan Parlemen Eropa, yang ingin dimenangkan oleh partai Rally National.
"Pada kenyataannya, semua ini diputuskan sejak awal. Bahkan sebelum meluncurkan debat besar dia sudah memutuskan untuk mengusulkan referendum pada hari yang sama dengan pemilihan Eropa untuk mengalihkan perhatian dari masalah Eropa," ungkap pernyataan dari Marine Le Pen yang dikutip dari Channelnewsasia.com.
Baca Juga: Presiden Macron Sesali Keputusan Trump Terhadap Suriah
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.