Rusia Diminta Ganti Rugi pada Wanita yang Dipotong Tangannya

Pengadilan HAM menganggap Rusia gagal memerangi KDRT

Jakarta, IDN Times - Rusia diperintahkan oleh Pengadilan HAM Eropa pada Selasa (14/12) waktu setempat untuk membayar ganti rugi kepada seorang wanita yang juga korban KDRT setelah kehilangan tangannya sebesar 370 ribu euro atau setara dengan Rp5,97 miliar. Pengadilan HAM Eropa menilai negara tersebut gagal membendung kekerasan dalam rumah tangga.

1. Tak hanya itu, Rusia juga didesak membuat perubahan untuk menghentikan serangan serupa ke depannya 

Dilansir dari BBC, Pengadilan HAM Eropa mengatakan Rusia telah gagal memerangi kekerasan dalam rumah tangga serta memerintahkannya untuk memberi kompensasi kepada 4 wanita yang diserang secara brutal.

Salah satu diantaranya adalah Margarita Gracheva, seorang wanita yang mengalami KDRT oleh suaminya setelah tangannya dipotong menggunakan kapak.

Pengadilan mengatakan kepada Rusia untuk membuat perubahan yang mendesak demi menghentikan serangan serupa ke depannya.

Dikatakan KDRT terhadap wanita terjadi pada skala yang mengejutkan dan Rusia telah melanggar dua pasal Konvensi Eropa tentang HAM.

Tak hanya itu, pengadilan mengatakan kasus Gracheva menunjukkan bagaimana hukum Rusia berarti pihak berwenang tidak melihat KDRT sampai meningkat menyebabkan cedera fisik.

Hal ini menyerukan definisi hukum KDRT untuk semua pelaku dikriminalisasi.

Selain Gracheva, tiga wanita lainnya yakni Natalya Tunikova, Yelena Gershman, dan Irina Petrakova, juga harus mendapatkan ganti rugi.

2. Kini, ia telah menikah lagi dan menjalani kehidupan yang baru

Rusia Diminta Ganti Rugi pada Wanita yang Dipotong TangannyaSeorang wanita yang menjadi korban KDRT, Margarita Gracheva. (Twitter.com/jowithnoes)

Baca Juga: Dear Perempuan, Kenali Fakta-fakta Tentang KDRT Agar Lebih Waspada

Peristiwa itu sendiri terjadi pada Desember 2017 lalu, di mana suami Gracheva, Dmitri Grachev, mengantarnya ke wilayah hutan terpencil di luar rumah mereka di St. Petersburg, Rusia, dan berulang kali menyerangnya dengan menggunakan kapak serta memberikan lebih dari 40 pukulan ke setiap bagian dari tubuhnya.

Grachev memotong kedua tangannya yang membuat Gracheva cacat seumur hidup.

Fakta bahwa tulang dan dagingnya yang hancur ke salju dan tetap dingin berarti dokter dapat memasang kembali satu tangan bagian kiri, meskipun dia memiliki sedikit gerakan di dalamnya sedangkan tangan sebelahnya menggunakan tangan buatan yang canggih.

Pada tangan buatan tersebut terhubung ke otot-ototnya sehingga dia bisa menggunakannya untuk memegang benda dan bahkan membuat beberapa gerakan motorik halus.

Sedangkan mantan suaminya itu sudah divonis 14 tahun penjara akibat perbuatannya itu.

Beberapa bulan sebelum peristiwa terjadi, Gracheva sudah berusaha mencoba beberapa kali untuk mendapatkan perhatian pihak berwenang, termasuk setelah dia mengancamnya dengan menggunakan pisau.

Dia mengatakan polisi saat memberitahunya karena dia tidak menyakitinya secara fisik, tidak ada yang bisa mereka lakukan hingga akhirnya kasus itu ditutup.

Saat ini, Gracheva sudah berubah secara pesat. Selain mendapatkan pekerjaan baru, dia telah menikah lagi dan mengatakan kedua putranya dalam semangat yang baik terlepas dari semua yang telah terjadi.

3. Pada awal 2017 lalu, Rusia telah mendekriminalisasi beberapa bentuk KDRT

Rusia Diminta Ganti Rugi pada Wanita yang Dipotong TangannyaIlustrasi kekerasan dalam rumah tangga. (Pixabay.com/Alexas_Fotos)

Sekitar awal tahun 2017 lalu, sebuah RU untuk mendekriminalisasi beberapa bentuk KDRT disahkan pertama kali di Parlemen Rusia, yang memicu kemarahan di antara para pembela hak-hak wanita.

Undang-undang tersebut akan mendefinsikan serangan pertama yang menyebabkan cedera yang tidak terlalu serius sebagai pelanggaran administratif, bukan pidana.

Anggota Parlemen Rusia, Yelena Mizulina, mengatakan orang tidak boleh dipenjara dan dicap sebagai penjahat untuk tamparan.

Namun, para kritikus menilai hal tersebut akan menghambat upaya untuk mengatasi masalah endemik.

Undang-undang yang diusulkan menyangkut perlakuan kedua orang tua terhadap anak-anak mereka serta perlakuan suami dan istri terhadap satu sama lain.

Salah satu pembuat rancangan, Olga Batalina, menjelaskan ini berlaku untuk tindakan kekerasan yang menyebabkan cedera yang tidak memerlukan perawatan di rumah sakit atau menyebabkan korban memerlukan cuti sakit dari pekerjaan.

Berdasarkan proposal tersebut, pelanggaran pertama tidak akan dianggap kriminal serta hukuman akan dibatasi pada denda atau layanan masyarakat, tetapi insiden berikutnya masih dapat dianggap kriminal dan berpotensi dipenjara.

Baca Juga: Battered Woman Syndrome, Kondisi yang Bisa Dialami Wanita Korban KDRT

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya