Senator Oposisi di Brazil Ajukan Tuntutan Pidana pada Bolsonaro

Ini berkaitan dengan pembelian kontroversial vaksin COVID-19

Brasilia, IDN Times - Senator oposisi Brazil mengajukan tuntutan pidana pada hari Senin, 28 Juni 2021, waktu setempat terhadap Presiden Brazil, Jair Bolsonaro. Hal ini berkaitan dengan pembelian vaksin COVID-19 yang terdengar kontroversial. Bagaimana awal ceritanya?

1. Keluhan itu muncul setelah komisi Senat Brazil menyelidiki respons pandemi COVID-19 oleh pemerintah Brazil  

Senator Oposisi di Brazil Ajukan Tuntutan Pidana pada BolsonaroSenator Brazil, Randolfe Rodrigues. (Instagram.com/randolferodrigues)

Dilansir dari Aljazeera.com, seorang senator oposisi di Brazil telah mengajukan tuntutan pidana terhadap Bolsonaro ke Mahkamah Agung Brazil dengan mendesak penyelidikan atas dugaan penyimpangan dalam pembelian vaksin COVID-19. Keluhan itu muncul setelah komisi Senat Brazil yang menyelidiki respons pandemi COVID-19 pemerintah Brazil mengungkap tuduhan eksplosif pekan lalu bahwa Bolsonaro tahu mengenai dugaan korupsi dalam kesepakatan Brazil senilai 300 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp4,35 triliun untuk vaksin Covaxin buatan India dan gagal campur tangan.

Senator Randolfe Rodrigues mengatakan dia telah mengajukan tuntutan ke Mahkamah Agung untuk menyelidiki Bolsonaro karena tuduhan serius dan karena Bolsonaro tidak mengambil tindakan apapun setelah dibantu mengenai adanya skema korupsi raksasa di Kementerian Kesehatan Brazil. Kantor Kepresidenan Brazil masih belum berkomentar mengenai ini. Meski demikian, Bolsonaro justru membantah melakukan kesalahan dalam kesepakatan untuk membeli vaksin yang dikembangkan oleh Bharat Biotech India, dengan mengatakan padahari Senin, 28 Juni 2021, waktu setempat bahwa dia tidak mengetahui adanya penyimpangan.

2. Kontrak Bharat Biotech India masih sedang diselidiki oleh jaksa federal dan anggota parlemen Brazil 

Senator Oposisi di Brazil Ajukan Tuntutan Pidana pada BolsonaroPresiden Brazil, Jair Bolsonaro. (Instagram.com/jairmessiasbolsonaro)

Sampai saat ini, nilai kontrak Bharat Biotech India masih sedang dalam tahap penyelidikan oleh jaksa federal dan anggota parlemen Brazil untuk melihat mengapa pemerintah Brazil dapat mencapai kesepakatan yang cepat dengan perantara perusahaan setelah penawaran vaksin COVID-19 dari Pfizer dengan harga yang lebih murah diabaikan. Nilai kontrak tersebut diketahui mencapai 320 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp4,64 triliun untuk 20 juta dosis vaksin Bharat Biotech India.

Jaksa mengutip harga tersebut relatif tinggi, pembicaraan cepat, dan persetujuan peraturan yang tertunda sebagai tanda bahaya untuk kontrak yang ditandatangani pada bulan Februari 2021 lalu. Masih harus dilihat apakah pengajuan oleh Rodrigues akan diterima oleh Mahkamah Agung Brazi. Akan tetapi, kasus ini justru berisiko merusak Bolsonaro secara politik pada saat dukungannya berkurang dan jajak pendapat menempatkannya jauh di belakang mantan Presiden Brazil sayap kiri, Luiz Inacio Lula da Silva, menuju Pemilu Presiden Brazil tahun 2022 ini.

Baca Juga: Profil Jair Bolsonaro, Presiden Brasil Ahli Terjun Payung dan Menyelam

3. Awal mula adanya kasus ini yang berujung pada pelaporan ke Mahkamah Agung Brazil

Senator Oposisi di Brazil Ajukan Tuntutan Pidana pada BolsonaroIlustrasi vaksin COVID-19. (Pixabay.com/torstensimon)

Pada bulan Maret 2021 lalu, seorang pejabat Kementerian Kesehatan Brazil, Luis Ricardo Miranda, memberi tahu Bolsonaro mengenai tekanan yang diberikan kepadanya untuk membeli Covaxin meskipun ada tanda bahaya tertentu yang telah dia angkat karena membeli sejumlah dosis. Menurut Miranda, pemerintah Brazi lmenerima faktur senilai 45 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp652 miliar untuk 3 juta dosis vaksin dari entitas yang tidak disebutkan dalam kesepakatan bulan Februari 2021 lalu. Miranda mengaku prihatin karena perusahaan Madison Biotech yang berbasis di Singapura ini rupanya memberi kesan seperti perusahaan cangkang.

Vaksin juga belum tiba di Brazil dan Covaxin juga belum menerima persetujuan regulator. Miranda mengklaim bahwa dia mulai menerima panggilan telepon dari atasan yang memberi tekanan tidak biasa dan berlebihan padanya untuk menyetujui pembayaran. Ketika tuduhan semakin meningkat, jaksa membuka penyelidikan dan pemerintah Brazil akhirnya membatalkan kesepakatan itu.

Sebuah sumber melaporkan bahwa meskipun Bharat Biotech India awalnya mengutip harga sebesar 1,34 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp19.413 setiap dosisnya, pemerintah Brazil telah setuju untuk membayar sebesar 15 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp217,3 ribu setiap suntikan, setelah mengabaikan tawaran dari Pfizer pada tahun 2020 lalu dengan harga yang lebih rendah. Miranda kemudian pergi ke saudaranya, Luis, seorang anggota parlemen Brazil yang bersekutu dengan Bolsonaro. Pada tanggal 20 Maret 2021 lalu, baik Luis dan Miranda bertemu dengan Bolsonaro.

Anggota parlemen Miranda, yang merupakan pelapor lain yang muncul pada hari Jumat, 25 Juni 2021, lalu mengatakan kepada panel parlemen bahwa Bolsonaro menatap matanya sambil mempertanyakan keseriusan ini serta menambahkan ini adalah kesepakatan yang dilakukan pejabat yang tidak diketahui identitasnya. Seteah para senator mendesaknya untuk mengungkapkan identitas pejabat itu, anggota parlemen membiarkan orang itu adalah sekutu penting Bolsonaro yang merupakan Kepala Koalisi Pemerintahan di Majelis Rendah Parlemen Brazil, Roberto Barros.

Koordinator panel parlemen telah menyerukan perlindungan bagi Miranda serta juga pemilik perusahaan Brazil, Precisa Medicamentos, yang bertindak sebagai perantara Bharat Biotech India.

Baca Juga: Diduga Terlibat Pembalakan, Menteri Lingkungan Hidup Brasil Mundur

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya