Swiss Berencana Lakukan Referendum UU Bisnis Komoditas 

Hal ini berkaitan kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM 

Bern, IDN Times - Pemerintah Swiss berencana melakukan referendum terkait Undang-Undang yang mengatur keberlangsungan bisnis komoditas di negaranya. Hal ini berkaitan dengan banyaknya kasus kerusakan alam serta pelanggaran HAM. Bagaimana awal ceritanya?

1. UU ini bertujuan memberikan kesempatan kepada korban yang melaporkan dugaan pelanggaran untuk menuntut perusahaan yang bersangkutan

Swiss Berencana Lakukan Referendum UU Bisnis Komoditas Ilustrasi kerusakan lingkungan di sekitar pantai. (Pixabay.com/sergeitokmakov-3426571)

Dilansir dari BBC, tanggung jawab perusahaan merupakan prioritas bagi perusahaan multinasional, seperti perusahaan Nestle yang mengatakan bahwa mereka mengamati rantai pasokan mereka dari awal hingga akhir untuk memastikan praktik kerja yang adil serta mencegah pekerja anak dibawah umur atau menimbulkan kerusakan lingkungan. Undang-undang baru ini berupaya untuk menegakkan standar serta memungkinkan korban dugaan pelanggaran HAM atau kerusakan lingkungan untuk menuntut perusahaan Swiss di pengadilan setempat.

Perusahaan harus membuktikan bahwa mereka telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian. Secara khusus, industri ekstraktif sebagai bidang usaha yang menjadi perhatian Swiss akhir-akhir ini lantaran tambang di Amerika Selatan yang memasok perusahaan Swiss justru menyebabkan kerugian serius. Peran Swiss dalam perdagangan komoditas global diantaranya pusat perdagangan global untuk minyak dan minyak bumi, logam, mineral, produk pertanian, gula, kapas, sereal, dan biji minyak.

2. Reaksi dari para pimpinan perusahaan asal Swiss

Swiss Berencana Lakukan Referendum UU Bisnis Komoditas Ilustrasi seorang pebisnis. (Pixabay.com/niekverlaan-80788)

Sebagian besar dari pelaku usaha atau pimpinan perusahaan asal Swiss sangat waspada terhadap Undang-Undang baru yang diusulkan, terutama karena mereka yakin Undang-Undang itu akan menempatkan Swiss pada jalur yang berbeda dan lebih radikal dibandingkan negara-negara Eropa lainnya. Oleh karena itu justru menempatkan perusahaan Swiss pada posisi yang kurang menguntungkan. Erich Herzog dari federasi bisnis Swiss, Economiesuisse, berpendapat bahwa ini bukan saat yang tepat untuk memperkenalkan Undang-Undang baru yang ketat serta dalam pandangannya eksperimental.

Ia menambahkan justru membuat lemah perusahaan Swiss setelah dihantam oleh pandemi COVID-19, padahal Swiss merupakan negara yang sangat kecil. Ia juga merasa yakin keputusan semacam ini harus dibuat di tingkat internasional dan ada dukungan politik untuk sudut pandang itu. Pemerintah Swiss dan kedua Majelis Parlemen justru telah menolak Undang-Undang baru tersebut, sebaliknya mereka berjanji untuk memperkenalkan aturan baru yang mewajibkan perusahaan untuk memperkuat pemeriksaan atas operasi mereka di luar negeri serta untuk mengikat Swiss pada Undang-Undang Bisnis yang bertanggung jawab sedang dipertimbangkan oleh Uni Eropa.

Baca Juga: Pertemuan JWG Diharapkan Tingkatkan Platform Bilateral Indonesia-Swiss

3. Meskipun dalam hasil pemungutan suara didominasi "setuju", justru akan memakan waktu yang lebih lama untuk diterapkan

Swiss Berencana Lakukan Referendum UU Bisnis Komoditas Ilustrasi statistik grafik pertumbuhan perusahaan. (Pixabay.com/photomix-company-1546875)

Menurut Kepala Layanan Perubahan Iklim dan Keberlanjutan EY Swiss, Mark Veser, mengatakan meski dalam hasil referendum mengatakan "setuju" di hasl akhir, perusahaan Swiss akan menghadapi peraturan baru dan tentunya akan memakan waktu lebih lama untuk diterapkan. Saat ini, tidak seperti perusahaan di Uni Eropa, perusahaan Swiss tidak diharuskan untuk mengungkapkan informasi non keuangan.

CEO Nestle, Mark Schneider, menepis anggapan bahwa Nestle akan meninggalkan Swiss jika inisiatif itu lolos. Namun dalam sebuah iklan surat kabar setempat, CEO Credit Suisse, Thomas Gottstein, dan pimpinan eksekutif lainnya di bank memperingatkan kemunduran eksodus. Pihaknya juga menambahkan bukan tak mungkin perusahaan-perusahaan Swiss memutuskan untuk pindah ke negara lain yang tentunya berefek pada hilangnya pekerjaan berharga dan aset kena pajak di Swiss.

Baca Juga: Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya Itu

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya