Kritik Masyarakat Lebanon terhadap Pemerintahan Presiden Michel Aoun

"Revolusi Oktober" sebagai protes terhadap pemerintah

Beirut, IDN Times - Senin (13/07) lalu, para petugas keamanan Lebanon terlibat dalam aksi protes “mengkhawatirkan” terkait pidato kritis yang disampaikan oleh 14 organisasi HAM di Beirut, Lebanon. Aksi tersebut membahas tuntutan terhadap akuntabilitas pemerintah dalam tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Koalisi Pembelaan Kebebasan Berekspresi di Lebanon yang baru saja dibentuk pada tanggal 13 Juli 2020 lalu mengatakan bahwa 3.599 warga telah diinterogasi atas tuduhan fitnah terhadap pemerintah sejak tahun 2015 – ketika protes-protes anti-pemerintahan mulai terjadi – hingga Mei 2019. Sejumlah penangkapan aktivis juga kerap dilakukan oleh badan keamanan Lebanon akibat terjadinya protes-protes massal terhadap pemerintah.

1. Protes rakyat Lebanon kembali memenuhi jalanan

Kritik Masyarakat Lebanon terhadap Pemerintahan Presiden Michel AounIlustrasi demonstrasi di jalanan. unsplash/mcoswalt

Krisis ekonomi terburuk Lebanon pada akhir tahun 2019 memicu terjadinya aksi-aksi demonstrasi masyarakat yang mereka sebut dengan nama “Revolusi Oktober”. Para demonstran menyerukan hinaan dan kebencian pada anggota pemerintahan atas tindakan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan serta membawa poster-poster yang menuntut hak kebebasan berekspresi.

Melalui akun Twitternya, Paula Yacoubian, satu-satunya anggota parlemen Lebanon yang tidak berasal dari partai tradisional menunjukkan amarahnya pada anggota yudisial pemerintahan yang telah menangani kritik-kritik masyarakat terhadap pemerintah.

“Negara yang tidak mampu untuk menghentikan penderitaan kini memutuskan untuk membungkam teriakan-teriakan rakyat. Lebanon tidak boleh menjadi negara polisi”, kata Yacoubian, sebagaimana dikutip dalam The National.

2. Rezim pemerintahan yang anti-kritik

Kritik Masyarakat Lebanon terhadap Pemerintahan Presiden Michel AounGrafiti di salah satu jalanan Beirut pasca aksi demonstrasi. unsplash/brianwertheim

Berdasarkan hukum kenegaraan di Lebanon, hinaan terhadap presiden dan pemerintahannya dapat mendapat hukuman selama dua tahun penjara, namun hanya sesekali digunakan.

Sedangkan di bawah pemerintahan Presiden Aoun, penggunaan hukum tersebut meningkat dengan pesat.

Aya Majzoub, seorang anggota peneliti di Human Rights Watch mengatakan, Biro Kejahatan Dunia Maya di bawah Badan Keamanan Internal Lebanon telah meningkatkan penggunaan hukum tersebut hingga 325 per sen di tahun 2015 hingga 2018.

Majzoub juga mengatakan bahwa tindakan tersebut sejatinya telah melanggar sejumlah perjanjian internasional yang telah disepakati Lebanon, termasuk Perjanjian Kovenan Internasional terkait Hak Sipil dan Politik.

“Yang lebih mengkhawatirkan adalah, jaksa penuntut umum mengatakan bahwa ia akan menginvestigasi siapa pun yang menghina presiden, sedikit berbeda dari presiden sendiri yang mengatakan bahwa ia secara pribadi dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang. Dengan meningkatnya penangkapan aktivis yang protes akhir-akhir ini, pernyataan tersebut dapat menghancurkan harapan bahwa para pimpinan Lebanon benar-benar peduli dan menghormati kebebasan berpendapat rakyat”, kata Majzoub, seperti dikutip dari The National.

Meski seringkali Lebanon dipandang sebagai salah satu negara Arab yang paling bebas, namun sejumlah tokoh politik dan religius negara tersebut telah banyak menggunakan dalih kejahatan fitnah dan penghinaan sebagai alat anti-kritik.

Kantor berita resmi Lebanon melaporkan pada tanggal 15 Juni lalu bahwa para jaksa penuntut umum telah memerintahkan agen keamanannya untuk menginvestigasi tulisan-tulisan di media sosial yang dianggap ofensif dan menghina presiden. Perintah tersebut didasarkan bahwa hukum kejahatan fitnah dan penghinaan yang dapat diberi hukuman hingga dua tahun penjara.

3. Taktik intimidasi dan kekhawatiran terhadap “Negara Polisi”

Kritik Masyarakat Lebanon terhadap Pemerintahan Presiden Michel AounPolisi Lebanon mengawasi jalannya aksi demonstrasi. unsplash/ev

Salah satu pelanggaran yang dianggap telah dilakukan oleh badan pemerintah adalah terkait taktik-taktik interogasi baik secara fisik maupun psikologis yang dapat memengaruhi pemikiran seseorang. Hal tersebut bertujuan untuk mempermalukan dan menghukum mereka yang berupaya mengeluarkan konten-konten yang dianggap menghina atau mengkritik para penguasa.

“Lembaga penuntut dan keamanan telah bertindak tidak patut – dan terkadang ilegal – untuk dapat mengintimidasi dan membungkam orang-orang yang dituduh dalam kasus ini. Dalam masa kritis seperti ini, Lebanon membutuhkan hukum yang dapat melindungi masyarakat dari korupsi dan kesalahan, bukannya menghukum mereka,” ujar pihak koalisi yang dikutip dari Al Jazeera.

Selain itu, masyarakat juga mengkhawatirkan munculnya Lebanon sebagai “negara polisi” yang berupaya untuk merenggut kebebasan dari rakyat untuk menyembunyikan kebenaran terkait tindakan-tindakan korupsi di pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir, Lebanon telah kerap kali terdaftar sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi.

Pihak-pihak yang berkuasa dari para pimpinan militer dan bisnis telah sejumlah kali dituduh atas tindakan korupsi kas negara dan tidak dapat mengelola krisis ekonomi sehingga semakin mendorong Lebanon ke dalam krisis keuangan yang lebih parah.

Sehingga, hal-hal tersebut telah memicu sejumlah respon dan kritik dari masyarakat untuk memperbaiki keadaan di Lebanon saat ini.

Baca Juga: Ini Awal Mula Personel TNI Bisa Hadang Tank Israel di Lebanon

Diva Nadila Photo Writer Diva Nadila

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya