6 Negara yang Lakukan Referendum di Tahun 2020
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Referendum atau penentuan pendapat rakyat bisa dilakukan untuk berbagai macam tujuan. Tidak hanya perubahan status wilayah, negara bisa melakukannya untuk menentukan sebuah keputusan politik yang berdampak besar bagi warga seperti amandemen konstitusi dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan agar keputusan yang diambil mencerminkan aspirasi rakyat.
Referendum bisa dilakukan kapan saja. Namun, sepanjang 2020 ini setidaknya ada enam negara yang melakoninya. Mana saja?
1. Chile
Tahun 2019 lalu warga Chile membanjiri jalan menuntut keadilan dan mengkritik pedas pemerintahan Sebastian Pinera. Setahun berselang, tuntutan pendemo akhirnya dikabulan dan dilaksanakanlah referendum konstitusi baru. Dilansir dari Al Jazeera, Warga Chile diberi pilihan untuk mempertahankan konstitusi sejak zaman diktator Pinochet atau membuat konstitusi baru yang isinya akan dirumuskan dewan perwakilan rakyat dengan komposisi yang seimbang antara anggota perempuan dan laki-laki, ditambah perwakilan dari warga indigenous.
Di tengah wabah Covid-19, warga Chile dengan antusias datang ke TPS pada Minggu (25/10) untuk menyalurkan suara mereka. Diikuti protokol kesehatan yang ketat, pemilih harus mengenakan masker, berbaris dengan jarak aman, dan membawa pena sendiri. Hasilnya sebagian besar memilih untuk membuat konstitusi baru. Pasca pengumuman warga merayakannya di jalanan.
2. Italia
Italia melaksanakan referendum konstitusi untuk menentukan komposisi parlemen pada Senin (21/09). Pilihannya apakah warga setuju jika parlemen Italia dipangkas dari jumlah semula. Laporan BBC menyatakan hampir 70 persen warga setuju.
Dengan begitu, 945 anggota parlemen dan senator yang sudah ada akan dipangkas menjadi 600 saja. Dampaknya akan cukup besar pada anggaran. Namun, pihak yang kontra khawatir hal ini akan mengurangi kekuatan parlemen dalam pemerintahan Italia dan akhirnya memperlemah demokrasi. Hasil referendum ini akan segera diimplementasikan sebelum pemilu 2023 mendatang.
Baca Juga: Swiss Berencana Lakukan Referendum UU Bisnis Komoditas
3. Aljazair
Sama dengan Chile, warga Aljazair menuntut perubahan konstitusi untuk memperkuat parlemen dan memberikan partisipasi lebih bagi warga dalam proses politik. Demo selama berbulan-bulan di tahun 2019 dipicu oleh rencana mantan Presiden Bouteflika untuk memperpanjang masa pemerintahannya. Sejak Desember tahun lalu, jabatan Presiden Aljazair pun ditempati Abdelmadjid Tebboune. Tebboune mengabulkan tuntutan rakyat dan memberikan kesempatan warga untuk berpartisipasi dalam referendum konstitusi.
Pada Sabtu (01/11), warga Aljazair bisa menyalurkan aspirasinya. Menurut liputan Reuters, draft konstitusi baru yang diusulkan akan mencakup pembatasan masa jabatan Presiden menjadi dua periode serta penguatan posisi parlemen dan Perdana Menteri dalam pemerintahan. Meski persentase partisipasi warga dalam referendum ini cukup rendah, hasilnya sebagian besar setuju dengan amandemen konstitusi tersebut.
Editor’s picks
4. Swiss
Swiss adalah negara yang menerapkan demokrasi langsung. Dengan begitu, tiap akan memutuskan sebuah kebijakan, pemungutan suara akan dilaksanakan. Tahun ini referendum dilaksanakan pada Senin (28/09) untuk memutuskan haruskah Swiss mengakhiri perjanjian free movement dengan negara-negara Uni Eropa. Meski bukan anggota Uni Eropa, letak Swiss yang strategis membuatnya melakoni perjanjian pergerakan bebas dengan negara-negara tetangganya, terutama di bidang perdagangan dan imigrasi.
Pencetus kebijakan ini adalah Swiss People's Party yang ingin Swiss memiliki kontrol lebih terhadap perbatasannya. Dikutip dari BBC, 62 persen warga ternyata menolak kebijakan tersebut dan lebih senang jika Swiss mempertahankan perjanjian bilateralnya dengan Uni Eropa.
5. Selandia Baru
Pada Sabtu (17/10) lalu, Selandia Baru melaksanakan referendum tentang dekriminalisasi kepemilikan ganja dan praktik euthanasia. Legalisasi ganja diusulkan Partai Hijau yang menganggap bahwa kriminalisasi ganja problematik. Kebanyakan orang yang terjerat berasal dari suku Maori. Dengan catatan kriminal tersebut, akses mereka akan pekerjaan yang layak, pendidikan, dan kesempatan bepergian makin tipis dan senjang dibandingkan warga non-Maori.
Dikutip dari Newshub, Chloe Swarbrick, juru bicara Partai Hijau menambahkan bahwa ganja lebih tepat dikategorikan sebagai isu kesehatan daripada kriminal. Namun, ia tidak menampik bahwa tetap akan ada konsekuensi di balik legalisasi ganja tersebut nantinya. Selain masalah ganja, isu lain yang diangkat dalam referendum adalah praktik euthanasia. Praktik medis yang memungkinkan seorang dokter mengakhiri hidup pasien atas permintaan pasien sendiri.
Biasanya karena harapan hidupnya kecil. Legalisasi euthanasia ini dipandang sebagai kebijakan yang sangat Barat dan liberal, tetapi punya banyak pendukung di Selandia Baru. Hasilnya warga Selandia Baru setuju melegalkan euthanasia, tetapi tidak dengan ganja.
6. Kaledonia Baru
Jika Aljazair sudah pernah melakukan referendum kemerdekaan dari Prancis di tahun 1960an, Kaledonia Baru melakukannya tahun 2020 ini. Hasilnya 53 persen warga memilih untuk tetap berada di bawah Prancis, dikutip dari laporan BBC. Hasil ini tidak banyak berubah dari hasil referendum dua tahun lalu.
Referendum diusulkan oleh warga suku Kanak yang menguasai 40 persen populasi di Kaledonia Baru. Mereka didukung penduduk negara kepulauan pasifik lainnya untuk memerdekakan diri. Menurut perjanjian dengan Prancis, warga Kaledonia Baru punya tiga kesempatan referendum. Dua sudah dipakai, dan satu referendum kemerdekaan akan dilakukan tahun 2022 mendatang. Kaledonia Baru memiliki sumber daya alam nikel yang berlimpah, tetapi sangat bergantung pada Prancis di segi keamanan dan pendidikan. Hasil referendum ini disambut baik oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang mengunggah pidato resminya di media sosial.
Referendum adalah salah satu format demokrasi yang cukup efektif untuk mewadahi aspirasi warga. Apalagi jika keputusan yang diambil menyangkut hidup orang banyak, sepertinya referendum bisa jadi alternatif yang tepat untuk memutuskan sebuah kebijakan atau menetapkan Undang-Undang. Namun, tentu ada biaya, prosedur, dan regulasi yang harus dipikirkan masak-masak sebelum melaksanakannya.
Baca Juga: Hasil Awal Referendum, Selandia Tolak RUU Legalisasi Ganja
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.