Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika Latin

Awalnya jadi pekerja migran

Tak banyak yang tahu kalau ternyata Amerika Latin adalah tujuan migrasi utama pekerja migran Jepang di masa lalu. Kunimoto dalam satu bab di buku berjudul Japan, the United States, and Latin America, percaya bahwa negara-negara Amerika Latin memiliki basis komunitas warga Jepang terbesar di luar Jepang.

Bahkan imigran Jepang dianggap bisa berasimilasi dengan baik di Brasil, Peru, dan Bolivia. Salah satu tokoh Jepang pun berhasil menduduki posisi penting di pemerintah. Bagaimana prosesnya? Berikut utas sejarahnya. 

1. Gelombang migrasi pertama terjadi di era Meiji dengan tujuan utama menjadi pekerja migran di Hawaii 

Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika Latinpotret pekerja migran Jepang di Brasil (instagram.com/no_riverside)

Melansir Tigner dalam artikel ilmiahnya yang berjudul 'Japanese Immigration into Latin America: A Survey', gelombang emigrasi warga Jepang ke benua Amerika bisa dibagi menjadi beberapa era. Gelombang pertama terjadi di era Meiji, tepatnya tahun 1885. Saat itu sekitar 900 orang bermigrasi ke Hawaii dengan tujuan mengisi pos buruh di perkebunan dan pabrik gula dengan kontrak beberapa tahun. 

Selain Hawaii yang dulu masih menjadi negara independen, pekerja dari Jepang juga dikirim ke Kanada, Australia, Meksiko, Peru, Kaledonia Baru, dan Kepulauan Fiji. Hal ini dilihat sebagai kerja sama yang saling menguntungkan.

Negara-negara tersebut membutuhkan pekerja dan Jepang melihat migrasi sebagai cara ampuh menangani "surplus jumlah penduduk" yang berdampak pada tingginya angka kemiskinan. Saat itu, tingkat kelahiran di Jepang mencapai 34-36 per 1000 penduduk di tahun 1920an. 

2. Amerika Selatan mulai dilirik di gelombang kedua pada era Taisho

Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika Latinpotret pekerja migran Jepang di Brasil (instagram.com/no_riverside)

Masih merujuk sumber yang sama, pekerja migran Jepang mulai melirik negara-negara Amerika Selatan seperti Brasil dan Peru pada era Taisho. Tepatnya di tahun 1910-1920an. Ini didorong oleh kemunculan kebijakan baru yang memperketat aturan pekerja migran di Hawaii (yang sudah menjadi bagian dari Amerika Serikat), Meksiko, Kanada, dan Australia. 

Namun, arus migrasi sempat terhenti di tahun 1930-1940an ketika Perang Dunia II berkecamuk, imigran Jepang mulai dikucilkan, dikirim ke kamp internment, hingga dideportasi untuk menebus tawan perang Amerika Serikat. Arus kedatangan pekerja kontrak dari Jepang pun dihentikan dan mereka diarahkan untuk berpindah ke negara-negara jajahan Jepang seperti Tiongkok dan Korea. 

3. Tidak banyak yang bertahan di Amerika Tengah 

Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika Latinpotret warga Jepang yang menghuni kamp interment di Poston, Amerika Serikat (instagram.com/tessakuproject)

Beda dengan di Peru dan Brasil, kebanyakan pekerja migran Jepang di Meksiko dan negara-negara Amerika Tengah lainnya tidak memilih untuk menetap lama. Survei Tigner menunjukkan sebagian dari mereka meninggal atau memilih pulang karena penyakit yang didapat selama bekerja di tambang maupun perkebunan. 

Apalagi menjelang Perang Dunia II, banyak negara Amerika Tengah yang mengirim para pekerja Jepang ini ke kamp internment di teritori Amerika Serikat. Mereka juga memberlakukan restriksi imigrasi dari Jepang ke negara mereka.  Pembatasan serta diskriminasi juga dilakukan beberapa negara Amerika Selatan seperti Venezuela, Ekuador, Chile, Paraguay, dan Kolombia. 

4. Peru, Bolivia, dan Brasil jadi basis terbesar pendatang asal Jepang di Amerika Latin 

Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika LatinMonumen Torii di São José dos Campos, Brasil (instagram.com/claytonexarius)

Di Peru dan Bolivia, pekerja migran Jepang dikenal memiliki reputasi yang baik, yaitu rajin, terampil, dan disiplin. Tak sedikit dari mereka yang memilih untuk menetap dan membangun usaha di Peru dan Bolivia. Beberapa dari mereka juga melakukan pernikahan campur yang membuat mereka terasimilasi dengan baik. Sebagian memilih kembali ke dua negara tersebut sekembalinya dari internment. Meski tak sedikit yang harus terdeportasi. 

Di Brasil, pekerja Jepang justru dicari. Mereka banyak ditempatkan di pos-pos perkebunan kopi sejak awal tahun 1900an. Pekerja migran Jepang di Brasil datang dalam format keluarga dengan setidaknya 3 anggotanya mampu dan cukup umur untuk bekerja. Jumlahnya terus bertambah bahkan saat Perang Dunia II karena berhentinya arus migrasi pekerja dari Eropa. Brasil menjadi basis imigran Jepang terbesar di Amerika Latin hingga saat ini. 

Melansir Sims dalam jurnal yang berjudul 'Japanese Postwar Migration to Brazil: An Analysis of Data Presently Available', imigran Jepang tetap membanjiri Brasil bahkan setelah Perang Dunia II tepatnya di tahun 1950an. Ini disebut gelombang ketiga, atau arus migrasi pasca perang.

Masih didominasi keluarga, tetapi lebih dari 40 persennya merupakan pemuda lajang berusia 20an dan sekitar seperlimanya yang memiliki pendidikan tinggi. Selain menjadi petani atau bekerja di sektor agraris, sebagian dari mereka bekerja atau membangun usaha sendiri di sektor kuliner, kerajinan, teknik, dan jasa. 

Baca Juga: 5 Destinasi di Jepang yang Memiliki Sejarah Memilukan, Sudah Tahu?

5. Sejak tahun 1980an para imigran Jepang sudah mengisi pos-pos kerah putih di Amerika Latin 

Utas Sejarah Imigran Jepang di Amerika Latinpotret Art Shibayama, aktivis HAM Jepang di Peru (instagram.com/tessakuproject)

Dwyer dan Lovell di tahun 1990 mempublikasikan uji perbandingan antara pendapatan pendatang asal Jepang dan Eropa di Brasil lewat tulisan mereka yang berjudul 'Earnings Differentials between Whites and Japanese: The Case of Brazil'. Survei tersebut membuktikan bahwa imigran asal Jepang cenderung memiliki pendapatan yang lebih tinggi. 

Hal ini juga diamini oleh McKenzie dan Salcedo dalam jurnal International Migration yang menemukan bahwa sebagian besar imigran Jepang di tahun 2000an sudah mengisi pos-pos pekerjaan kerah putih. Fenomena macam ini juga bisa ditemukan di Argentina dan Meksiko, meskipun populasi mereka tak sebesar Brasil. 

Sedikit berbeda dengan imigran Jepang di Peru yang berusaha untuk hidup low-profile. Menurut tulisan Takenaka yang berjudul 'The Japanese in Peru: History of Immigration, Settlement, and Racialization', imigran Jepang di Peru kebanyakan bekerja sebagai pebisnis yang memulai usahanya dari bawah. Mereka pernah menjadi sasaran rasis dan kebencian di tahun 1940an karena Perang Dunia II sehingga menyisakan trauma tersendiri. 

Ketika Alberto Fujimori mencalonkan presiden di tahun 1990an, kebanyakan warga Jepang tidak mendukungnya. Mereka khawatir Fujimori tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan akan semakin memperburuk citra warga Jepang di Peru. Fujimori kemudian dikenal sebagai penyelamat ekonomi Peru. Namun, di sisi lain melakukan sejumlah pelanggaran HAM berat. 

Melansir McKenzie dan Salcedo, kondisi ekonomi yang membaik dan jumlah penduduk Jepang yang tak sepadat dulu membuat arus migrasi dari Jepang ke Amerika Latin pun hampir tak lagi ada. Komunitas Jepang di Brasil, Peru, Bolivia, dan negara-negara lain merupakan keturunan kesekian dari pekerja migran di masa lalu yang menetap. 

Baca Juga: 5 Makanan Jepang yang Ternyata Bukan Berasal dari Jepang

Dwi Ayu Silawati Photo Verified Writer Dwi Ayu Silawati

Pembaca, netizen, penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya