Menlu: Kekerasan Aparat pada Demonstran Myanmar Tak Bisa Diterima

Menlu Retno nyatakan RI tetap hormati prinsip nonintervensi

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan aparat keamanan untuk menghalau unjuk rasa anti kudeta di Myanmar, tidak dapat diterima.

Retno menyatakan hal tersebut dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Jepang Motegi Toshimitsu di Tokyo pada Senin (29/3/2021), saat keduanya membahas sejumlah isu kawasan dan dunia.

“Indonesia menolak keras penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan (Myanmar) yang menyebabkan jatuhnya lebih dari 100 korban meninggal pada 27 Maret 2021,” kata Retno saat menyampaikan keterangan pers secara virtual, Selasa (30/3/2021).

1. Menlu Retno sebut Myanmar dapat menyelesaikan masalah hanya melalui dialog

Menlu: Kekerasan Aparat pada Demonstran Myanmar Tak Bisa DiterimaPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Menurut Retno, Jepang juga berbagi keprihatinan yang sama dengan Indonesia terkait perkembangan situasi di Myanmar, Retno menyerukan penghentian kekerasan dengan segera agar korban tidak kembali berjatuhan, di samping dialog yang harus terus diupayakan.

“Hanya melalui dialog, Myanmar akan dapat menyelesaikan masalah mereka,” tutur dia.

Baca Juga: RI-Singapura Dorong Pertemuan Kepala Negara ASEAN Bahas Isu Myanmar

2. Indonesia tetap menghormati prinsip nonintervensi

Menlu: Kekerasan Aparat pada Demonstran Myanmar Tak Bisa DiterimaMenteri Luar Negeri Retno Marsudi di markas PBB New York. (Dok. Kementerian Luar Negeri)

Sebelumnya, melalui keterangan tertulis dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Menlu Motegi mengecam keras situasi di Myanmar yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Untuk itu, ia menyambut baik upaya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) membantu mengatasi situasi di Myanmar, dan menyampaikan rasa hormat atas kepemimpinan Indonesia dalam upaya tersebut.

“Dengan tetap menghormati prinsip nonintervensi, sejak awal ASEAN telah menawarkan bantuan kepada Myanmar,” kata Retno.

“Dialog harus diupayakan untuk mengembalikan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar,” lanjutnya.

Dalam kunjungannya ke Tokyo, Menlu Retno juga sempat berdiskusi dengan utusan khusus Jepang untuk rekonsiliasi nasional Myanmar Sasakawa Yohei.

3. 510 warga sipil tewas dalam unjuk rasa melawan kudeta militer di Myanmar

Menlu: Kekerasan Aparat pada Demonstran Myanmar Tak Bisa DiterimaPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Sedikitnya 510 warga sipil tewas dalam dua bulan unjuk rasa untuk melawan kudeta militer di Myanmar, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Kelompok itu juga mencatat bahwa Sabtu (27/3) menjadi hari paling berdarah selama unjuk rasa anti kudeta dengan 141 korban tewas.

Dari 14 orang yang terbunuh di Myanmar pada Senin (29/3), sedikitnya delapan orang berada di distrik Dagon Selatan, Yangon, di mana pasukan keamanan menembakkan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya untuk membersihkan barikade kantong pasir, kata para saksi mata.

Televisi pemerintah mengatakan pasukan keamanan menggunakan "senjata anti huru hara" untuk membubarkan kerumunan "teroris yang kejam" yang menghancurkan trotoar dan menyebabkan satu orang terluka.

Militer Myanmar selama beberapa dekade telah membenarkan cengkeramannya pada kekuasaan dengan mengatakan bahwa militer adalah satu-satunya institusi yang mampu menjaga persatuan nasional.

Militer merebut kekuasaan dengan menuduh bahwa pemilu November tahun lalu, yang dimenangkan oleh partai pemenang Nobel Aung San Suu Kyi, curang.

Tuduhan adanya kecurangan, yang telah dibantah oleh komisi pemilu setempat, melatarbelakangi dilancarkannya kudeta oleh militer pada 1 Februari 2021. Sejak saat itu, unjuk rasa terus dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat Myanmar yang menginginkan pemerintahan demokratis bagi negaranya.

Baca Juga: PBB Serukan Pembalikan Kudeta Militer di Myanmar

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya