Putin Tak Mau Rusia Disalahkan Atas Perang di Ukraina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Selama pidato yang disiarkan televisi dengan pejabat militer senior, Presiden Rusia Vladimir Putin percaya kalau negaranya tidak bisa disalahkan atas perang di Ukraina.
Putin menyebut kedua negara, baik Rusia maupun Ukraina, berbagi tragedi yang sama. Dia juga menyebut terus melihat Ukraina sebagai "negara persaudaraan".
Baca Juga: Rusia Akan Tambah Pasukan di Dekat Swedia dan Finlandia
1. Putin mengirim 200 ribu tentara ke Ukraina
Pada Februari lalu, Presiden Putin mengirim lebih dari 200 ribu tentara Rusia ke Ukraina, dan memicu perang yang telah menyebabkan puluhan ribu kematian. Putin berargumen konflik tersebut adalah hasil dari kebijakan negara ketiga.
Teori yang menyiratkan ekspansi Barat sebagai penyebabnya, sudah berulang kali ditolak di luar Rusia. Dalam pidatonya, Putin mengatakan, Barat telah "mencuci otak" republik-republik pasca-Soviet, dimulai dengan Ukraina.
"Selama bertahun-tahun kami mencoba membangun hubungan bertetangga yang baik dengan Ukraina, menawarkan pinjaman dan energi murah, tetapi tidak berhasil," kata Putin seperti dikutip dari BBC, Jumat (23/12/2022).
2. Kekhawatiran Putin berasal dari pertumbuhan NATO
Kekhawatiran lama Putin sepertinya berasal dari pertumbuhan NATO, sejak Uni Soviet runtuh pada 1991. Tujuan awal NATO adalah untuk menantang ekspansi Rusia setelah Perang Dunia II, namun Kremlin sudah lama berargumentasi tindakan NATO menerima bekas sekutu Soviet sebagai anggotanya bisa mengancam keamanan Rusia.
Kemudian, ketegangan antara Kremlin dan Barat meningkat setelah penggulingan Presiden Ukraina pro-Kremlin Viktor Yanukovych pada 2014, setelah adanya protes di jalanan selama berbulan-bulan lamanya.
Editor’s picks
"Tidak ada yang perlu dituduhkan kepada kami. Kami selalu melihat Ukraina sebagai saudara dan saya masih berpikir seperti itu. Apa yang terjadi sekarang adalah tragedi, tapi itu bukan kesalahan kami," ujar Putin, melanjutkan.
3. Rusia meluncurkan lebih dari 1.000 misil ke Ukraina
Rusia sudah meluncurkan lebih dari 1.000 misil dan drone serang bikinan Iran, dalam gelombang serangan terhadap infrastruktur listrik Ukraina yang dimulai pada 10 Oktober 2022. Serangan tersebut membuat jutaan orang menderita.
Pejabat militer berjanji untuk melanjutkan "operasi militer khusus" hingga 2023. Ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran pada Februari, Putin berjanji hanya tentara profesional yang akan ambil bagian. Tetapi pada September, semuanya berubah ketika Putin mengumumkan "Mobilisasi Parsial", yang berpotensi merekrut ratusan ribu warga Rusia ke dalam angkatan bersenjata.
Saat ini, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengusulkan untuk menaikkan rentang usia wajib militer Rusia. Di bawah aturan saat ini, warga Rusia berusia 18-27 tahun bisa dipanggil untuk wajib militer. Sementara, Shoigu mengusulkan agar bisa mencakup warga negara berusia 21-30 tahun.
Baca Juga: Antisipasi Bencana Nuklir, Kepala PLTN Ukraina Kunjungi Rusia
4. Ukraina membuat kemajuan besar
Shoigu juga mengumumkan rencana untuk mendirikan pangkalan di dua kota pelabuhan, Berdyansk dan Mariupol, yang direbut selama serangan Rusia.
Tetapi dalam beberapa bulan terakhir, pasukan Ukraina sudah membuat serangkaian kemajuan besar, termasuk merebut kembali Kherson, satu-satunya ibu kota regional yang direbut pasukan Rusia sejak invasi.
Pidato itu disampaikan saat pemimpin Ukraina Volodmyr Zelensky tiba di Washington, untuk kunjungan pertamanya di luar Ukraina sejak Rusia menginvasi 10 bulan lalu.