China Luncurkan Proyek Membudayakan Menikah dan Punya Anak

Langkah baru untuk mendorong naiknya angka kelahiran

Jakarta, IDN Times - China akan meluncurkan proyek menciptakan budaya pernikahan dan melahirkan anak era baru. Percontohan proyek ini akan dilakukan di lebih dari 20 kota. Proyek kali merupakan langkah terbaru oleh pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran yang semakin menurun.

Menurut laporan Global Times pada Senin (15/5/2023), proyek yang diluncurkan Asosiasi Keluarga Berencana China tersebut, bertujuan untuk mendorong kaum perempuan menikah dan memiliki anak. Badan nasional yang menerapkan langkah-langkah kependudukan dan kesuburan pemerintah itu tidak hanya mempromosikan pernikahan.

Mereka juga memfokuskan proyek itu untuk mengajarkan bahwa memiliki anak pada usia yang sesuai, mendorong orang tua untuk berbagi tanggung jawab dalam mengasuh anak, dan membatasi "harga mahar pengantin" yang tinggi dan kebiasaan kuno lainnya.

"Masyarakat perlu lebih banyak membimbing kaum muda tentang konsep pernikahan dan persalinan," kata ahli demografi He Yafu, dikutip dari Reuters.

Beberapa kota yang masuk ke dalam daftar proyek percontohan itu diantaranya pusat manufaktur Guangzhou dan Handan di provinsi Hebei. Tahun lalu, langkah serupa juga pernah diberlakukan di 20 kota termasuk Beijing.

Baca Juga: Tingkatkan Populasi, Provinsi di China Izinkan Punya Anak Tanpa Nikah 

1. Populasi China turun ke tingkat terendah tahun lalu

Proyek pencontohan merupakan serangkaian langkah yang dilakukan provinsi-provinsi China untuk mendorong penduduknya memiliki lebih banyak anak. Langkah itu termasuk memberi insentif pajak, subsidi perumahan, dan pendidikan gratis atau bersubsidi bagi mereka yang memiliki anak ketiga.

Pada Maret, penasihat politik pemerintah juga mengusulkan bahwa wanita lajang dan belum menikah harus memiliki akses ke pembekuan sel telur dan perawatan IVF sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan tingkat kesuburan negara.

Populasi China turun tahun lalu untuk pertama kalinya dalam 6 dekade, dengan tingkat kelahiran mencapai rekor terendah, yaitu 6,77 kelahiran per 1.000 orang. Sebagian besar penurunan ini merupakan dampak dari kebijakan satu anak yang diterapkan oleh China dari 1980 hingga 2015.

Meski kebijakan tersebut telah ditiadakan pada 2016 dan batas kelahiran juga telah dihapus. Namun Mu Zheng, seorang asisten profesor di departemen sosiologi dan antropologi di Universitas Nasional Singapura, mengatakan pasangan suami istri kini memilih untuk mempunyai sedikit anak atau bahkan tidak sama sekali.

Baca Juga: Pertama Kali dalam 60 Tahun Terakhir, Populasi di China Menurun!

2. Dampak berlanjut dari kebijakan nol Covid

Kebijakan nol Covid China yang ketat selama hampir tiga tahun juga dinilai telah mendorong lebih banyak orang memutuskan untuk tidak memiliki anak. “Terutama selama tiga tahun terakhir epidemi, Saya merasa banyak hal yang begitu sulit.” kata Zhu, dikutip dari New York Times.

Bagi Zhu, yang menikah lima tahun lalu, pandemi telah membulatkan keputusannya untuk tidak memiliki anak

“Covid telah memberi banyak dampak negatif dan telah menyebabkan rasa ketidakpastian secara keseluruhan terhadap masa depan. Ada rasa tidak berdaya yang melarang banyak wanita ingin punya anak,” kata Mu, dikutip dari CNBC.

Selain itu, menurutnya, tingginya biaya hidup juga mencegah orang-orang untuk memperluas keluarga mereka.

Baca Juga: PBB: Separuh Populasi Dunia Rentan Terdampak Perubahan Iklim

3. Banyak wanita China ogah punya anak

Krisis populasi juga terjadi karena lebih banyak perempuan kini memilih untuk fokus pada karier dan tujuan pribadi mereka, alih-alih berumah tangga.

“Menghemat uang dan fokus pada karir adalah prioritas saya sekarang, saya sudah merasa sangat lelah setelah bekerja, saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan orang tua dengan anak-anak," kata Awen, seorang desainer lepas berusia 31 tahun dari Shenzhen.

Dia mengatakan sebagian besar suami di China sering tidak memainkan peran penting dalam pengasuhan anak, dan sebagai gantinya beban berada pada ibu sepenuhnya.

“Banyak wanita tidak mau menikah karena pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak akan menjadi tanggung jawab mereka,” tambahnya. “Jadi, jika perempuan merasa perlu melakukan pekerjaan rumah, mencari uang, dan melakukan semuanya sendiri, mengapa tidak sendirian saja?”

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya