Eks Presiden Taiwan Kunjungi China: Kedua Negara Harus Damai!

Kunjungan Ma Ying-jeou ke China menuai kecaman

Jakarta, IDN Times - Mantan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, mengatakan kepada pejabat senior China pada Kamis (30/3/2023) bahwa Taipei dan Beijing harus melakukan semua langkah yang memungkinkan untuk menghindari perang.

Para pemimpin dari kedua negara disebut bertanggung jawab untuk memastikan terciptanya perdamaian.

"Kedua belah pihak harus menjaga pertukaran, bekerja sama, dan melakukan segala kemungkinan untuk menghindari perang dan konflik," kata Ma kepada Song Tao, kepala Kantor Urusan Taiwan China, dalam kunjungannya ke kota Wuhan di China tengah.

Ma, yang menjabat sebagai presiden Taiwan periode 2008-2016, mengatakan bahwa menjaga pembangunan merupakan pandangan umum masyarakat Taiwan.

Ma tiba di China pada Senin (27/3/2023). Kunjungannya menjadi momen bersejarah karena baru kali ini mantan presiden Taiwan mengunjungi China sejak berakhirnya perang saudara tujuh dekade silam.

Adapun perjalanan 12 hari Ma tidak melibatkan pertemuan resmi, melainkan fokus untuk memberikan penghormatan kepada leluhurnya dan mempromosikan pertukaran pemuda. Ia juga berharap perjalanannya ke China dapat memperbaiki hubungan kedua negara.

Baca Juga: Presiden Taiwan: Tekanan China Gak Halangi Tekad Kami Mendunia!

1. Ma berkunjung di tengah situasi yang tak bersahabat

Dalam pertemuan tersebut, Song mengatakan kepada Ma bahwa masyarakat dari kedua negara harus menentang kegiatan separatis kemerdekaan Taiwan. Dia juga menyinggung soal intervensi asing, dilansir CNA.

Kunjungan Ma ke China terjadi saat ketegangan kian meningkat antara Taipei dan Beijing.

Melansir CNN, China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, namun Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan menegaskan bahwa negaranya sudah berdaulat dan bukan bagian dari China.

Akibatnya, Beijing pun memutuskan kontak dengan Taipei yang saat ini dipimpin Presiden Tsai Ing-Wen. China pun telah melakukan manuver militer di sekitar Taiwan.

Sebelumnya, Taiwan dan China berpisah pada 1949 setelah perang saudara yang dimenangkan oleh Partai Komunis. Partai nasionalis Kuomintang (KMT) yang kalah akhirnya melarikan diri ke pulau Taiwan.

2. Dicap pengkhianat

Perjalanan Ma ke China menuai kritik dari dalam negeri, termasuk DPP. Melalui pernyataan pada Senin, partai tersebut menuduh Ma yang merupakan anggota senior KMT mendukung kebijakan pro-Beijing.

“Kita harus lebih bersatu, tetapi sangat disayangkan bahwa KMT mendukung komunis China dan mantan presiden Ma mengabaikan ketidaksetujuan publik untuk mengunjungi China saat ini,” kata partai tersebut.

Sehari sebelum keberangkatan Ma, Honduras, sekutu lama Taiwan telah memutuskan hubungan dengan negara itu dan beralih mendukung China

3. Ma dan partai KMT akrab dengan China

Partai oposisi KMT dikenal memiliki hubungan yang lebih hangat dengan China ketimbang DPP. Meski menolak dicirikan sebagai pro-Beijing, namun kepemimpinannya, termasuk saat pemerintahan Ma, kerap mendorong perbaikan hubungan antara kedua negara.

Pemulihan hubungan itu sempat mencapai puncaknya selama masa kepresidenan Ma  pada 2008-2016. Dia berhasil memperkuat hubungan ekonomi dengan China, meski tetap menolak reunifikasi yang didorong oleh negara tersebut.

Ma juga sempat bertemu Presiden China Xi Jinping di Singapura pada akhir 2015, tak lama sebelum saingannya Tsai Ing-wen memenangkan kursi kepresidenan.

Dalam kunjungannya kali ini, Ma tidak dijadwalkan untuk bertemu Presiden Xi Jinping. Meski begitu, kantor yayasannya mengatakan dia terbuka untuk pertemuan apa pun yang diadakan China.

Baca Juga: Honduras Beri Waktu 30 Hari untuk Diplomat Taiwan Tinggalkan Negeri 

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya