Hidup Wanita Suriah Makin Sulit Usai Gempa

Akibat perang, Suriah Utara telah didominasi oleh perempuan

Jakarta, IDN Times - Situasi di barat laut Suriah menjadi kian sulit usai gempa kuat melanda negara tersebut pada 6 Februari lalu. Sebelumnya, konflik yang berkepanjangan menyebabkan 90 persen dari 4 juta orang yang tinggal di wilayah itu mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Kini, kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa memperparah keadaan. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perempuan dan anak-anak merupakan mayoritas penduduk di Suriah Utara.

Peperangan mengakibatkan banyak pria terbunuh, dipenjara, cacat, atau terpaksa meninggalkan negara itu. Hal ini mendorong sebagian besar perempuan untuk mengambil alih peran pria dalam keluarga mereka.

Pada 2011, hanya 4 persen perempuan di Suriah yang berkontribusi dalam keuangan di rumah tangga. Angka itu kini telah meningkat menjadi 22 persen, menurut organisasi bantuan CARE.

"Tantangan bagi perempuan beragam," kata Radwa Khaled-Ibrahim, ilmuwan politik yang bekerja untuk organisasi kemanusiaan Medico International.

Melansir DW, dia menyebut bahwa trauma masa perang dan pengalaman melarikan diri dari bencana gempa telah menambah masalah tersendiri bagi para perempuan Suriah.

1. Banyak ibu hamil yang butuh akses segera ke layanan bersalin pasca-gempa

Hidup Wanita Suriah Makin Sulit Usai Gempailustrasi pengungsi (pexels.com/Ahmed akacha)

Gempa Februari lalu telah mengakibatkan banyak bangunan, termasuk fasilitas kesehatan, hancur dan rusak parah. Kondisi ini mengancam para ibu hamil dan mereka yang membutuhkan layanan medis segera.

Menurut PBB, setidaknya ada 350 ribu ribu wanita hamil, baik di Suriah dan Turki yang membutuhkan akses ke layanan bersalin usai gempa.

Menghadapi situasi tersebut, United Nations Population Fund (UNFPA) berkomitmen untuk membangun kembali layanan yang penting untuk kesehatan, kesejahteraan, dan perlindungan perempuan.

“UNFPA berkomitmen untuk mendukung masyarakat Turki dan Suriah yang terkena dampak gempa bumi, termasuk ibu hamil yang diperkirakan akan melahirkan dalam beberapa minggu mendatang dalam kondisi sulit ini,” kata Direktur Eksekutif UNFPA, Natalia Kanem.

Baca Juga: Gempa Turki dan Suriah Tewaskan Lebih dari 50 Ribu Orang

2. Perempuan dan remaja putri sangat butuh pembalut dan toilet bersih

Hidup Wanita Suriah Makin Sulit Usai Gempailustrasi pengungsi (pexels.com/Ahmed akacha)

Direktur Pusat Perempuan di kota barat laut Idlib, Huda Khayti, mengatakan bahwa para remaja dan perempuan dewasa di Suriah sangat membutuhkan alat bantu menstruasi dan toilet bersih.

Banyak dari mereka kesulitan menjaga kebersihan reproduksi, terutama saat menstruasi, lantaran kondisi mereka yang tinggal di tenda, tempat penampungan darurat, atau bahkan di mobil. Menurut Huda, kurangnya privasi perempuan di zona pengungsian juga harus menjadi perhatian utama.

Bahkan sebelum gempa, 7 juta perempuan dan remaja putri di seluruh Suriah dilaporkan sangat membutuhkan bantuan terkait kesehatan seksual dan reproduksi. 

Radwa juga mengungkapkan pentingnya memberi dukungan kepada perempuan ketika mereka mengalami kekerasan berbasis gender.

"Luasnya krisis telah menyebabkan peningkatan kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dan anak perempuan," kata Radwa.

Dia khawatir jumlah pernikahan anak bisa meningkat, terutama karena situasi ekonomi yang memburuk dan tidak semua anak perempuan bisa bersekolah.

"Di kamp-kamp di perbatasan Turki, ada masalah tambahan, yaitu tidak ada surat resmi yang diproses. Pernikahan tidak didokumentasikan, dan mereka yang terkena dampak tidak memiliki jalur hukum," katanya. 

3. Trauma tidak boleh dikesampingkan 

Hidup Wanita Suriah Makin Sulit Usai Gempailustrasi pengungsi (pexels.com/Ahmed akacha)

"Saya tidak tahu berapa banyak lagi yang bisa kami tanggung," kata Khawla, perempuan berusia 47 tahun yang menolak nama aslinya dipublikasikan. Setiap muncul gempa susulan, ia mengaku trauma baik diteror. 

"Bagi banyak orang, gempa bumi adalah bentuk trauma ulang, hilangnya tempat berlindung - tidak peduli betapa rapuhnya tempat itu sebenarnya," kata Radwa yang bersimpati dengan kekhawatiran Khawla.

Menurutnya, dukungan psikosial tidak boleh diremehkan. Selama dan setelah krisis besar terjadi, masalah yang dihadapi perempuan sering dilimpahkan ke ranah privat dan dampaknya pun disembunyikan dari publik.

Hingga saat ini, sebagian besar perempuan harus berjuang untuk menemukan ruang di mana mereka dapat menikmati penentuan nasib sendiri.

"Ruang ini harus dilindungi dan diperluas, dan tidak hanya diperlakukan seperti efek samping bencana saja," ungkap Radwa. 

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Suriah, Negara yang Pernah Disebut Firdausul Al-Arab

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya