Wanti-wanti Kebocoran Data, Jepang Pertimbangkan Blokir TikTok

Parlemen akan menyusun proposal larangan TikTok

Jakarta, IDN Times - Sekelompok anggota parlemen Partai Demokrat Liberal (LDP), yang berkuasa di Jepang, berencana untuk menyusun proposal yang mendesak pemerintah untuk melarang TikTok apabila terbukti menyebarkan disinformasi. 

"Jika terverifikasi bahwa sebuah aplikasi telah sengaja digunakan oleh pihak tertentu dari negara tertentu untuk operasi pengaruh buruk mereka, penghentian layanan harus segera dipertimbangkan," kata Norihiro Nakayama, anggota parlemen LDP, pada Senin (27/3/2023).

Sebelumnya, anggota parlemen Amerika Serikat (AS) menyerukan kepada pemerintahan Presiden Joe Biden untuk melarang aplikasi milik China itu, karena dianggap bisa dimanfaatkan untuk pengumpulan data, penyensoran konten, dan membahayakan kesehatan mental anak-anak, dilansir CNA.

1. Penanganan data dijadikan pertimbangan

Nakayama mengatakan, kelompok tersebut berencana untuk menyusun rekomendasi pada bulan depan. Proposal tersebut tidak akan menargetkan platform tertentu dan pembatasan lebih lanjut harus dipertimbangkan setelah melihat penanganan data serta operasi lainnya.

"Saya percaya pertama-tama kita perlu membuat orang untuk benar-benar memahami bagaimana data ditangani setiap kali muncul kekhawatiran," kata Nakayama.

Sejak beberapa pekan terakhir, sejumlah negara Barat telah melarang penggunaan aplikasi berbagi video populer itu, termasuk Inggris, Belanda, Belgia, dan Selandia Baru.

Adapun di Jepang, pelarangan TikTok dan layanan jejaring sosial lainnya hanya berlaku pada perangkat pemerintah yang menangani informasi rahasia.

Pada Agustus 2020, China sempat memperingatkan Jepang bahwa larangan aplikasi TikTok akan memiliki dampak besar pada hubungan bilateral kedua negara, dikutip dari Reuters.

Baca Juga: Daftar Negara yang Telah Melarang TikTok

2. Undang-undang China

Melansir Al Jazeera, kekhawatiran tentang keamanan data TikTok semakin meningkat, setelah pejabat AS menuduh data pengguna yang dikumpulkan oleh aplikasi tersebut dapat diakses oleh pemerintah China.

Menurut undang-undang yang diterapkan China pada 2017, setiap perusahaan diwajibkan untuk memberikan data pribadi apa pun kepada pemerintah yang relevan dengan keamanan nasional negara tersebut.

Meski tidak ada bukti bahwa TikTok telah menyerahkan data semacam itu, namun banyak pihak khawatir lantaran banyaknya data pengguna yang dikumpulkan oleh aplikasi itu. Di sisi lain, TikTok membantah segala tuduhan tersebut.

3. AS disebut sebarkan informasi palsu

CEO TikTok, Shou Zi Chew, menegaskan berulang kali bahwa perusahaan di bawah payung ByteDance itu tidak dikuasai China. TikTok juga mengatakan bahwa 60 persen saham ByteDance dimiliki oleh investor global.

Adapun TikTok telah menghabiskan lebih dari 1,5 miliar dolar AS untuk upaya keamanan data warga Amerika yang disebut "Project Texas". Projek ini memiliki hampir 1.500 karyawan tetap dan melakukan kontrak dengan Oracle Corp untuk menyimpan data pengguna TikTok di AS.

Pada awal Maret, juru bicara kementerian luar negeri China Wang Wenbin mengatakan, AS belum memberikan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasionalnya. Ia menyebut AS sengaja menggunakan alasan keamanan data untuk menekan perusahaan asing.

Baca Juga: Viral Debat dengan Parlemen AS, Ini Profil CEO TikTok Zhou Zi Chew!

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya