Astaga, Pandemik COVID-19 Diprediksi Berlangsung Hingga Puluhan Tahun

Kamu tetap disiplin protokol kesehatan ya

Jakarta, IDN Times - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi dampak dari pandemik COVID-19 atau virus corona akan terus dirasakan warga dunia hingga puluhan tahun mendatang.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, dampak ini harus menjadi kewaspadaan bagi seluruh warga dunia.

1. Total kasus COVID-19 di dunia hampir mencapai 18 juta, dengan 670 ribu korban jiwa

Astaga, Pandemik COVID-19 Diprediksi Berlangsung Hingga Puluhan TahunPetugas medis memindahkan pasien COVID-19 dari ambulans ke fasilitas kesehatan di Kirkland, Washington, Amerika Serikat, pada 24 Maret 2020. (ANTARA FOTO/REUTERS/David Ryder)

Hingga hari ini, jumlah kasus COVID-19 di dunia hampir mencapai 18 juta jiwa dan menelan lebih dari 670 ribu korban jiwa sejak kemunculan pandemik pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Tiongkok.

"Pandemik ini merupakan krisis kesehatan sekali dalam seabad, yang dampaknya bakal terasa hingga puluhan tahun ke depan," kata Tedros, seperti dikutip dari kantor berita ANTARA, Minggu (2/8/2020).

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan Terbaru Vaksin COVID-19 di Dunia

2. Perekonomian di sejumlah negara terguncang akibat pandemik COVID-19

Astaga, Pandemik COVID-19 Diprediksi Berlangsung Hingga Puluhan TahunAntrean untuk tes asam nukleat di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada 16 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Amerika Serikat, Brasil, Meksiko, serta Inggris selama beberapa pekan terakhir terguncang akibat virus corona, saat pemerintahan mereka berjuang mendapatkan cara penanganan virus mematian ini yang lebih efektif.

Kondisi ekonomi di berbagai wilayah pun babak belur akibat pembatasan COVID-19, yang diterapkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, dan banyak wilayah yang mengkhawatirkan gelombang kedua pandemik.

3. Hasil riset menunjukan seluruh warga dunia masih rentan terhadap COVID-19

Astaga, Pandemik COVID-19 Diprediksi Berlangsung Hingga Puluhan TahunIlustrasi tenaga medis dengan APD Lengkap. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Sementara, menurut WHO pada pekan lalu menyebutkan sekitar lebih dari 150 perusahaan farmasi sedang membuat vaksin, meski penggunaan pertama vaksin tidak dapat diprediksikan hingga awal 2021.

Meski pengetahuan tentang virus corona baru meningkat, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan populasi masih rentan.

"Hasil awal dari riset serologi (antibodi) menunjukkan gambar yang konsisten: sebagian besar orang di dunia masih rentan terhadap virus ini, bahkan di daerah yang pernah menjadi wabah parah sekali pun," ujar Tedros.

"Banyak negara yang yakin bahwa mereka yang telah melewati masa tersulit, kini sedang bergulat dengan wabah baru. Sejumlah negara yang tidak begitu berdampak, kini menyaksikan lonjakan kasus maupun kematian,” Tedros menambahkan.

4. Gejala dan cara pencegahan virus corona

Astaga, Pandemik COVID-19 Diprediksi Berlangsung Hingga Puluhan TahunWarga memakai masker pelindung mengendarai sepeda di Wuhan, Pprovinsi Hubei, Tiongkok, pada 14 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama Virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini disebut COVID-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Tiongkok, pada akhir Desember 2019. Virus ini telah menyebar ke wilayah lain di Tiongkok dan ratusan negara, termasuk Indonesia.

Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Hingga saat ini belum ada obat atau vaksin yang mampu membunuh Virus Corona. Kendati, persentase kesembuhan COVID-19 cukup tinggi. Di beberapa negara seperti Vietnam angka kesembuhannya mencapai 100 persen. Bahkan, beberapa pakar kesehatan menyebut COVID-19 bisa sembuh sendiri jika imun penderitanya bagus. Sebaliknya, rata-rata angka kematian akibat corona berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per Selasa (17/3), sebesar 4,07 persen. Sementara di Indonesia, hingga Kamis (19/3) mencapai 8,37 persen.

Bagaimana gejala virus corona? Infeksi COVID-19 bisa menyebabkan penderitanya mengalami gejala flu, seperti demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala atau gejala penyakit infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Tapi dalam beberapa kasus, pasien positif Corona tak menunjukkan gejala khusus.

Hari pertama, penderita virus corona mengalami demam atau suhu tinggi, nyeri otot, dan batuk kering. Sebagian kecil diare atau mual beberapa hari sebelumnya. Ada juga yang hilang penciuman. Hari kelima, penderita kesulitan bernapas, terutama penderita lansia atau mereka yang memiliki penyakit kronis.

Hari ketujuh, menurut penelitian Universitas Wuhan, gejala yang dialami penderita mulai semakin parah. Penderita biasanya perlu dirawat di rumah sakit. Hari kedelapan, penderita dengan kasus yang parah memperlihatkan sindrom gangguan pernapasan akut. Paru-parunya dipenuhi cairan dan kesulitan bernapas hingga menyebabkan gagal napas.

Hari ke-10, penderita dengan kasus ringan mengalami sakit perut dan kehilangan napsu makan. Hanya sebagian penderita yang meninggal dunia. Hari ke-17, rata-rata penderita sembuh dari virus corona dan keluar dari rumah sakit.

Bagaimana mencegah virus corona? Sering mencuci tangan pakai sabun, gunakan masker bila batuk atau pilek, mengonsumsi gizi seimbang, hati-hati kontak dengan hewan, cukup istirahat dan olahraga, jangan konsumsi daging mentah, bila batuk, pilek, dan sesak segera ke fasilitas kesehatan.

Perlu diwaspadai juga bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis 9 Juli 2020 mengonfirmasi, COVID-19 dapat menular melalui udara (airborne). Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa penyakit tersebut cepat menyebar ke seluruh dunia. 

Karena itu, pada hari yang sama, WHO merilis panduan baru mengenai penularan COVID-19 melalui situs resminya. Ada beberapa pembaharuan yang perlu kamu tahu.

Penularan utama COVID-19 tetaplah melalui kontak dengan pasien. Baik kontak langsung, tidak langsung, atau berada di dekat mereka. WHO menyatakan hal ini terjadi karena pasien COVID-19 mengeluarkan droplet dari saluran pernapasan ketika berbicara, batuk, bersin, atau menyanyi. 

Cairan dari pernapasan tersebut bisa dibagi menjadi dua macam, yakni respiratory droplet (berukuran lebih dari lima hingga sepuluh mikrometer) dan droplet nuclei atau aerosol (berukuran kurang dari lima mikrometer). 

Respiratory droplet dapat mengenai orang lain yang berada dalam radius satu meter dengan pasien. Ketika cairan itu mengenai mata, hidung, dan mulut, maka besar kemungkinan mereka tertular. Sementara, droplet nuclei atau aerosol ditularkan melalui udara.

Kita sering mendengar istilah airborne, apa artinya?WHO menyatakan transmisi airborne terjadi ketika virus disebarkan melalui droplet nuclei atau aerosol yang tetap bisa menular ketika dilepaskan ke udara. Selain itu, droplet nuclei bisa menggantung di udara dalam jarak dan waktu lama. 

Sebelumnya, WHO juga menyatakan transmisi ini dimungkinkan ketika kita berada di lingkungan rumah sakit. Sebab ada sejumlah prosedur medis yang menghasilkan aerosol. Namun lingkup tersebut kini membesar. 

Mengutip laporan WHO, ada beberapa studi yang dilakukan di rumah sakit untuk mengamati keberadaan virus di udara. Ternyata walaupun tidak ada prosedur medis yang melibatkan aerosol, RNA SARS-CoV-2 tetap ditemukan di udara. Namun ada pula studi yang menentangnya. 

Terdapat pula bukti bahwa aerosol juga diproduksi ketika kita berbicara dan batuk. Karena itu, walaupun studi mengenai sifat airborne dari COVID-19 masih terbatas, ada baiknya untuk tetap menerapkan pencegahan berbasis airborne. 

Penularan airborne utamanya terjadi di ruangan yang tertutup, ramai, dan tidak ada ventilasi yang memadai. Contohnya ruangan gym, restoran, ruangan dengan pendingin AC, dan lain sebagainya.

Sementara Kepala Lembaga Biologi Molekuler EIjkman Prof Amin Soebandrio menyebutkan penyebaran COVID-19 melalui udara bukan penemuan baru. Dia sudah mencurigai sejak awal kemunculan COVID-19.

"Jika ada droplet (percikan ludah) kemudian ada aliran udara yang cukup kuat (COVID-19) bisa terbawa angin dan terbang karena volumenya jadi lebih kecil, relatif ringan karena kadar airnya berkurang," ujar dia saat dihubungi IDN Times, Selasa 7 Juli 2020.

Amin menerangkan COVID-19 bisa keluar bersama droplet yang dihasilkan ketika bersin atau batuk. Droplet yang menempel pada benda-benda yang tersentuh orang lain, bisa menularkan virus corona.

Namun, sebagian virus corona menyebar lewat udara (airborne) saat droplet berubah menjadi partikel yang lebih kecil dan mudah menyebar di udara.

"Sebagian besar memang menular melalui droplet, tapi dalam situasi tertentu bisa. Seperti di rumah sakit saat dilakukan prosedur pemasangan ventilator, penghisapan lendir, atau terapi nebulizer," jelas Amin.

Jika membutuhkan beberapa nomor telepon terkait virus corona, kamu bisa menghubungi beberapa nomor penting ini, yakni Hotline kemenkes (+62 812 1212 3119, 119 ext 9, (021) 521 0411), atau mengunjungi beberapa situs terkait virus corona antara lain kemkes.go.id, arcgis.org, jakarta.go.id, healthmap.org, jabarprov.go.id, cdc.gov, jhu.edu. Kamu juga bisa mengunjungi web resmi pemerintah daerah untuk mencari informasi terkait perkembangan virus corona di daerah kamu tinggal.

Baca Juga: [LINIMASA-3] Perkembangan Terkini Pandemik COVID-19 di Indonesia

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya