10 Tahun Pasca 'Arab Spring' di Mesir Banyak Orang Ditahan

Para pengkritik pemerintah banyak yang ditahan

Kairo, IDN Times - Pada 25 Januari 2021 merupakan satu dekade peringatan aksi revolusi Arab Spring di Mesir. Protes besar-besaran 10 tahun lalu terjadi di seluruh Mesir, terutama di pusat Tahrir Square yang terletak di ibu kota, Kairo. Unjuk rasa yang terus berlangsung selama beberapa hari berhasil memaksa pemimpin saat itu Hosni Mubarak turun dari jabatan presiden.

Namun, kini setelah satu dekade dimulainya aksi tersebut pemerintah saat ini dianggap tidak memberikan banyak perubahan dan dikabarkan banyak warga yang telah melarikan diri dari Mesir, ditahan karena protes terhadap pemerintah dan angka kemiskinan yang masih tinggi. Hal tersebut tentunya menjadi pertanyaan mengenai keberhasilan Arab Spring di Mesir.

1. Satu dekade setelah revolusi Arab Spring di Mesir ribuan orang telah melarikan diri

10 Tahun Pasca 'Arab Spring' di Mesir Banyak Orang Ditahan10 tahun pasca Arab Spring rezim saat dikabarkan telah membuat banyak rakyat Mesir kebur luar negeri karena tidak bisa melakukan protes dengan bebas. Twitter.com/Dr. Lucky Tran

Melansir dari Associated Press, setelah satu dekade peristiwa revolusi Arab Spring pemerintahan Presiden Abdel Fattah el-Sissi dianggap lebih menindas dan telah membungkam banyak suara protes. Karena hal tersebut dikabarkan ribuan orang telah melarikan diri dari Mesir.

Berdasarkan data dari Bank Dunia  ada peningkatan emigran dari Mesir sejak 2011. Sebanyak 3.444.832 emigran yang tersisa pada tahun 2017 jumlah tersebut hampir 60.000 lebih banyak dari pada tahun 2013. Namun, sulit mengetahui emigran merupakan karena faktor ekonomi atau politik. Mereka pindah ke Berlin, Paris, London, dan Turki selain di Eropa juga telah menetap di Qatar, Sudan, Malaysia dan Korea Selatan.

Mohamed Aboelgheit, sorang jurnalis meninggalkan Mesir setelah Presiden Abdel Fattah El-Sissi berkuasa, ia sulit menyuarakan pendapat dan setelah rekannya dipenjara dia meninggalkan Mesir. Taqadum al-Khatib, seorang akademisi yang meneliti bekas komunitas Yahudi Mesir di Jerman, mengatakan saat ini sulit kembali ke Mesir sebelumnya ia telah ditanyai tentang artikel, postingan media sosial, dan penelitiannya, yang kemudian paspornya diambil dan dipecat dari Universitas di Mesir.

Lalu ada Asma Khatib, seorang jurnalis yang meninggalkan Mesir setelah mendokumentasikan kekerasan selama protes pemulihan Morsi sebagai presiden yang menjadi kacau karena aksi militer dan lebih dari 600 orang terbunuh. Dia telah diadili tanpa kehadirannya di persidangan atas tuduhan spionase pada tahun 2015 dan divonis hukuman mati. Saat ini bersama dengan suaminya dan kedua anaknya ia mencari suaka ke Korea Selatan dan sudah hilang harapan untuk bisa kembali ke Mesir.

Sebagian besar warga Mesir di luar negeri yang melarikan diri belum aktif secara politik, namun mereka tetap berjuang menyuarakan pendapat yang sering harus berhadapan dengan tindakan keras.

2. Banyak tahanan di Mesir berada di penjara dengan kondisi buruk

10 Tahun Pasca 'Arab Spring' di Mesir Banyak Orang DitahanIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Baca Juga: Butuh Waktu, 5 Fakta Proses Mumifikasi di Masa Peradaban Mesir Kuno

Melansir dari Al Jazeera, Amnesti Internasional pada Senin, 25 Januari menyampaikan bahwa setelah perstiwa Arab Spring ribuan orang telah ditahan dalam kondisi penjara yang buruk. Penjara tersebut gelap, jendela kecil yang hampir tidak ada udara segar masuk, akses ke air yang sulit, dan makanan yang tidak sehat. Berdasarkan pengamatan mereka terhadap 67 tahanan di 16 penjara bahwa dalam kondisi penjara buruk tersebut telah menybabkan 10 orang meninggal selama masa tahanan dan dua meininggal setelah dibebaskan.

Philip Luther, direktur Amnesti Timur Tengah dan Afrika Utara menyampaikan dalam sebuah pernyataan tentang kondisi penjara di Mesir. Philip juga menyampaikan bahwa pemerintah menargetkan pengkritik pemerintah sebagai tahanan.

“Petugas penjara menunjukkan ketidakpedulian total terhadap kehidupan dan kesejahteraan tahanan yang berdesakan di penjara negara yang penuh sesak dan sebagian besar mengabaikan kebutuhan kesehatan mereka. Sangat disayangkan bahwa otoritas Mesir berusaha untuk mengintimidasi dan menyiksa pembela hak asasi manusia, politisi, aktivis dan lawan yang sebenarnya atau dianggap lawan dengan melarang perawatan kesehatan mereka. Jika penyangkalan menyebabkan rasa sakit atau penderitaan yang parah dan merupakan tindakan yang disengaja untuk tujuan hukuman, itu termasuk penyiksaan. Ada bukti bahwa otoritas penjara, dalam beberapa kasus mengutip instruksi dari National Security Agency (NSA), menargetkan tahanan tertentu untuk menghukum mereka karena dianggap menentang atau mengkritik pemerintah."

Menurut Human Rights Watch pada 2019 diperkirakan ada 60.000 tahanan politik di Mesir.

Menurut PBB diperkirakan ada 114.000 tahanan di penjara Mesir. Salah satunya mantan anggota parlemen, Zyad el-Elaimy yang ikut dalam protes 25 Januari 2011, yang telah mendapat perawatan karena kondisi kesehatannya. Lalu ada jurnalis Al Jazeera, Mahmoud Hussein yang telah ditahan sejak Desember 2016 ia ditahan tanpa ada dakwaan resmi dan tidak pernah disidang.

Kondisi penjara yang buruk telah dibantah oleh pemerintah. Untuk menepis hal tersebut pekan lalu Kementerian Dalam Negeri merilis video dari penjara Taurat yang dianggap kejam, ia menunjukkan bahwa tahanan dirawat dengan standar medis bagus dan diperbolehkan membaca, melukis dan membuat kue.

3. Perekonomian masih menjadi masalah utama

10 Tahun Pasca 'Arab Spring' di Mesir Banyak Orang Ditahan1 dekade Arab Spring di Mesir kemiskinan masih menjadi masalah yang sulit diatasi. Sumber:twitter.com/Thomson Foundation

10 tahun setelah perstiwa protes yang menumbangkan mantan presiden Hosni Mubarak, Mesir masih menghadapi masalah perekonomian sebagai masalah utama, di mana kosenterasi perekonomian masih banyak dikuasai kalangan kaya yang membuat jarak sosial antara kaya dan miskin semakin menjauh. 

Melansir dari DW, baru-baru ini, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly merilis data kemiskinan di Mesir, yang menunjukkan bahwa hampir 30 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan pada 2019-2020. Angka tersebut lebih baik dari dua tahun sebelumnya yang tingkat kemiskinan 32,5 persen.

Namun, Biro Pusat Mobilisasi dan Statistik Umum memiliki angka yang berbeda. Data mereka menunjukkan bahwa lima tahun lalu tingkat kemiskinan 28 persen dan kemudian mengalami kenaikan dua persen. "El-Sissi telah memfokuskan pada proyek prestise besar, yang disebut proyek gajah putih, yang, di atas segalanya, propaganda besar. efek. Dia dan sekelompok pengusaha dan jenderal mendapat manfaat dari ini. Tapi ini adalah proyek palsu yang tidak berdampak pada kehidupan warga," kata aktivis Hossam El-Hamalawy.

Shendi, pemimpin redaksi dan jurnalis surat kabar Al Mashhad bahwa Mesir telah mengalami kemajuan di bidang sosial.

"Kami sekarang memiliki pensiun jaminan sosial; beberapa proyek baru berfokus pada solidaritas dan martabat, dan beberapa daerah melihat langkah-langkah untuk meningkatkan infrastruktur. Sebuah revolusi berjalan seiring dengan ekspektasi dan harapan besar-besaran, yang pasti akan mengecewakan, karena kemajuan apa pun tampaknya kecil."

Kemajuan sosial juga diragukan pemerintah memang mengklaim ada kebebasan berbicara, tetapi telah menangkap aktivis, jurnalis dan para pengkritik lainnya, bahkan dilakukan tanpa melewati pengadilan.

Baca Juga: Mesir Kampanye Komuter Cegah Pelecehan Seksual di Kereta

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya