2 Kelompok Bersenjata Pendukung PM Libya Bentrok, 13 Tewas di Tripoli

Ada tiga warga sipil yang menjadi korban, termasuk anak-anak

Jakarta, IDN Times - Pasukan yang saling bersaing di ibu kota Libya, Tripoli, terlibat pertempuran sejak Kamis (21/7/2022) malam, hingga menewaskan 13 orang. Konflik ini melibatkan dua kelompok yang memiliki pengaruh besar di Tripoli, yaitu pasukan Al-Radaa dan Brigade Revolusioner Tripoli.

Kedua kelompok bersenjata itu merupakan pendukung setia Pemerintah Persatuan Nasional, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah. Sebelumnya kedua kelompok itu juga terlibat bentrokan pada 10 Juni, menyebabkan satu pejuang tewas.

Pertempuran itu adalah konflik terbaru di Libya yang mengalami perang saudara selama hampir satu dekade. Libya telah mengalami kebuntuan politik karena pemerintahannya terpecah menjadi dua, yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berbasis di Tripoli dan satunya lagi berada di bagian timur negara itu, di Tobruk.

Baca Juga: Kontak Tembak Kian Meluas, Ribuan Warga Tripoli Mulai Diungsikan

1. Kelompok yang saling bentrok merupakan pendukung pemerintah di Tripoli

2 Kelompok Bersenjata Pendukung PM Libya Bentrok, 13 Tewas di TripoliIlustrasi orang yang membawa senjata. (Unsplash.com/Kony)

Pemerintah yang berbasis di Tripoli menyampaikan, bentrokan itu menyebabakan 13 orang tewas. Melansir France 24, layanan ambulans di Tripoli memberitahu, tiga di antara korban tewas adalah warga sipil, termasuk seorang anak berusia 11 tahun.

Perselishan bersenjata itu juga menyebabkan 30 orang terluka. Warga sipil yang tewas merupakan korban sipil pertama dalam pertempuran di Tripoli sejak gencatan senjata 2020.

Misi PBB untuk negara itu telah menerima laporan adanya korban sipil dan mengecam tindakan itu, juga menyerukan penyelidikan terhadap konflik tersebut.

Pemerintah yang berbasis di Tripoli meminta agar semua pasukan yang bertikai untuk segera berhenti dan kembali ke pangkalan masing-masing. Untuk mengakhiri pertempuran pada Jumat, dikerahkan pasukan bersenjata lain yang disebut Brigade 444.

Belum ada keterangan mengenai pemicu bentrokan.

Baca Juga: Turki Dukung Tripoli, Mesir Setujui Pengerahan Pasukan ke Libya

2. Pertempuran membuat orang-orang terjebak

Melansir France 24, pertempuran itu menyebabkan ratusan perempuan yang menghadiri pernikahan di daerah itu terjebak, termasuk Maisa bin Issa dan saudara perempuannya.

"Alhamdulillah, ambulans datang dan menyelamatkan kami, kalau tidak kami akan terjebak di aula pernikahan di Ayn Zara, bermil-mil dari rumah kami di pusat kota. Itu benar-benar menakutkan dengan pengeboman dan tembakan."

Mokhtar al-Mahmoudi, seoang penduduk lokal menyampaikan pertempuran di ibu kota membuatnya dan keluarga harus bersembunyi semalaman di ruang bawah tanah, ia memberitahu anak-anaknya masih ketakutan.

Warga lainnya, Malek al-Badri menyampaikan dia memanfaatkan teleponnya untuk menghindari jalan utama agar bisa menuju ke jalan rumah ibunya. Dia yakin bahwa Tripoli akan terus mengalami kekacauan selama masih ada kelompok bersenjata.

Konflik bersenjata ini juga memaksa puluhan mahasiswa terjebak di asrama universitas di Tripoli dan harus menunggu bantuan agar bisa keluar. Laporan lainnya memberitahu bahwa orang-orang di ibu kota telah mengungsi ke kampus dan pusat medis terdekat.

Malek Merset, juru bicara layanan darurat dalam keterangannya menyampaikan bahwa ada 200 orang telah meninggalkan daerah konflik, beberapa di antaranya sedang menghadiri pesta pernikahan. Dia menyerukan agar penembakan dihentikan agar lebih banyak orang bisa pergi.

Baca Juga: Demonstran Libya: Kami Gak Akan Berhenti Sampai Semua Pejabat Mundur

3. Perselisihan pemerintahan di Libya

Melansir Associated Press, Libya telah mengalami kekacauan sejak Muammar Khadafi digulingkan dan terbunuh pada 2011 dalam pemberontakan yang didukung NATO. Kekacauan di negara itu telah memicu pemerintah terpecah antara pemerintahan saingan di timur dan barat. Keduanya masing-masing didukung oleh berbagai milisi bersenjata lengkap dan pemerintah asing.

Libya telah menyiapkan transisi ke pemerintahan terpilih, tapi rencana itu gagal setelah pemerintahan di Tripoli batal melaksanakan pemilu pada tahun lalu. Dalam proses yang didukung PBB itu, Dbeibah dimaksudkan untuk berbagi kekuasaan eksekutif dengan dewan di Tripoli sampai pemerintah terpilih dapat mengambil alih.

Gagalnya upaya untuk mengakhiri kebuntuan itu memicu seruan agar Dbeibah mengundurkan diri, tapi dia telah menolak untuk mundur, yang menimbulkan pertanyaan atas mandatnya.

Sebagai tanggapan atas pemilu yang batal parlemen yang berbasis di timur negara itu telah memilih perdana Fathy Bashagha, mantan menteri dalam negeri untuk menjalankan pemerintahan terpisah. 

Pada bulan Mei dilakukan upaya oleh Basghagha untuk menempatkan pemerintahannya di Tripoli, yang menimbulkan bentrokan yang menewaskan satu orang setelah itu ia mundur.

Sumber

1.https://amp.france24.com/en/africa/20220722-several-civilians-killed-in-militia-clashes-in-libyan-capital-tripoli

2.https://apnews.com/article/middle-east-africa-libya-tripoli-d37b602cba14de5292be9dc578bf3ecb

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya