Amazon Dituduh Buat Kebijakan Harga yang Tidak Adil

Amazon dianggap lakukan monopoli pasar

Washington, DC, IDN Times - Jaksa Agung District of Columbia (DC) Karl Racine pada hari Selasa (25/5/2021), waktu setempat mengajukan gugatan antimonopoli terhadap Amazon, raksasa ritel daring AS. Dalam gugatan itu Amazon dituduh telah melakukan tindakan menaikkan harga secara tidak adil bagi konsumen dan menekan inovasi.

1. Gugatan hanya berlaku di DC

Melansir dari CNBC News, Jaksa Agung Racine dalam gugatannya berusaha mengakhiri apa yang dia tuduhkan sebagai penggunaan ilegal dalam perjanjian harga Amazon untuk mengungguli persaingan. Gugatan tersebut juga meminta ganti rugi dan hukuman untuk mencegah perilaku serupa dan meminta pengadilan untuk menghentikan apa yang disebutnya kemampuan Amazon untuk merugikan persaingan melalui berbagai solusi yang diperlukan, yang dapat mencakup bantuan struktural, yang sering disebut sebagai bentuk perpisahan.

Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Tinggi DC, menuduh Amazon secara ilegal melakukan praktik monopoli dengan menggunakan ketentuan kontrak untuk mencegah penjual pihak ketiga menjual produk mereka dengan harga lebih rendah di platform lain. Kontrak tersebut dianggap menciptakan "harga dasar artifisial tinggi di seluruh pasar ritel online" dan perjanjian ini diklaim akan merugikan konsumen dan penjual pihak ketiga dengan mengurangi persaingan, inovasi, dan pilihan.

Amazon mewajibkan penjual pihak ketiga yang ingin berbisnis di platform mereka untuk mematuhi perjanjian solusi bisnisnya. Hingga 2019, Amazon memasukkan klausul dalam dokumen itu, yang disebut sebagai "ketentuan paritas harga", yang melarang penjual menawarkan produk mereka di pasar daring pesaing dengan harga lebih rendah daripada harga produk mereka yang jual di Amazon.

Pada saat pengawsan antimonopoli meningkat pada Maret 2019, Amazon diam-diam menghapus ketentuan tersebut. Setelah Amazon menghapus ketentuan paritas harga dari perjanjiannya dengan penjual pihak ketiga, Amazon menambahkan klausul yang hampir serupa, yang disebut sebagai "kebijakan harga yang adil", yang memungkinkan Amazon untuk "menjatuhkan sanksi" pada penjual yang menawarkan produk mereka dengan harga lebih rendah di pasar daring pesaing.

Gugatan ini hanya akan berlaku bagi pelanggaran yang terjadi DC, tapi Racine tidak mengesampingkan kemungkinan negara bagian lain atau penegak federal terlibat, dia menyampaikan merupakan hal umum bagi negara bagian lain untuk bergabung atau mengajukan klaim mereka sendiri begitu satu negara bagian mengajukan gugatan. Negara bagian California dan Washington juga telah sedang meninjau praktik Amazon tersebut.

Baca Juga: Amazon Prime Video, 7 Hal yang Perlu Kamu Ketahui 

2.  Setengah barang yang dijual Amazon dari penjual pihak ketiga

Amazon Dituduh Buat Kebijakan Harga yang Tidak AdilKantor Amazon Pickup & Returns di Philadelphia (unsplash.com/@bryanangelo)

Melansir dari Associated Press, perusahaan yang berbasis di Seattle menolak tuduhan tersebut, dengan mengatakan tuduhan Racine "akan memaksa Amazon untuk menampilkan harga yang lebih tinggi kepada pelanggan, anehnya bertentangan dengan tujuan inti dari undang-undang antimonopoli."

"Jaksa Agung DC benar-benar mundur, penjual menetapkan harga mereka sendiri untuk produk yang mereka tawarkan di toko kami. Amazon bangga dengan kenyataan bahwa kami menawarkan harga rendah untuk pilihan terluas, dan seperti toko mana pun, kami berhak untuk tidak menyoroti penawaran kepada pelanggan yang tidak diberi harga bersaing."

Amazon yang didirikan oleh Jeff Bezos salah satu orang terkaya di dunia ini disebut telah menguasai pasa ritel daring AS mencapai 50 persen hingga 70 persen.

Pasar pihak ketiga Amazon, dengan pedagang independen yang mencantumkan jutaan produk mereka ini memiliki sekitar 2 juta penjual di pasarnya. Setengah barang yang saat ini dijual di Amazon berasal dari penjual pihak ketiga. Amazon juga menghasilkan uang dengan membebankan biaya penjual pihak ketiga, yang pada 2021 menghasilkan pendapatan 24 miliar dolar AS (Rp343 triliun) dalam tiga bulan pertama naik 64 periode yang sama pada tahun 2020.

3. Komisi Eropa pernah menuduh Amazon melakukan monopoli

Melansir dari BBC, pada November 2020 perusahaan ritel daring terbesar itu didakwa menyalahgunakan aturan persaingan oleh Komisi Eropa, yang menemukan bahwa Amazon telah menggunakan data tentang penjual pihak ketiga yang menggunakan pasarnya untuk meningkatkan penjualan barang berlabel miliknya.

Amazon bersikeras membantah hal tersebut, produk label pribadinya dianggap baik untuk pelanggan dan menawarkan lebih banyak pilihan. Dalam suatu pernyataan terkait tuduhan itu perusahaan asal AS itu mengatakan. "Tidak ada perusahaan yang lebih peduli tentang bisnis kecil atau telah berbuat lebih banyak untuk mendukung mereka selama dua dekade terakhir daripada Amazon."

Perusahaan teknologi saat ini mendapatkan tantangan hukum terbaru dan menghadapi pengawasan yang meningkat, setelah melihat penjualan atau keanggotaan melonjak selama pandemik. Facebook dan Google, misalnya, telah dikecam sebagai "terlalu kuat" di pasar mereka oleh regulator di AS dan di Inggris.

Amazon merupakan salah satu perusahaan yang menikmati keuntungan meningkat selama pandemik. Penjualan Amazon telah melonjak karena konsumen terpaksa tinggal di rumah karena pembatasan terkait virus corona. Dalam tiga bulan pertama tahun 2021, Amazon melaporkan keuntungan hingga 8,1 miliar dolar AS (Rp116 triliun), jumlah tersebut tiga kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca Juga: Jeff Bezos Menjual Sebagian Saham Amazon Miliknya

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya