Diabaikan Staf Medis, Remaja China Meninggal saat Karantina COVID-19

Baru dibawa ke rumah sakit setelah kondisi memburuk

Jakarta, IDN Times - Perempuan berusia 14 tahun di China, Guo JinJin, meninggal di fasilitas karantina COVID-19 setelah permintaan keluarganya untuk bantuan medis diabaikan, dilaporkan pada Kamis (20/10/2022).

Kematian gadis muda itu membuat keluarganya meminta keadilan dan mengunggah sebuah video, yang menunjukkan remaja itu mengalami gemetar dan kejang-kejang di tempat tidur sebelum kematiannya.

1. Tidak ada bantuan medis di fasilitas karantina

Diabaikan Staf Medis, Remaja China Meninggal saat Karantina COVID-19Ilustrasi ruang perawatan di rumah sakit. (Unsplash.com/Adhy Savala)

Guo Lele, ayah dari gadis itu dalam video yang diunggah di Douyin, nama lokal TikTok di China, mengatakan bahwa JinJin yang kondisinya memburuk tidak mendapatkan perawatan. Dia menyampaikan putrinya mulai mengalami kejang, dehidrasi, dan gemetar pada Minggu.

"Petugas kesehatan di pusat tidak merawatnya, bahkan tidak ada yang bertanya. Saya meminta Komite Pusat Partai Komunis China dan Komisi Inspeksi Disiplin untuk menyelidiki pengabaian pemerintah Ruzhou dan mengembalikan nyawa putri saya!" kata Guo dalam video lain yang diunggah oleh bibi JinJin, dikutip dari BBC.

JinJin mengalami demam selama dua hari setelah dibawa ke pusat karantina di Ruzhou di Henan pada Jumat pekan lalu. Dia baru dibawa ke rumah sakit pada Senin sore, setelah kondisinya semakin memburuk. Namun, nyawa remaja itu tidak bisa diselamatkan.

Belum ada keterangan apakah JinJin menjalani karantina karena terinfeksi virus corona atau kontak dekat dari orang yang terpapar virus tersebut.

Terkait kematian JinJin, pejabat kota Ruzhou belum memberikan tanggapan secara resmi. Juru bicara di pemerintahan menyampaikan bahwa dia mengetahui kasus tersebut, tapi tidak memiliki komentar resmi dari atasannya.

Baca Juga: Admiral AS Minta Pasukannya Bersiap Hadapi Invasi China di Taiwan

2. Keluhan atas kebijakan pemerintah

Video yang diunggah keluarga JinJin banyak dibagikan di media sosial, tapi mulai banyak dihapus setelah adanya sensor. Video telah menarik simpati publik dan memicu kemarahan di media sosial, di mana banyak orang-orang mengekspresikan kemarahan atas perlakuan terhadap JinJin dan mengkritik kebijakan ketat pemerintah dalam mengekang penyebaran virus.

"Saya sangat marah. Mengapa mereka tidak memberinya pil saja?" Tulis salah satu pengguna.

Yang lain berkata, "Selalu seperti ini. Tidak ada yang akan pernah berubah."

Karantina yang diterapkan China telah membuat warganya mengeluh karena dalam karantina banyak anak ditempatkan dalam gedung terpisah dengan keluarga. Hal itu juga dialami JinJin.

Seorang ibu, Lu, mengatakan bahwa putranya yang berusia 12 tahun ketakutan dan menderita setelah berhari-hari berada di pusat karantina.

"Anak saya tidak tahan lagi. Mereka (pihak berwenang) tidak mengizinkan mereka kembali. Dia anak kecil, dia tidak tahan sendirian di satu ruangan untuk waktu yang lama," katanya kepada BBC.

Orang tua lain mengatakan, kematian JinJin semakin membuat mereka khawatir. Para orang tua menyampaikan bahwa fasiltas karantina kurang memiliki perawatan yang layak untuk anak di bawah umur, dan mengalami masalah kekurangan staf. 

3. Kebijakan nol COVID Beijing

Diabaikan Staf Medis, Remaja China Meninggal saat Karantina COVID-19Ilustrasi COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)

Melansir Daily Mail, China menerapkan kebijakan nol COVID yang ketat untuk melawan penyebaran virus. Di Beijing, lockdown semakin diperketat karena Partai Komunis China menggelar kongres pekan ini. 

Beijing telah menyerukan pemeriksaan yang lebih ketat terhadap individu berisiko dan pemeriksaan terhadap orang-orang yang memasuki tempat-tempat ramai, termasuk pasar swalayan dan pusat kebugaran. Selain itu, diterapkan juga pembatasan aktivitas selama tiga hari di beberapa kompleks perumahan yang dicurigai memiliki kasus.

Beijing pada Kamis melaporkan 18 kasus baru yang ditularkan secara lokal, sehingga penghitungan selama 10 hari terakhir menjadi 197 kasus. Jumlah itu empat kali lebih banyak dari 49 kasus yang terdeteksi dalam periode 10 hari sebelumnya. Secara nasional, ada 962 kasus kasus baru yang dilaporkan, 751 di antaranya tidak menunjukkan gejala.

Meski sedang menerapkan tindakan ketat, ada laporan bahwa China sedang mempertimbangkan untuk memangkas waktu karantina untuk mereka yang memasuki negara itu, yaitu dari 10 hari menjadi tujuh hari.

Saat ini, China mengharuskan para pelancong untuk mengisolasi selama 10 hari saat masuk ke negara itu, dengan tujuh hari di kamar hotel, diikuti tiga hari pemantauan di rumah. Pengurangan itu membuat masa karantina menjadi dua hari di hotel dan kemudian lima hari di rumah.

Baca Juga: Staf Kedubes China Pukuli Demonstran Pro-Demokrasi di Inggris

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya