Kenya Gagal Jaga Perempuan Dari Kekerasan Selama Pandemik

Sebagian korban tidak melapor ke pihak berwenang

Jakarta, IDN Times - Human Rights Watch (HRW), sebuah kelompok hak asasi manusia internasional menuduh pemerintah Kenya telah gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi perempuan dari kekerasan, terutama saat pembatasan COVID-19.

Tuduhan itu berdasarkan laporan HRW yang dirilis pada hari Selasa (21/9/2021) menunjukkan pemerintah kurang dalam memastikan layanan kesehatan, ekonomi, dan sosial tersedia bagi perempuan selama pembatasan. Laporan itu juga mengatakan pelaku kekerasan tidak diselidiki lebih lanjut.

1. Terjadi lonjakan kekerasan yang signifikan pada 2020

Melansir dari Devex, kegagalan yang diklaim termasuk tidak memprioritaskan dan memasukkan peringatan dini, pengumpulan data, dan langkah-langkah perlindungan dalam rencana anggaran pandemik untuk perempuan. Menurut Agnes Odhiambo, peneliti hak-hak perempuan di HRW, dalam jumpa pers laporan itu, mengatakan kegagalan berkontribusi terhadap lonjakan kekerasan.

Odhiambo menyampaikan pembatasan aktivitas selama pandemik telah membuat wanita kehilangan mata pencarian mereka dan harus bergantung pada pria, terkadang dapat mengalami ketidakseimbangan kekuatan yang memicu terjadinya kekerasan. Dia meminta pemerintah selama pandemik tidak hanya fokus pada bantuan uang, tapi juga perlindungan pada perempuan.

Dalam laporan ini menunjukkan kekerasan kepada wanita melonjak hingga 301 persen selama dua minggu pertama pembatasan antara Maret hingga April 2020. Menurut Pusat Penelitian Kejahatan Nasional melaporkan telah terjadi peningkatan 87,7 persen kasus kekerasan berbasis gender antara April hingga Juni 2020.

Kenya memiliki jumlah tempat penampungan terrbatas untuk para penyintas kekerasan, selain itu kurang memiliki sumber daya, terutama selama pembatasan tahun lalu, pemerintah tidak membebaskan pekerja pelayanan sosial dari pembatasan jam malam, pembebasan jam malam baru diberikan pada Maret tahun ini.

Laporan itu juga memberikan kabar bagus yaitu mengenai pemerintah yang telah meningkatkan perlindungan kekerasan berbasis gender sejak wabah virus corona menyebar, tapi pemerintah diharapkan dapat berbuat lebih mengigat tingginya peningkatan kasus.

2. Para perempuan mengalami pelecehan seksual berkelanjutan dari laki-laki

Kenya Gagal Jaga Perempuan Dari Kekerasan Selama PandemikIlustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Baca Juga: Korupsi, Mantan Menpora Kenya Didenda 32.000 Dolar AS

Melansir dari Al Jazeera, hasil laporan ini termasuk hasil wawancara terhadap 13 perempuan penyintas kekerasan gender yang dilakukan antara Juni 2020 hingga Februari 2021. Dari hasil temuan itu HRW menerima laporan mengenai kekerasan yang dialami perempuan dan anak perempuan, termasuk pelecehan seksual, pemukulan, pengusiran, dipaksa menikah, dan dipaksa sunat.

Menurut laporan tersebut, kekerasan yang terjadi kebanyakan terjadi di lingkungan sekitar dan dilakukan anggota keluarga dekat, termasuk suami. Mereka yang diwawancarai mengatakan mereka mengalami tindakan pelecehan seksual secara terus-menerus dari laki-laki di sekitar mereka, beberapa di antaranya menawarkan mereka dengan makanan atau pembalut sebagai imbalan seks.

Dalam salah satu kasus, seorang gadi bernama Juliet, berusia 16 tahun yang tinggal di pemukiman informal di ibu kota, Nairobi mengalami pelecehan seksual dari seorang pria yang menahannya selama empat hari. Juliet baru bia lepas dari perbuatan keji itu setelah diselamatkan oleh tetangga dan dirawat di rumah aman di Nairobi.

3. Sebagian besar korban tidak melapor ke polisi karena yakin tidak akan dibantu

Kenya Gagal Jaga Perempuan Dari Kekerasan Selama PandemikIlustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Unsplash.com/Alex Green)

Melansir dari VOA News, dari laporan HRW diketahui sebagian besar korban pelecehan tidak melaporkan ke pihak berwenang karena mereka yakin tidak akan memperoleh bantuan. Selain itu ada keyakinan kasus mereka baru akan ditanggapi jika memberikan sejumlah uang.

Beverline Ongaro yang bertugas di kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan kepada wartawan bahwa mereka akan menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk memastikan para penyintas mendapatkan perlindungan dan keadilan hukum. Ongaro mengigatkan agar perilaku kekerasan tidak ditoleransi, karena hal itu melanggar hak asasi para korban.

Dalam menangani kekerasan berbasis gender pemerintah telah mengeluarkan sejumlah undang-undang. Selain itu telah ada panduan khusus untuk polisi, personel medis khusus, dan pejabat pengadilan dalam menangani kekerasan berbasis gender. 

Namun, penanganan di Kenya seringkali tidak bisa berjalan lancar karena pelaku memanfaatkan koneksi yang dimiliki jika punya atau menyuap kepolisian. Selain itu kepolisian dilaporkan juga terlibat dalam kekerasan terhadap perempuan terutama saat krisis, termasuk kekerasan setelah pemilu.

Sistem penanganan kekerasan berbasis gender di Kenya dianggap HRW tidak memadai, terutama di masa krisis seperti pada saat pemilu sebelumnya, sehingga pemerintah diminta perlu segera memperbaiki sistem, terutama di masa krisis COVID-19 saat ini dan menjelang pemilu tahun depan.

Baca Juga: Kisah Pasar Gelap Jual Beli Bayi di Kenya 

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya