Konflik Tigray, AS Berlakukan Pembatasan Visa Pada Ethiopia

Pasukan Eritrea saat ini masih berada di Tigray 

Washington, IDN Times - Pemerintah AS pada hari Minggu (23/5/2021), waktu setempat, mengumumkan bahwa akan menerapkan pembatasan bantuan ekonomi dan keamanan yang diberikan kepada Ethiopia karena pertempuran di Tigray. Selain itu pembatasan visa AS juga akan diberikan kepada pihak yang dianggap bertanggung jawab atas krisis di Tigray.

Saat ini dilaporkan bahwa masih ada kekejaman dan bantuan kemanusiaan yang dihalangi di wilayah Tigray. Hal itu membuat Perdana Menteri Abiy Ahmed Ali semakin mendapat tekanan internasional.

1. Pembatasan visa juga berlaku untuk pejabat Eritrea

Melansir dari DW, tindakan AS ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken, dia pada hari Minggu menyampaikan bahwa keputusan ini untuk mendesak penyelesaian krisis di wilayah Tigray. Selain pembatasan visa untuk Ethiopia pemerintah AS juga menerapkan hal serupa kepada pejabat Eritrea, yang dituduh berkontribusi pada perang enam bulan di Tigray.

Blinken, mengatakan bahwa pembatasan itu menargetkan. "Pejabat pemerintah saat ini atau mantan Ethiopia atau Eritrea, anggota pasukan keamanan, atau individu lain, untuk memasukkan pasukan regional dan tidak teratur Amhara dan anggota Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) - bertanggung jawab atas, atau terlibat dalam, merusak resolusi krisis di Tigray."

Konflik di Tigray meletus pada November 2020. Dalam krisis itu Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengirim pasukan ke wilayah Tigray, yang menyebabkan TPLF melancarkan serangan terhadap tentara Ethiopia pada November 2020.

TPLF, yang pernah berkuasa di Tigray memisahkan diri dari koalisi yang sekarang berkuasa di Ethiopia, TPLF pernah menjadi partai dominan di negara itu dan melakukan perang berkepanjangan dengan tetangganya Eritrea. Abiy sejak itu dituduh memihak pasukan Eritrea dalam mengejar pemimpin TPLF yang sekarang buron.

2. Jutaan orang di Tigray terancam kelaparan

Konflik Tigray, AS Berlakukan Pembatasan Visa Pada EthiopiaPotret warga Tigray yang berada di kamp pengungsian. (Twitter.com/UN OCHA Ethiopia)

Menurut laporan dari The Guardian pada bulan Maret bahwa hampir 2 ribu orang tewas dalam lebih dari 150 pembantaian oleh tentara, paramiliter, dan pemberontak di Tigray telah diidentifikasi namanya oleh para peneliti yang mempelajari konflik tersebut. Korban tertua berusia dilaporkak berusia 90-an dan yang termuda adalah bayi. Sejauh ini sulit untuk menentukan korban tewas akibat konflik tersebut, tetapi jumlah korban kemungkinan akan mencapai puluhan ribu, dan mungkin tidak akan pernah diketahui.

Melansir dari The Guardian, badan-badan pemberi bantuan pada pekan lalu menyampaikan bahwa saat ini jutaan orang di Tigray terancam kelaparan. Pimpinan WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus merupakan orang Ethiopia, yang berasal dari Tigray, mengatakan pada konferensi pers di Jenewa bahwa situasi saat ini di wilayah tersebut sangat "mengerikan". “Hampir lima juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan… dan banyak yang mulai meninggal karena kelaparan, dan kekurangan gizi yang parah dan akut menjadi merajalela."

PBB pada pekan lalu mengeluh tentang meningkatnya insiden di mana kargo bantuan telah dihentikan dan kendaraan atau persediaan kemanusiaan disita "oleh pihak-pihak yang terlibat konflik".

Baca Juga: Kisah Adibe Ahmed, Warga Ethiopia yang Ingin Punya Rumah di Indonesia

3. Pemerintah Ethiopia diminta bertanggung jawab atas kekejaman di Tigray

Konflik di Tigray telah menimbulkan permusuhan etnis mereka warga Tigray menurut penyelidikan Reuters bulan Mei 2021, telah ditangkap, dilecehkan, dipecat atau diskors dari pekerjaan mereka, atau rekening tabungan mereka dibekukan sementara. 

Melansir dari Reuters, Blinken dalam pengumuman hari Minggu juga menyampaikan AS mendesak pemerintah Ethiopia untuk memenuhi komitmen publik untuk meminta pertanggungjawaban semua pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia, untuk melindungi warga sipil, dan untuk memastikan akses kemanusiaan tanpa hambatan. Blinken juga mendesak. "Pemerintah Eritrea untuk memenuhi komitmen publiknya dan segera mengembalikan pasukannya ke wilayah Eritrea yang diakui secara internasional."

Saat ini tekanan dari pihak internasional semakin ditujukan kepada pemerintah Ethiopia untuk menunjukkan tanggung jawab karena laporan kekejaman di Tigray meningkat. UE telah menangguhkan pembayaran dukungan anggaran di tengah laporan pemerkosaan geng brutal, pembunuhan massal warga sipil dan penjarahan luas di wilayah utara.

Ethiopia mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia dan baik Ethiopia maupun Eritrea telah menjanjikan penarikan pasukan Eritrea. Namun, permintaan itu telah dilakukan berulang kali dan pasukan Eritrea masih tetap berada di Tigray. 

Pada 21 Mei 2021 Ethiopia untuk pertama kalinya menuduh pasukan dari tetangganya Eritrea membunuh 110 warga sipil dalam konflik di Tigray.

Baca Juga: Negosiasi GERD Buntu, Sudan Ancam Ethiopia

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya