Lebih Dari 2 Juta Orang Inggris Miliki Gejala Panjang COVID-19

Efek gejala masih perlu diteliti lebih lanjut

London, IDN Times - Sebuah penelitian yang dirilis pada Kamis (24/6/12), menunjukkan bahwa lebih dari dua juta orang di Inggris mungkin mengalami gejala jangka panjang setelah terkena virus corona. Gejala yang dialami dilaporkan bertahan setidaknya selama 12 minggu atau sekitar tiga bulan.

1.  Memiliki satu atau lebih gejala virus corona selama 12 minggu.

Lebih Dari 2 Juta Orang Inggris Miliki Gejala Panjang COVID-19Ilustrasi virus corona. (Unsplash.com/CDC)

Dilansir BBC, selama penelitian, yang berlangsung antara September 2020 dan Februari 2021, para sampel penelitian ditanya apakah mereka memiliki gejala COVID-19, yang telah dikonfirmasi atau dicurigai, dan tentang keberadaan dan durasi 29 gejala yang berbeda.

Dari hasil tersebut ditemukan bahwa ada sekitar 37 persen yang terinfeksi virus tersebut mengaku mengalami setidaknya satu gejala yang berlangsung selama 12 minggu atau lebih, kemudian ada hampir 15 persen mengatakan mereka memiliki tiga gejala atau lebih selama setidaknya 12 minggu.

Dilansir Sky News, dalam studi REACT-2 Imperial College London ini berdasarkan 508.707 orang dewasa yang mengambil bagian dalam studi.  Dalam penelitian ini orang-orang ini dibagi menjadi dua kelompok, gejala yang paling umum untuk kelompok pertama adalah kelelahan dan nyeri otot, sedangkan yang paling umum untuk kelompok kedua adalah sesak napas, sesak di dada, dan nyeri dada.

Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa penelitian ini didasarkan pada orang-orang yang melaporkan gejala mereka sendiri. Karena banyak dari gejalanya yang umum dan tidak unik pada virus, yang mungkin melebih-lebihkan prevalensi COVID-19 karena tidak semua gejala terkait dengan virus corona.

2. Orang tua lebih mungkin memiliki gejala yang lama

Lebih Dari 2 Juta Orang Inggris Miliki Gejala Panjang COVID-19Ilustrasi pasien lanjut usia yang sedang menjalani pemeriksaan gejala virus corona. (Unsplash.com/CDC)

Baca Juga: 5 Pemain asal Inggris yang Kariernya Bersinar di Luar Inggris

Dilansir Reuters, dalam riset ini juga menunjukkan bahwa mereka yang lanjut usia lebih mungkin menderita COVID-19 yang lama, dengan kemungkinan peningkatan 3,5 persen setiap dekade kehidupan. Selain itu ditemukan juga prevalensi yang lebih tinggi dari gejala persisten di antara wanita, perokok, orang yang kelebihan berat badan, tinggal di daerah miskin atau dirawat di rumah sakit, meskipun hasil menunjukkan lebih rendah di antara orang-orang dari etnis Asia.

Terkait riset gejala jangka panjang pada mereka yang telah terinfeksi COVID-19, Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock bahwa hasil itu membantu dalam menangani perawatan.

"COVID panjang dapat memiliki dampak yang bertahan lama dan melemahkan kehidupan mereka yang terkena dampak. Studi seperti ini membantu kami dengan cepat membangun pemahaman kami tentang dampak dari kondisi tersebut dan kami menggunakan temuan ini dan penelitian baru lainnya untuk mengembangkan dukungan dan perawatan."

3. Layanan kesehatan Inggris membuka lebih dari 80 layanan penilaian gejala jangka panjang

Lebih Dari 2 Juta Orang Inggris Miliki Gejala Panjang COVID-19Ilustrasi petugas medis yang memeriksa orang yang memiliki gejala virus corona. (Pexels.com/MART PRODUCTION)

Gejala jangka panjang dari COVID-19 masih sangat minim diketahui dampaknya, karena itu pemerintah Inggris telah menyediakan dana 50 juta pound sterling Inggris (Rp1 triliun) untuk penelitian. Selain itu pemerintah telah membuka lebih dari 80 layanan penilaian gejala jangka panjang COVID-19 untuk membantu mereka yang menderita penyakit tersebut.

Dilansir Sky News, profesor Paul Elliott, direktur program React di Imperial College London, menyampaikan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran tentang efek kesehatan yang jangka panjang setelah dinyatakan positif.

"Temuan kami memang melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan tentang konsekuensi kesehatan jangka panjang dari COVID-19, yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan dan perencanaan. COVID yang lama masih kurang dipahami, tetapi kami berharap melalui penelitian kami bahwa kami dapat berkontribusi untuk identifikasi dan pengelolaan kondisi ini dengan lebih baik, yang menurut data kami dan orang lain pada akhirnya dapat memengaruhi jutaan orang di Inggris saja."

Helen Ward, profesor kesehatan masyarakat, yang juga berasal dari Imperial College London, menambahkan bahwa para peneliti masih belum tahu gejala akan bertahan berapa lama karena belum pernah melakukan penelitian sebelumnya.

Baca Juga: Pasca Brexit, Inggris Mulai Negosiasi untuk Gabung di CPTPP

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya