Menkeu AS Serukan Tarif Pajak Minimum Perusahaan Global

Tarif tersebut dianggap akan merugikan pekerja

Washington, IDN Times - Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada hari Senin, 5 April di Chicago Council on Global Affairs menyampaikan bahwa pemerintah akan mengajukan tarif pajak perusahaan minimum global. Upaya ini dilakukan karena pemerintahan Biden menghadapi penentangan terhadap rencananya untuk menaikkan tarif pada bisnis AS.

1. Tarif pajak perusahaan akan meningkat dari 21 persen menjadi 28 persen

Melansir dari The Guardian, Yellen menyampaikan hal tersebut ketika Partai Republik dan beberapa anggota Demokrat telah mendorong kembali tagihan investasi infrastruktur 2,3 triliun dolar AS (Rp33 kuadriliun) yang diusulkan Presiden Biden pekan lalu.

Yellen dalam sambutannya kepada Chicago Council on Global Affairs mengatakan, "daya saing lebih dari sekadar bagaimana perusahaan-perusahaan yang bermarkas di AS bersaing dengan perusahaan lain dalam tawaran merger dan akuisisi global. Ini tentang memastikan bahwa pemerintah memiliki sistem pajak yang stabil yang meningkatkan pendapatan yang cukup untuk berinvestasi pada barang-barang publik yang penting dan menanggapi krisis, dan bahwa semua warga negara secara adil menanggung beban pembiayaan pemerintah.”

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) telah membuat aturan pajak baru yang akan mencakup tarif pajak minimum global kepada perusahaan multinasional.

Apa yang disampaikan Yellen di Chicago Council on Global Affairs merupakan berlawanan dengan kebijakan di era pemerintahan Trump. Yellen menyampaikan bahwa perlunya kerja sama internasional. “Selama empat tahun terakhir, kami telah melihat secara langsung apa yang terjadi ketika Amerika mundur dari panggung global. Amerika pertama 'tidak boleh berarti 'Amerika sendiri'."

Dalam rencana ini pajak perusahaan akan menjadi 28 persen, dalam tarif sebelumnya 21 persen dan meningkatkan pajak minimum yang dibayarkan atas pendapatan asing perusahaan AS sambil mempersulit perusahaan milik asing beroperasi dengan AS untuk mengalihkan keuntungan ke negara dengan pajak rendah. Perusahaan-perusahaan AS saat ini membayar kira-kira 13 persen untuk pendapatan luar negeri.

“Proposal Presiden Biden yang diumumkan minggu lalu menyerukan tindakan domestik yang berani, termasuk menaikkan tarif pajak minimum AS, dan memperbarui keterlibatan internasional, mengakui bahwa penting untuk bekerja sama dengan negara lain untuk mengakhiri tekanan persaingan pajak dan erosi basis pajak perusahaan. Kami bekerja sama dengan negara-negara G20 untuk menyetujui tarif pajak perusahaan minimum global yang dapat menghentikan perlombaan ke bawah," kata Yellen.

2. Pajak minimum global dianggap tidak membantu negara-negara miskin

Menkeu AS Serukan Tarif Pajak Minimum Perusahaan GlobalIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Melansir dari Al Jazeera, kritik dan pertentangan terhadap pemberlakukan pajak minimum perusahan global muncul. Menurut Direktur studi kebijakan pajak Cato Institute, Chris Edwards kebijakan itu dianggap tidak akan membantu negara-negara berpenghasilan rendah dalam mendapatkan manfaat dari perusahaan yang melakukan bisnis. “Saya pikir memiliki pajak minimum global tidak adil bagi negara-negara miskin. Itu melanggar semua kedaulatan kita."

Cato Institute juga menyampaikan bahwa aturan tarif pajak itu akan meningkatkan uang yang dikumpulkan dari perusahaan sebesar 38 persen, selain itu menaikkan tarif pajak di AS akan menyebabkan perusahaan AS memindahkan keuntungan dan investasinya ke luar negeri dan memangkas biaya.

“Jika kami meminta Amazon atau General Electric untuk membayar lebih banyak pajak, mereka pada akhirnya akan membayar pekerja mereka lebih sedikit. Ini semacam permainan kucing dan tikus, (pemerintahan Biden) ingin menaikkan tarif pajak perusahaan yang akan memindahkan investasi ke luar negeri dan kemudian mereka mencoba membuat aturan untuk mencegahnya," kata Edwards.

Tarif yang diajukan itu dianggap oleh Veronique de Rugy, peneliti senior di Mercatus Center dari George Mason University, mengatakan Al Jazeera bahwa para pekerja akan paling terdampak jika perusahaan dikenakan pajak lebih.

“Sulit untuk melihat bagaimana menaikkan pajak pendapatan perusahaan, yang bebannya pada akhirnya akan ditanggung oleh pekerja dan pemegang saham, akan membantu mengatasi ketidaksetaraan. Selain itu, menaikkan biaya perusahaan akan menyebabkan berkurangnya investasi pada aset tetap dan itu tidak membantu siapa pun mengingat sektor swasta adalah pendorong kepemilikan infrastruktur dan investasi infrastruktur."

Baca Juga: Joe Biden Bakal Tunjuk Janet Yellen Jadi Menteri Keuangan AS?

3. Ekonomi AS telah tertekan karena pandemik

Melansir dari Al Jazeera, Yellen menyampaikan bahwa saat ini virus corona telah memperdalam ketimpangan ekonomi negara negara. Di AS, jutaan orang Amerika kehilangan pekerjaan mereka dan banyak bisnis kecil terpaksa  harus menutup usahanya secara permanen. Berbagai pekerja dengan upah rendah masih merasakan penderitaan ekonomi paling parah dalam krisis yang disebabkan pandemik. Tingkat pengangguran di AS menurut data statistik tenaga kerja sebesar 6 persen, namun data itu tidak termasuk orang-orang yang telah berhenti mencari pekerjaan, Yellen memberitahu bahwa saat ini tingkat pengangguran di AS mendekati 9 persen.

Pemerintahan Biden bersiap untuk kembali ke sistem multilateralisme yang kuat, terlibat dalam pasar global dan melindungi serta menegakkan sistem berbasis aturan. Ekonomi dunia yang stabil yang memerangi kemiskinan dan mendorong inklusi menguntungkan AS, namun hal itu sulit terlaksana terlalu banyak negara berpenghasilan menengah dan rendah yang kekurangan pembiayaan untuk mendukung perekonomian mereka dan terkendala dalam kemampuan mereka untuk membeli vaksin virus corona.

Yellen memperingatkan bahwa krisis saat ini dapat menyebabkan kemiskinan dan ketidaksetaraan yang mengakar yang membalikkan kemajuan selama beberapa dekade. Negara-negara berpenghasilan rendah berisiko tertinggal dan mungkin tidak mengakses vaksin yang mereka butuhkan setidaknya hingga 2023, dan dalam beberapa kasus dikhawatirtkan hingga 2024. Yellen memuji rencana IMF yang berupaya memperluas hak penarikan khusus mata uang artifisial yang dapat ditukar dengan mata uang fisik, sebesar 650 miliar dolar AS, dalam upaya memberi negara berkembang likuiditas yang dibutuhkan untuk membeli vaksin dan menjaga perekonomian tetap bertahan.

Melansir dari BBC, Yellen menyampaikan dalam hubungan ekonomi AS dan Tiongkok pemerintah era Biden akan melakukan pendekatan yang lebih lembut terhadap ancaman perekomian Tiongkok, yang masih terlibat dalam perang dagang dengan AS. Dia mengatakan bahwa AS tetap akan bersaing dengan Tiongkok, dan bisa bekerja sama, tapi tetap akan bersaing di tempat yang seharusnya.

Baca Juga: Joe Biden Bakal Tunjuk Janet Yellen Jadi Menteri Keuangan AS?

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya