Pantai Gading Desak Mali Bebaskan 49 Tentara Perdamaiannya

Para tentara diklaim sebagai dukungan misi perdamaian PBB

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Pantai Gading mendesak Mali untuk segera membebaskan 49 tentaranya yang ditangkap di bandara internasional di Bamako pada Minggu (10/7/2022). Mali menangkap para tentara itu karena menuduh mereka tiba secara ilegal di teritori Mali.

Para tentara datang membawa senjata dan amunisi perang mereka, serta peralatan militer lainnya sehingga Mali menganggap mereka sebagai bagian dari tentara bayaran.

Namun, pemerintah Pantai Gading menyampaikan para tentara itu ialah bagian mekanisme dukungan misi perdamaian PBB dan meminta Mali membebaskan mereka.

1. Tuduhan tentara bayaran

Pantai Gading Desak Mali Bebaskan 49 Tentara PerdamaiannyaIlustrasi tentara. (Unsplash.com/Specna Arms)

Abdoulaye Maiga, juru bicara pemerintah Mali dalam keterangan di televisi pemerintah pada Senin malam menyampaikan para tentara yang ditangkap bekerja untuk Sahel Aviation Services (SAS), sebuah perusahaan yang dikontrak oleh misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Mali atau MINUSMA. 

Dalam keterangannya itu Maiga mengatakan bahwa pemerintah Mali ingin mengakhiri perlindungan SAS oleh pasukan asing dan meminta perusahaan itu mempercayakan keamanannya kepada pasukan Mali.

Melansir VOA News, Maiga menyampaikan penetapan sebagai tentara bayaran berdasarkan definisi dari Konvensi Uni Afrika (UA) tentang Penghapusan Tentara Bayaran di Afrika. 

Konvensi UA pada 1977 menetapkan untuk menghentikan aktivitas tentara bayaran di benua Afrika karena menganggap dapat menimbulkan ancaman besar terhadap kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan pembangunan yang harmonis dari negara-negara anggota UA.

Baca Juga: Guinea: Presiden Pantai Gading Menemui Junta Militer

2. Pantai Gading menjelaskan para tentara merupakan bagian dari dukungan misi perdamaian PBB

Pantai Gading Desak Mali Bebaskan 49 Tentara PerdamaiannyaIlustrasi tentara. (Unsplash.com/Pixabay)

Melansir Associated Press, Pantai Gading membantah bahwa 49 orang itu merupakan tentara bayaran, dengan menyebut tentara itu merupakan bagian dari Angkatan Darat Pantai Gading. Mereka terbang ke Mali sebagai bagian mekanisme dukungan misi perdamaian PBB, yang disepakati untuk kontingen negara-negara penyumbang pasukan perdamaian PBB.

"Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani pada Juli 2019 antara Pantai Gading dan PBB, dan sesuai dengan kontrak dukungan keamanan dan logistik yang ditandatangani dengan SAS, tentara Pantai Gading hadir di Bandara Bamako. Sejak tanggal itu, 7 kontingen telah bergantian secara berkala di situs ini, tanpa kesulitan," kata Pantai Gading dalam keterangannya, pada Selasa (12/7/2022).

Pantai Gading menyampaikan bahwa dokumen rotasi ke-8 kontigen mereka telah dikirim ke otoritas bandara Mali bersama dengan Kementerian Luar Negeri dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mali.

“Tidak ada tentara Pantai Gading dari kontingen ini yang memiliki senjata dan amunisi ketika dia turun dari pesawat. Senjata kontingen, sebagaimana diizinkan oleh PBB untuk perlindungan pribadi dan kasus-kasus pertahanan diri dan sesuai dengan prosedur dalam masalah itu, berada di pesawat kedua," lanjut Pantai Gading.

Dewan Keamanan Nasional Pantai Gading meminta Mali untuk segera membebaskan 49 tentara tersebut, juga menegaskan bahwa insiden ini tidak akan membuat pihak berwenang Pantai Gading berhenti bekerja untuk menjaga iklim perdamaian dan persaudaraan antara kedua negara. Dewan itu juga meminta warga untuk tetap tenang sambil menunggu pembebasan tentara.

Baca Juga: Pemimpin ISIS di Mali Berhasil Ditangkap Prancis

3. Mali dituduh bekerja sama dengan tentara bayaran dari Rusia

Pantai Gading Desak Mali Bebaskan 49 Tentara PerdamaiannyaIlustrasi tentara. (Pexels.com/Pixabay)

Olivier Salgado, juru bicara MINUSMA dalam keterangannya pada hari Senin menjelaskan bahwa tentara itu bukan bagian dari salah satu kontingen MINUSMA, tapi bagian dari dukungan logistik atas nama salah satu kontingen MINUSMA.

Mali sendiri telah menghadapai tuduhan bekerja sama dengan Wagner, sebuah tentara bayaran dari Rusia. Tuduhan itu telah dibantah dan menyampaikan bahwa pasukan yang dianggap tentara bayaran merupakan instruktur militer dari Rusia.

Namun, dalam beberapa insiden di Mali tengah dan utara, penduduk setempat, wartawan, dan kelompok hak asasi manusia mengklaim telah menyaksikan tentara bayaran Rusia melakukan pelanggaran hak asasi manusia saat bekerja dengan pasukan Mali.

Mengenai pelanggaran kemanusiaan, junta militer Mali pada bulan Juni menyampaikan tidak akan mengizinkan PBB untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Mali, termasuk dugaan tentara Mali membunuh 300 warga sipil pada April.

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya