PBB Butuh 5,5 Miliar Dolar AS untuk Cegah 34 Juta Orang Kelaparan

Tingkat kelaparan di dunia terus meningkat

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan PBB yang dipimpin oleh AS pada hari Kamis, 11 Maret menyampaikan bahwa untuk mencegah 34 juta orang mengalami kelaparan di lebih dari tiga lusin negara akibat konflik, dibutuhkan dana sebesar 5,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp78,7 triliun.

Pada akhir tahun 2020 menurut PBB bahwa lebih dari 88 juta orang menderita kelaparan akut di negara-negara yang terus dilanda konflik dan ketidakstabilan, yang meningkat 20 persen dibandingkan tahun 2019 dan di tahun ini peningkatan diperkirakan akan terus berlanjut.

1. 270 juta orang menghadapi krisis kelaparan

PBB Butuh 5,5 Miliar Dolar AS untuk Cegah 34 Juta Orang KelaparanPenyaluran bantuan pangan di Sudan Selatan. Sumber:twitter.com/WFP South Sudan

Melansir dari Associated Press, David Beasley, direktur eksekutif World Food Program (WFP) telah memperingatkan Dewan Keamanan PBB setahun yang lalu bahwa COVID-19 dapat meningkatkan jumlah dari 135 juta orang menjadi 270 juta orang menghadapi krisis kelaparan. Apa yang dikhawatirkan Beasley tampaknya mulai terjadi di 2021, yang saat ini ekonomi dunia masih terpuruk akibat pandemik.

Kelaparan telah menimpa berbagai negara dan Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa tanpa penanganan segera kelaparan akan terus meningkat terutama di wilayah seluruh Sahel dan Tanduk Afrika, dan meningkat pesat di Sudan Selatan, Yaman dan Afghanistan. Di beberapa wilayah Yaman, Sudan Selatan dan Burkina Faso juga telah mengalami kelaparan dan diperkirakan ada lebih dari 150.000 orang berisiko mengalami kelaparan.

Guterres menyampaikan bahwa ada lebih dari 34 juta orang yang sudah menghadapi tingkat darurat kerawanan pangan akut dan diperlukan 5,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp78,7 triliun untuk mengatasi masalah tersebut. Guterres mengumumkan bahwa dia akan membentuk Satuan Tugas Tingkat Tinggi demi Mencegah Kelaparan, yang akan dipimpin oleh kepala kemanusiaan PBB Mark Lowcock.

Gabriela Bucher, direktur eksekutif organisasi bantuan yang berbasis di Inggris, Oxfam International, mengatakan kepada dewan tentang kegagalan mengatasi kelaparan sebelum krisis COVID-19 “dan ketidaksetaraan yang merajalela serta perubahan iklim yang begitu sering memicu konflik, telah membuat kita berebut untuk menghindari kelaparan di seluruh dunia."

“Mari kita perjelas: kelaparan adalah gejala dari masalah yang lebih dalam. Krisis kelaparan yang berkembang sedang terjadi di dunia di mana delapan perusahaan makanan dan minuman terbesar membayar lebih dari 18 miliar dolar AS (Rp257,7 triliun) kepada pemegang saham tahun lalu. Dividen itu saja sudah lebih dari tiga kali lipat dari yang kita minta bantuan hari ini untuk mencegah bencana. Tidak ada kekurangan makanan, yang ada kekurangan kesetaraan," kata Bucher.

2. Konflik dan kelaparan saling berkaitan

Baca Juga: Pembelaan Militer Myanmar ke PBB Usai Tewaskan 70 Orang

Konflik telah lama dikaitkan dengan kelaparan yang melanda berbagai negara yang terus mengalami gejolak perseteruan yang menimbulkan krisis pangan. Melansir dari Hindustan Times, dalam pertemuan dengan dewan Guterres menyampaikan bahwa berbagai kelaparan disebabkan oleh konflik, dia berpesan "jika Anda tidak memberi makan orang, Anda memberi makan konflik. Kita perlu mengatasi kelaparan dan konflik jika kita ingin menyelesaikan keduanya."

Guterres megatakan selama lima tahun konflik di Yaman telah membuat 4 juta orang mengungsi dan banyak yang mati karena kelaparan, sekitar setengah dari anak-anak berusia kurang dari lima tahun menghadapi kekurangan gizi akut pada tahun 2021 dan sekitar 16 juta orang terancam kekurangan pangan.

Sementara di Sudan Selatan 60 persen orang mengalami kelaparan, yang disebabkan oleh kekerasan sporadis kronis, cuaca ekstrem dan dampak ekonomi terganggu akibat pandemik, sehingga mengancam lebih dari 7 juta orang ke dalam krisis pangan akut. Harga makanan disana sangat mahal, Guterres menjelaskan bahwa "satu piring nasi dan kacang-kacangan harganya lebih dari 180 persen dari gaji harian rata-rata, setara dengan sekitar 400 dolar AS (Rp5,7 juta) di sini di New York."

Kongo juga menghadapi krisis kelaparan yang disebabkan oleh konflik. Guterres bahwa Kongo, "mengalami krisis pangan terbesar di dunia tahun lalu, dengan hampir 21,8 juta orang menghadapi kelaparan akut antara Juli dan Desember."

Kemudian di Afghanistan dilaporkan bahwa hampir 17 juta orang mengalami krisis pangan, di Nigeria, 13 juta dan di Suriah, yang memasuki dekade kedua perang saudara pada hari Senin, 12 juta orang yang terancam kelaparan.

3. Krisis di Tigray buat pasokan makanan menipis dan malnutrisi meningkat

PBB Butuh 5,5 Miliar Dolar AS untuk Cegah 34 Juta Orang KelaparanPemberian bantuan makanan untuk warga Tigra yang terdampak konfil selama berbulan-bulan. Sumber:twitter.com/UN OCHA Ethiopia

Melansir dari VOA News, konflik di Tigray, Ethiopia yang berlangsung selama beberapa bulan telah memperburuk situasi, karena persediaan makanan semakin menipis dan malnutrisi meningkat. Konflik tersebut melibatkan pemerintah pusat dengan dan bekas partai yang pernah berkuasa di kawasan itu, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).

Menurut WPF, sebelum pertempuran meletus pada November tahun lalu di Tigray lebih dari satu juta orang telah bergantung pada bantuan makanan dan akibat konflik tersebut diperkirakan lebih dari 3 juta orang saat ini membutuhkan bantuan makanan.

Dalam pertemuan dengan dewan tersebut ada sebuah sesi khusus yang membahas masalah di Ethiopia. Linda Thomas-Greenfield perwakilan AS untuk PBB menanggapi situasi di negara Afrika tersebut dengan mengatakan, “aktor di Ethiopia, termasuk pasukan Eritrea dari perbatasan Ethiopia, telah membatasi akses kemanusiaan ke daerah pedesaan di mana kebanyakan orang Tigray tinggal. Kami tidak bisa membiarkan situasi ini semakin memburuk."

Taye Atske Selassie utusan Ethiopia untuk PBB, dalan pernyataan tertulis kepada dewan menyampaikan bahwa kekurangan pangan di Ethiopia merupakan kesalahan TPLF. Dia menyampaikan bahwa konflik telah menghancurkan infrastruktur dan membuat warga sipil mengungsi, dalam mengatasi konflik dia menyampaikan bahwa pemerintah bersedia terlibat secara konstruktif dengan komunitas internasional.

Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Kutuk Kudeta Militer Myanmar

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya