PBB: Libya Lakukan Kejahatan Perang dan Kemanusiaan Sejak 2016

Sejak 2011 Libya telah terpuruk

Jakarta, IDN Times - Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang menugaskan tim independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kemanusian di Libya telah merilis hasil temuannya pada Senin (4/10/2021). Laporan penelusuran itu menemukan Libya telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan, penyiksaan, perbudakan, pembunuhan, dan pelecehan seksual sejak 2016.

Laporan ini juga menyampaikan semua pihak yang terlibat dalam pertikaian di Libya, termasuk pihak asing telah melakukan pelanggaran. Temuan ini menjadi sensitif bagi pemerintah transisi Libya yang akan mengadakan pemilu presiden pada akhir tahun ini. Libya belum memberikan tanggapan mengenai laporan misi pencari fakta PBB.

1. Libya dituduh telah menganiyaya para migran yang ingin menuju Eropa

PBB: Libya Lakukan Kejahatan Perang dan Kemanusiaan Sejak 2016Ilustrasi Pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Melansir dari Associated Press, penyelidikan di Libya ini menunjukkan penjaga pantai Libya yang dilatih Uni Eropa untuk mencegah migran melintasi mediterania telah melakukan pelanggaran kemanusian. Tempat penampungan migran dituduh telah melakukan penyiksaan dan kekerasan seksual.

Negara tersebut sering menjadi tempat transit para migran dari Afrika dan Timur Tengah yang ingin menuju Eropa untuk mengupayakan kehidupan yang lebih baik. Laporan itu menyampaikan Libya sejak 2016 telah mencegat 87 ribu migran, termasuk sekitar 7 ribu orang yang saat ini berada di penampungan yang dikelola oleh Departemen Pemberantasan Migrasi Ilegal.

Chaloka Beyani, seorang profesor hukum London School of Economics dari Zambia dan pakar hak asasi manusia PBB, yang terlibat dalam penyelidikan ini mengatakan kebijakan untuk mencegah para migran menuju Eropa telah berubah menjadi tindakan kekerasan.

Sehari sebelum laporan ini dirilis, Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB telah merilis sebuah laporan yang menunjukkan Libya pada hari Jumat telah melakukan tindakan keras pada migran dengan menahan 5.152 migran di kota Gargaresh, Libya barat. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat.

Pihak berwenang telah mendistribusikan para migran ke pusat-pusat penampungan di ibu kota Tripoli, yang setidaknya ada 4.187 migran, termasuk 511 wanita dan 60 anak-anak, dikirim ke satu tempat yang menampung migran, tapi fasilitas itu diperkirakan telah melebihi kapasitas.

2. Penjara di Libya telah melakukan pelanggaran kemanusiaan

PBB: Libya Lakukan Kejahatan Perang dan Kemanusiaan Sejak 2016Ilustrasi penjara. (Unsplash.com/Emiliano Bar)

Melansir dari Al Jazeera, laporan itu juga mengatakan penjara di Libya telah melakukan pelanggaran kemanusiaan, bahkan beberapa tahanan dilaporkan disiksa setiap hari. Tracy Robinson salah satu penyelidik di laporan ini mengatakan negara dan milisi telah melakukan penahanan sewenang-wenang di penjara rahasia terhadap mereka yang dianggap mengancam.

Robinson mengatakan kekerasan  yang terjadi di penjara Libya telah berpotensi menjadi kejahatan kemanusiaan.

Penyelidikan di Libya ini dilakukan oleh Mohamed Auajjar, Beyani, dan Robinson. Auajjar merupakan pemimpin dalam penyelidikan ini. Investigasi ini memperoleh temuannya dengan mengumpulkan dan meninjau ratusan dokumen, mewawancarai lebih dari 150 orang dan melakukan penelusuran di Libya, Tunisia, dan Italia.

Penyeledikan ini bermula pada Juni 2020, ketika Dewan Hak Asasi Manusia PBB, menyerukan misi pencarian fakta untuk dikirim ke Libya. Para ahli diminta untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter internasional yang dilakukan di Libya sejak 2016. Langkah itu mendapat dukungan pemerintah Libya.

Laporan tersebut akan disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa pada 7 Oktober 2021.

Baca Juga: 2 Tewas dalam Insiden Helikopter Jatuh di Libya Timur

3. Penyelidikan juga membahas tentara bayaran yang beroperasi di Libya

Melansir dari The Guardian, dalam laporan ini penyidik menyampaikan ada kecurigaan yang masuk akal mengenai tentara bayaran dari perusahaan militer swasta Rusia yang dikenal sebagai Wagner, telah melakukan kejahatan perang dengan membunuh, dengan bukti mereka melepaskan tembakan langsung ke orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran di Libya.

Laporan PBB pada 2020 menunjukkan Wagner telah menyediakan antara 800 dan 1.200 tentara bayaran untuk mendukung serangan Khalifa Hifter dalam serangan selama 14 bulan di ibu kota Tripoli.

Sejak 2011 Libya yang memiliki banyak cadangan minyak ini telah hancur oleh konflik, yang diawali dengan penggulingan dan pembunuhan pemimpin saat itu Muammar Gaddafi, yang didukung NATO. Lengsernya Gaddafi telah membuat terjadinya konflik berkepanjangan untuk berebut kekuasaan.

Libya sejak 2014 telah terpecah oleh pemerintahan yang berperang, dengan pihak yang berada di wilayah barat didukung oleh Turki dan pihak di bagian timur negara itu dibantu pasukan swasta Rusia. Saat ini negara itu telah lebih tenang setelah gencatan senjata disetujui pada Oktober tahun lalu.

Auajjar yang ikut menyelidiki menyampaikan konflik di Libya sejak 2016, termasuk pertempuran pada 2019-2020 di Tripoli, telah menyebabkan warga Libya menderita. Aujjar mengatakan serangan udara di Libya dan ranjau yang ditinggal oleh tentara bayaran telah menewaskan banyak orang. Konflik di Libya juga menyebabkan hancurnya fasilitas kesehatan yang berdampak pada akses ke perawatan kesehatan.

Baca Juga: Usir Turki dari Negaranya, Menlu Libya Dituntut Mundur

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya