Pemilu Presiden Bukina Faso Berlangsung Saat Keamanan Warga Terancam

Kekerasan di Bukina Faso semakin meningkat

Bukina Faso, IDN Times - Tahun 2020 banyak negara di benua Afrika yang menyelenggarakan pemilu, termasuk Bukina Faso yang menyelanggarakan pemilu presiden dan legislatif pada 22 November di saat kekerasan ekstremis yang memakai nama agama sedang meningkat.

Akibat kekerasan yang terjadi di Bukina Faso banyak warga harus mengungsi, yang menyebabkan mereka tidak bisa menggunakan hak piih mereka. Para warga merasa ketakutan dan tidak bisa mengakses tempat pemungutan suara, melansir dari The Independent.

1. Banyak warga kehilangan hak memilih

Pemilu Presiden Bukina Faso Berlangsung Saat Keamanan Warga TerancamFoto Presiden Bukina Faso Roch Marc Christian Kaboré. Sumber: twitter.com/Roch KABORE

Kekerasan yang terjadi di Bukina Faso sedang sering terjadi dan menyebabkan para warga tida bisa menggunakan hak pilihnya, karena mengungsi dan tidak berani pergi ke tempat pemilihan. Kekerasan dilakukan kelompok ekstremis yang menggunakan nama Islam, melansir dari The Independent.

Pemilu di November tahun ini menjadi pemilu kedua yang diadakan secara demokratis, sejak merdeka dari Prancis pada tahun 1960. Pemilu demokratis pertama berlangsung lima tahun lalu setelah pemberontakan yang menggulingkan Presiden Blaise Compaore, yang berkuasa dalam kudeta militer selama hampir 30 tahun.

Pemilu presiden di Bukina Faso diikuti presiden saat ini Roch Marc Christian Kabore dan 12 calon presiden lainnya, termasuk Eddie Komboigo, seorang akuntan kaya berusia 56 tahun, yang mewakili CDP (Congress for Democracy and Progress), melansir dari France 24.

Komisi Pemilihan Independen Nasional (CENI) memakai helikopter untuk megakses pendaftaran di tempat yang sulit dijangkau, yang sempat terhenti karena virus corona. Yacouba Bambyam Ouedraogo, direktur komunikasi CENI mengatakan bahwa 95% negara telah tercakup dengan menambahkan lebih dari 1 juta pemilih. Sementara itu laporan pejabat lokal mengatakan ada lebih dari 1.000 desa yang tidak terjangkau memiliki banyak penduduk. Empat dari 11 komune di provinsi Sanmatenga tidak sepenuhnya tercakup dan banyak orang terlewat, kata Youssouf Ouedraogo, presiden komisi pemilihan kota di Kaya yang memiliki banyak pengungsi, melansir dari The Independent.

Memurut laporan Reuters, setidaknya 400.000 orang, atau hampir 7% dari pemilih tidak dapat memberikan hak suara karena tidak bisa menjagkau tempat pemungutan suara.

Baca Juga: Dinilai Curang, Pejabat Pemilu AS Nilai Pilpres 2020 Paling Aman

2. Lebih dari 1 juta orang harus mengungsi 

Pemilu Presiden Bukina Faso Berlangsung Saat Keamanan Warga TerancamIlustrasi Penampungan Pengungsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Kekerasan ekstrimis yang mengaitkan agama Islam telah menyebabkan banyak korban di Bukina Faso. Menurut Proyek Lokasi & Data Peristiwa Konflik ada hampir 10% korban meninggal di Provinsi Sanmatenga, yang tahun ini ada 2.000 kematian akibat serangan. Saat ini diperkirakan ada lebih dari 1 juta orang harus keluar dari rumah mereka untuk mencari perlindungan.

Bahkan orang-orang di kota-kota besar, seperti kota Kaya yang ada sekitar 500.000 pengungsi mereka kemungkinan tidak bisa memberikan hak suara di bulan November. Banyak dari pengungsi meninggalkan rumah mereka tanpa membawa kartu identitas, sehingga tidak bisa memilih,  melansir dari The Independent.

3. Keamanan warga di pemilu tidak diperhatikan

Pemilu Presiden Bukina Faso Berlangsung Saat Keamanan Warga TerancamFoto Presiden Bukina Faso Roch Marc Christian Kaboré. Sumber: twitter.com/Roch KABORE

Di bulan July, Bukina Faso mengubah undang-undang pemilu yang berlaku berdasarkan wilayah tempat orang dapat memberikan suara, sebelumnya mengharuskan pemberian suara dilakukan di seluruh wilayah. Keputusan tersebut membuat para kandidat khawatir tidak mendapatkan suara di legislatif, karena mereka memiliki banyak pendukung di desa-desa yang tidak terjagkau akibat adanya serangan, melansir The Independent.

Peraturan ini telah membuat banyak warga kehilangan hak suaranya Chrysogone Zougmore, presiden Burkinabe Movement for Human Rights mengatakan peraturan ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa memberikan rasa aman.

Presiden Roch Marc Christian Kabore, yang pelopor pemilu saat ini telah melakukan kampanye dengan mengusung,  "perdamaian dan kemenangan bagi rakyat kita". Akan tetapi, serangan telah meningkat dan pemerintahannya selama lima tahun telah dirusak kelompok penyerang, melansir dari France 24.

Serangan juga dialami politisi dan pemimpin komunitas, di bulan Juli, walikota Pensa dibunuh saat menuju ke Kaya dan di bulan Agustus, Imam Besar Djibo diculik dan dibunuh di provinsi Soum Sahel. Meski pemerintah mengatakan akan memberikan keamananan dalam pemilu para pejabat menyatakan bahwa mereka tidak yakin dengan kemananan saat ini. Anggaran 157 juta dolar yang dianggarkan untuk pemilihan November dan pemilihan kota tahun depan dikabarkan tidak ada anggaran untuk mengamankan jalan dan tempat pemungutan suara, melansir dari The Independent.

Serangan di ibu kota telah meningkat menjelang pemungutan suara, yang membuat tentara berpatroli. Seorang warga juga mengungkapkan bahwa kondisi Bukina Faso saat ini membuatnya tidak bisa memilih presiden petahana.

“Saya tidak bisa memilih presiden. Di bawah rezimnya ada semua masalah ini. Kami ingin seseorang yang bisa memimpin dengan lebih baik." kata Tapsoba Ali, yang dikutip dari Reuters.

Baca Juga: [BREAKING] Gereja Katolik Burkina Faso Diserang, 6 Orang Tewas

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya