PM Sudan, Hamdok, Umumkan Kabinet Baru Pemerintah

Kabinet baru akan memperbaiki perekonomian 

Khartoum, IDN Times - Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdok menunjuk kabinet baru yang akan membantunya dalam memimpin Sudan pada Senin, 8 Februari. Para anggota kabinet baru terdiri dari berbagai kelompok, termasuk para pemimpin dari kelompok pemberontak yang menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah di ibu kota Sudan Selatan, Juba, pada bulan Oktober 2020.

Kabinet ini akan menjadi reformasi pemerintahan yang berusaha membawa Sudan keluar dari perekonomian buruk yang telah  menyengsarakan rakyat.

1. Ada 20 menteri baru

PM Sudan, Hamdok, Umumkan Kabinet Baru PemerintahPerdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok pertahankan enam menteri dalam kabinet sebelumnya . Sumber:twitter.com/مكتب رئيس الوزراء - السودان

Melansir dari VOA News, pengumuman kabinet baru dalam pemerintahannya dilakukan Perdana Menteri Hamdok pada Senin malam yang disiarkan televisi secara nasional. Dalam kabinet baru ini ada 20 menteri baru. Beberapa menteri baru tersebut adalah pemimpin pemberontak di Darfur, Gibril Ibrahim yang menjabat menteri keuangan, posisi menteri luar negeri baru ditempati Mariam Assadiq Al Mahdi, pemimpin Partai Umma yang populer dan merupakan putri mantan perdana menteri Sadiq Al-Mahdi, dan Khalid Omer dari Partai Kongres Sudan dipilih sebagai menteri urusan kabinet.

Untuk menteri pendidikan umum belum ditunjuk oleh Hamdok karena memerlukan "konsultasi lebih lanjut" ia mengatakan bahwa posisi itu akan segera diisi. Dalam perombakan kabinet ini ada enam menteri yang dipertahankan, termasuk Menteri Kehakiman Nassruddin Abdulbari dan Menteri Pertahanan Yasin Ibrahim.

Dalam pidato kabinet barunya Hamdok menyampaikan bahwa kabinet ini "inklusif".

“Kabinet ini datang sebagai hasil dari konsensus politik untuk diskusi panjang yang memakan waktu berbulan-bulan dan kami semua prihatin bagaimana menjaga negara ini dari tahap kehancuran. Seperti yang Anda amati di daerah kami, ada banyak konflik dan tantangan. Banyak negara runtuh dalam beberapa tahun terakhir dan sebagai orang Sudan, kita tidak harus mengikuti jejak mereka di negara kita."

2. Perombakan setelah kesepakatan damai

Melansir dari Al Jazeera, perombakam dalam kabinet ini terjadi setelah adanya kesepakatan perdamaian yang ditandatangani pemerintah dengan dengan beberapa kelompok pemberontak pada Oktober tahun lalu. Perdamaian dan kabinet baru ini dilakukan untuk mengakhiri konflik di Darfur dan Sudan selatan, yang memberikan jabatan kepada kelompok pemeberontak di pemerintahn transisi, dan berperan dalam transisi menuju pemilu pada 39 bulan mendatang.

Menurut para pengamat kesepakatan damai dan penunjukan badan transisi yang lama tertunda adalah langkah-langkah penting, meskipun penggantian teknokrat yang memenuhi syarat dengan tokoh-tokoh politik dapat menimbulkan tantangan dalam pemerintahan.

Perdamaian ini tidak mengakhiri kekerasan di Darfur yang masih terus berlanjut. Wilayah Darfur yang miskin ini dipenuhi senjata dan persaingan sengit atas tanah air tetap berlangsung. Menurut PBB konflik di Darfur sejak 2003 telah menyebabkan sedikitnya 300.000 orang tewas dan 2,5 juta orang mengungsi.

Pada kabinet dalam pemerintahan transisi sebelumnya telah melakukan perubahan dalam hukum Sudan dan memulihkan kebebasan di seluruh negeri. Pada bulan Desember Sudan telah dihapus oleh AS dari daftar negara yang mendukung terorisme. AS juga memberi Sudan pinjaman 1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp14 triliun dalam bantuan untuk melunasi hutang kepada World Bank dan International Monetary Fund (IMF), yang membuka jalan bagi Sudan menerima bantuan keuangan yang diperbarui.

Baca Juga: Bentrokan di Sudan Sebabkan 48 Korban Jiwa

3. Warga protes biaya kebutuhan hidup yang meningkat tajam

Kabinet baru ini akan berusaha memperbaiki ekonomi Sudan yang terpuruk selama dipimpin oleh Omar Al-Bashir akibat beberapa dekade disanksi oleh AS, perang saudara yang terjadi dan kemerdekaan Sudan Selatan di 2011 yang kaya akan minyak. Sudan telah menghadapi inflasi yang parah, mata uang terpuruk dan pasar gelap yang berkembang pesat, yang menyebabkan protes terjadi dalam beberapa pekan terakhir atas memburuknya ekonomi.

Melansir dari Africa News, protes di Sudan telah meletus pada hari Selasa di kota pelabuhan utama, Darfur yang bergolak dan bagian lain Sudan atas melonjaknya biaya untuk kebutuhan hidup. Biaya bahan-bahan utama untuk membuat roti telah dikabarkan telah meningkat tajam.

Para demonstran di Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan, melemparkan batu ke arah polisi dan membakar beberapa toko di pasar utama. Pengunjuk rasa berusaha dibubarkan polisi dengan gas air mata, mereka menyerukan "Tidak untuk harga tinggi, tidak untuk kelaparan." Di kota Port Sudan ibu kota dari negara bagian Red Sea para pelajar juga ikut melakukan protes yang membuat sekolah dan toko ditutup. Demonstrasi serupa juga terjadi di wilayah lain, termasuk negara bagian Kordofan Utara.

Protes atas kesulitan ekonomi telah dilakukan warga dalam beberapa pekan terakhir di ibu kota Khartoum dan negara bagian timur Gedaref, yang dianggap sebagai lumbung pangan Sudan. Kasus penjarahan dan perampokan dilaporkan terjadi di Gedaref.

Melansir dari VOA News, kenaikan harga juga terjadi pada bahan bakar setelah pemerintah menghentikan subsidi yang merupakan bagian dari program reformasi yang dipantau IMF, yang imbasnya membuat tarif transportasi dan harga bahan pokok meningkat tajam. Dalam mengakhiri krisis tersebut pemerintah transisi Sudan berharap program reformasi akan membuka pintu untuk pinjaman pembangunan dan investasi asing langsung.

Baca Juga: AS Kucurkan 828 Juta Dolar AS untuk Bantuan ke Sudan dan Suriah

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya