Referendum Swiss Dukung Sertifikat Kesehatan COVID-19

Aturan dianggap melanggar sejumlah hak konstitusional

Jakarta, IDN Times - Swiss pada hari Minggu (28/11/2021) menyelenggarakan referendum mengenai undang-undang yang memberikan dasar hukum pemberlakuan sertifikat kesehatan COVID-19. Hasil referendum menunjukkan sebagian besar warga Swiss mendukung langkah pemerintah untuk mencegah penyebaran virus di tengah kekhawatiran terhadap varian Omicron.

1. 62,01 persen pemilih Swiss mendukung undang-undang

Referendum Swiss Dukung Sertifikat Kesehatan COVID-19Ilustrasi layar ponsel yang menampilkan sertifikat vaksin. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Melansir dari Reuters, setifikat kesehatan ini dapat berupa bukti vaksinasi COVID-19, pemulihan, atau hasil tes negatif, yang diperlukan untuk mengakses bar, restoran, dan tempat umum lainnya. Dari hasil referendum menunjukkan undang-undang tersebut didukung oleh 62,01 persen pemilih.

Undang-undang itu juga akan memberikan bantuan keuangan kepada orang-orang yang terkena dampak dari krisis COVID-19, aturan ini telah disahkan pada awal tahun ini, tapi harus mendapat pertentangan dari penolak bukti kesehatan.

Setelah pemungutan suara dilakukan Menteri Kesehatan Alain Berset menyerukan solidaritas, dia meminta orang-orang untuk menerima hasil referendum dan bersama-sama mengendalikan penyebaran virus. Barset juga mengigatkan bahwa saat ini Swiss sedang menghadapi ancaman dari varian baru Omicron.

Swiss telah berusaha menghindari aturan yang semakin ketat untuk mengekang virus, bahkan ketika kasus mendekati rekor tertinggi. Namun, adanya varian Omicron telah membuat khawatir global dan negara itu. Swiss pada hari Jumat dan Sabtu memberlakukan pembatasan perjalanan baru untuk membendung penyebaran varian baru tersebut.

Pemerintah telah mewajibkan penggunaan masker di banyak tempat umum di dalam ruangan. Selain itu ada saran agar lebih banyak orang bekerja dari rumah.

2. Penentang sertifikat kesehatan

Referendum Swiss Dukung Sertifikat Kesehatan COVID-19Ilustrasi layar ponsel yang menampilkan sertifikat vaksin. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Baca Juga: Surplus Perdagangan Indonesia ke Swiss Mencapai Rp16,1 Triliun

Melansir dari France 24, sertifikat kesehatan dianggap para penentangnya dapat mencipatkan sistem yang diskriminatif. Negara itu menghadapi kemarahan yang meningkat atas pembatasan untuk mengekang pandemik, dan tekanan untuk divaksinasi, menentang pembatasan COVID-19 telah berkembang di sebagian besar Eropa.

Namun, di Swiss yang biasanya pemungutan suara reguler berlangsung dalam iklim kesopanan dan debat yang terukur, justru terjadi ketegangan yang melonjak. Saat ini beberapa pejabat yang mendukung aturan kesehatan menghadapi banyak hinaan dan bahkan ancaman pembunuhan, termasuk kepada Menteri Kesehatan Berset, untuk itu polisi telah meningkatkan keamanan.

Partai Rakyat Swiss (SVP), sebuah partai populis sayap kanan yang terbesar di negara itu merupakan satu-satunya partai yang menentang undang-undang tersebut. Partai itu mengatakan akan melakukan perlawananan terhadap sertifikat kesehatan.

Michelle Cailler, juru bicara kelompok Friends of the Constitution yang menentang sertifikat kesehatan itu, mengatakan undang-undang itu melanggar sejumlah hak konstitusional, khususnya pasal 10 tentang kebebasan pribadi mengenai sertifikat COVID-19, yang menetapkan status vaksinasi wajib disamarkan.

Penolakan menunjukkan status medis ini telah menimbulkan protes berulang kali, yang sering dipimpin oleh apa yang disebut "dering kebebasan", pengunjuk rasa yang mengenakan baju putih bersulam bunga edelweiss dan membawa lonceng besar yang digantung di bahu mereka. 

Beberapa demonstrasi yang dilakukan menimbulkan bentrokan dengan polisi, yang menggunakan peluru karet dan gas air mata untuk mengendalikan massa. Untuk mengatisipasi protes pada hari Minggu polisi telah memagari parlemen di Bern, ada beberapa orang telah berkumpul di alun-alun untuk berunjuk rasa.

3. Pada bulan Juni 2021 Swiss juga melakukan referendum tentang COVID-19

Referendum Swiss Dukung Sertifikat Kesehatan COVID-19Bendera Swiss. (Unsplash.com/Ronnie Schmutz )

Melansir dari DW, pemungutan suara pada hari Minggu merupakan kedua kalinya dalam waktu kurang dari enam bulan publik Swiss melakukan referendum mengenai COVID-19. Dalam referendum sebelumnya pada bulan Juni, 60 persen pemilih menyetujui langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi pandemik.

Pada hari Minggu juga diadakan dua referendum lainnya, yaitu tentang memberi perawat upah yang lebih tinggi, kondisi yang lebih baik, dan lebih dana untuk pelatihan, yang hasilnya 61 persen warga Swiss mendukung inisiatif tersebut. Pemilihan lainnya mengenai hakim federal harus ditunjuk oleh parlemen atau komisi ahli, yang hasilnya 68 persen pemilih menolak rencana reformasi penunjukkan hakim.

Dalam aturan di Swiss warga dapat mengajukan referendum tentang kebijakan pemerintah dengan mengumpulkan cukup banyak dukungan, diperlukan 50 ribu tanda tangan untuk mengadakan referendum. Dalam referendum undang-undang sertifikat COVID-19 diperoleh sekitar 187 ribu tanda tangan.

Baca Juga: Dipaksa Vaksinasi, 3 Pengawal Swiss di Vatikan Resign

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya