Setelah Kudeta, Uni Afrika Ancam Beri Sanksi ke Mali

Kudeta tahun lalu juga membuat UA menangguhkan Mali

Bamako, IDN Times - Setelah kudeta kembali terjadi di Mali, Uni Afrika (UA) pada Selasa (1/6/2021) malam mengumumkan menangguhkan keanggotaan Mali. Keputusan UA ini mengikuti keputusan Economic Community of West African States (ECOWAS), yang menangguhkan Mali setelah pembahasan kudeta Mali di ibu kota Ghana, Accra pada hari Minggu (30/5/2021).

Saat ini presiden sementara Mali adalah Assimi Goita, seorang kolonel militer yang memimpin kudeta Agustus 2020, yang menurunkan Presiden Ibrahim Boubacar Keita, dan pada pekan lalu Goita menahan Presiden Sementara Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane, menekan mereka untuk mengundurkan diri.

1. Mali diminta lanjutkan transisi dan militer menjauh dari politik

Melansir dari DW, keputusan penangguhan Mali dari UA diumumkan pada malam 1 Juni 2021 oleh Dewan Perdamaian dan Keamanan, yang dituangkan dalam sebuah pernyataan yang menyampaikan bahwa Republik Mali segera dilarang berpartisipasi dalam kegiatan Uni Afrika.

"Sangat prihatin dengan situasi yang berkembang di Mali dan dampak negatifnya terhadap kemajuan yang dicapai sejauh ini dalam proses transisi di negara itu."

Dalam pernyataan yang dirilis UA itu meminta Mali melakukan transisi, pembebasan semua pemangku kepentingan politik, termasuk Presiden sementara Bah Ndaw dan Perdana Menteri sementara Moctar Ouane. yang berada di bawah tahanan rumah, dan agar pihak berwenang menghormati masa transisi 18 bulan yang sebelumnya telah disepakati. Lebih lanjut, UA "mendesak keras militer Mali untuk segera dan tanpa syarat kembali ke barak, dan menahan diri dari campur tangan lebih lanjut dalam proses politik di Mali." 

Blok negara-negara Afrika itu juga menyerukan agar Mali segera menciptakan kondisi yang kondusif dan transparan, sehingga dapat cepat melakukan transisi. Dalam pernyataannya Dewan Perdamaian dan Keamanan UA, menyampaikan jika Mali tidak mematuhi hal tersebut, maka UA "tidak akan ragu untuk memberikan sanksi yang ditargetkan dan tindakan hukuman lainnya terhadap setiap pelaku dari transisi saat ini."

2. ECOWAS menangguhkan Mali hingga Februari 2022

Setelah Kudeta, Uni Afrika Ancam Beri Sanksi ke MaliKolonel Assimi Goita yang saat ini menjadi presiden transisi Mali akan berangkat ke Accra, Ghana untuk membahas Mali dalam KTT ECOWAS pada hari Minggu, 30 Mei 2021 (Twitter.com/Presidence Mali)

Baca Juga: Macron Ancam Tarik Pasukan Prancis Usai Kudeta Mali

Melansir dari Al Jazeera, dua kali kudeta selama sembilan bulan nembuat ECOWAS, blok negara-negara Afrika Barat yang memiliki 15 anggota ini melakukan pertemuan di ibu kota Ghana, Accra pada 30 Mei 2021, untuk membahas kudeta Mali. Dalam pertemuan itu Goita hadir.

Setelah pertemuan itu Menteri Luar Negeri Ghana Shirley Ayorkor Botchway menyampaikan penangguhan Mali "dari ECOWAS berlaku segera hingga batas waktu akhir Februari 2022", ketika para pemimpin sementara negara itu "seharusnya menyerahkan kepada pemerintah yang dipilih secara demokratis".

Hasil pertemuan itu tidak meminta Goita untuk mundur dari posisi presiden sementara, dia setelah kudeta Agustus 2020, menjabat sebagai wakil presiden dan setelah Ndaw dipaksa mundur dia ditetapkan menjadi presiden pada 28 Mei 2021. ECOWAS meminta agar kepala pemerintahan transisi, wakil presiden, dan perdana menteri dalam keadaan apa pun tidak boleh menjadi kandidat dalam pemilihan presiden yang direncanakan. “Tanggal 27 Februari 2022 yang sudah diumumkan untuk pemilihan presiden harus benar-benar dipertahankan."

Kudeta yang dilakukan militer telah membuat PBB, Uni Eropa, AS, dan Prancis mengutuk perebutan kekuasaan tersebut. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah merespon kudeta tersebut, dalam pernyataan yang rilis pada 30 Mei 2021, dia menyampaikan "tidak bisa tinggal di sisi negara di mana tidak ada lagi legitimasi demokrasi atau transisi". Macron memperingatkan bahwa Prancis akan menarik pasukannya dari Mali jika negara itu bergerak menuju “Islamisme radikal” di bawah kepemimpinan Goita. Saat ini di wilayah di bawah Operasi Barkhane, yang mencakup lima negara di Sahel, Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger, terdapat 5.100 pasukan Prancis.

3. Tahun 2020 UA juga menangguhkan Mali

Setelah Kudeta, Uni Afrika Ancam Beri Sanksi ke MaliGedung Komisi Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia. (Twitter.com/GirumG)

Melansir dari DW, setelah kudeta Agustus 2020, UA juga menangguhkan Mali dan pada saat itu menjatuhkan sanksi, tapi setelah pemerintahan transisi sipil yang dipimpin diumumkan keanggotaan Mali dipulihkan. Sanksi yang dijatuhkan adalah perbatasan untuk aliran keuangan dan perdagangan komersial, tetapi mengizinkan kebutuhan dasar seperti obat-obatan dan bahan bakar untuk tetap masuk. Sanksi itu jelas membuat Mali terpuruk negara itu adalah salah satu negara termiskin di dunia.

Mengutip dari Reuters, kudeta Mali telah membuat negara tetanga dan pihak internasional mengkhawatirkan keamanan di negara tersebut, dengan pemberontakan terbaru di Mali yang bisa membahayakan komitmen untuk mengadakan pemilihan presiden pada Februari 2022, dan merusak pertempuran regional melawan kelompok bersenjata, beberapa di antaranya berbasis di gurun utara Mali.

Baca Juga: Diculik di Mali, Wartawan Prancis Minta Bantuan

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya