Tingkatkan Populasi, Provinsi di China Izinkan Punya Anak Tanpa Nikah 

Tahun lalu China mengalami penurunan populasi

Jakarta, IDN Times - Komisi kesehatan di provinsi Sichuan, China, pada Senin (30/1/2023), menerbitkan kebijakan untuk tidak lagi membatasi jumlah kelahiran anak. Sichuan juga akan mengizinkan orang yang belum menikah untuk memiliki anak.

Kebijakan itu diubah sebagai upaya nasional untuk meningkatkan jumlah kelahiran di negara tersebut. China saat ini sedang menghadapi penurunan angka kelahiran.

1. Kebijakan nasional menyulitkan orang yang belum menikah untuk memiliki anak

Tingkatkan Populasi, Provinsi di China Izinkan Punya Anak Tanpa Nikah Ilustrasi wanita yang sedang mengandung. (Unsplash.com/Camylla Battani)

Melansir The Guardian, saat ini otoritas provinsi hanya mengizinkan pasangan menikah yang ingin memiliki hingga dua anak harus mendaftar ke pihak berwenang setempat.

Namun, perubahan telah dilakukan, semua orang dapat mendaftarkan kelahiran ke pemerintah provinsi tanpa batasan kelahiran dan status pernikahan. Aturan baru mulai berlaku pada 15 Februari.

Otoritas Sichuan, mengatakan perubahan tersebut sebagai langkah mengalihkan fokus pendaftaran melahirkan anak ke keinginan melahirkan anak dan hasil melahirkan anak. Langkah-langkah tersebut akan diterapkan selama lima tahun.

China, terkait kebijakan reproduksi nasional, tidak secara eksplisit melarang perempuan yang belum menikah untuk memiliki anak. Tapi bukti pernikahan sering kali diperlukan bagi orang tua untuk mengakses layanan gratis, termasuk perawatan kesehatan sebelum melahirkan, gaji ibu selama cuti melahirkan, dan perlindungan pekerjaan.

Mereka yang ingin mendaftarkan kelahiran di luar nikah sering menghadapi denda berat, agar anaknya mendapat akses pendidikan dan layanan sosial. 

Saat ini, Sichuan menempati urutan ketujuh dalam hal proporsi populasi yang lebih tua dari 60 tahun, atau lebih dari 21 persen populasi. Sichuan termasuk di antara sejumlah wilayah yang mencoba berbagai insentif untuk meningkatkan kelahiran.

Pada Juli 2021, pemerintah memperkenalkan tunjangan bulanan kepada orang tua yang memiliki anak kedua atau ketiga hingga anak tersebut berusia tiga tahun.

Baca Juga: China Sebut Perusahaan AS "Membantu" Rusia Perangi Ukraina

2. Tanggapan atas perubahan aturan

Yi Fuxian, peneliti kebidanan dan ginekologi di University of Wisconsin-Madison dan seorang ahli perubahan populasi China, menjelaskan bahwa kebijakan sebelumnya mengatur satu pasangan hanya memiliki satu anak. 

“Sekarang sama dengan membatalkan (batas) sepenuhnya, jadi tidak perlu menjadikan pernikahan sebagai prasyarat. Menghormati hak reproduksi yang tidak sah, tetapi tidak mendorong kelahiran yang tidak sah,” katanya, seraya menambahkan bahwa memiliki anak di luar nikah masih jarang terjadi di Asia Timur.

Muncul berbagai reaksi di internet terkait kebijakan ini. Beberapa orang mengatakan, tindakan tersebut gagal mengatasi kekhawatiran mereka tentang harga rumah. Sementara yang lain berspekulasi mengenai perselingkuhan dan apakah itu akan memengaruhi ibu pengganti ilegal.

"Mari pertimbangkan pertanyaan apakah akan melahirkan atau tidak setelah mereformasi sistem pendidikan dan medis,” kata seorang pengkritik.

“Jika ada larangan pernikahan, mengikat paksa dua orang untuk menikah dan kemudian setelah sekian lama dan mereka bercerai, sungguh kacau! Di bawah kebijakan ini, jauh lebih bebas masalah, dan menghormati kebebasan reproduksi," kata seseorang yang mendukung kebijakan di Sichuan.

3. China berusaha meningkatkan angka kelahiran

Tingkatkan Populasi, Provinsi di China Izinkan Punya Anak Tanpa Nikah Bendera China. (Pixabay.com/PPPSDavid)

Melansir BBC, China saat ini sedang mengalami penurunan tingkat kelahiran. Untuk pertama kalinya dalam 60 tahun, populasi di negara itu mengalami penurunan populasi. Tingkat kelahiran yang terus menurun akibat kebijakan ketat untuk jumlah anak.

China pada 1979 menerapkan kebijakan satu anak. Keluarga yang melanggar aturan didenda dan dalam beberapa kasus bahkan kehilangan pekerjaan.

Dalam budaya China, yang lebih mengutamakan anak laki-laki, membuat kelahiran anak perempuan lebih tidak diinginkan, kebijakan tersebut juga menyebabkan aborsi paksa.

Kebijakan satu anak dihapus pada 2016. Kemudian, aturan jumlah anak meningkat secara nasional untuk pasangan menikah menjadi tiga anak pada 2021. Namun, perubahan yang dimulai pada 2016 gagal menghentikan penurunan angka kelahiran.

Presiden China Xi Jinping telah menjadikan peningkatan angka kelahiran sebagai prioritas. Pemerintah telah menawarkan keringanan pajak dan layanan kesehatan ibu yang lebih baik untuk membalikkan atau memperlambat penurunan populasi.

Saat ini, kaum muda di China semakin enggan untuk menikah dan melahirkan, dengan alasan tingginya biaya hidup, berkurangnya mobilitas sosial, meningkatnya tekanan karier, dan ekspektasi sosial terhadap perempuan.

Baca Juga: TKA China Terbanyak di Indonesia, Disusul Jepang dan Korea Selatan

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya