Turki Keluar dari Perjanjian Perlindungan Perempuan

Penarikan telah diumumkan sejak Maret 2021

Istanbul, IDN Times - Turki pada hari Kamis (1/7/2021) secara resmi keluar dari Konvensi Istanbul, yang merupakan perjanjian internasional yang disusun oleh Dewan Eropa di Istanbul pada 2011, yang dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan mendukung kesetaraan gender.

Turki adalah negara pertama yang menandatangani perjanjian, tapi kini dengan menarik diri dari perjanjian pemerintah dianggap telah melakukan kemunduran dan tindakan itu ditentang para wanita Turki dan kelompok hak asasi.

1. Penarikan Turki memicu unjuk rasa

Turki Keluar dari Perjanjian Perlindungan PerempuanPara wanita yang berunjuk rasa pada 1 Juli 2021, menentang Turki keluar dari Konvensi Istanbul. (Twitter.com/Zeynep Erdim)

Dilansir Reuters, beberapa jam setelah Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan membela penarikan dari Konvensi Istanbul. Ribuan orang, yang kebanyakan wanita turun ke jalan-jalan di kota-kota besar Turki menentang keputusan penarikan Turki.

Para wanita yang turun ke jalan menentang tindakan pemerintah mengatakan mereka akan tetap berjuang dan tidak takut. Massa membawa spanduk berwarna ungu yang bertuliskan "Kami tidak menyerah pada Konvensi Istanbul."

"Saya merasa sulit dipercaya bahwa pemerintah mengambil hak alih-alih memperbaikinya. Kami bangun setiap hari dengan pembunuhan perempuan atau pembunuhan trans dan sebagai perempuan tidak mungkin merasa aman di negara ini," kata Ozgul, seorang mahasiswa berusia 26 tahun.

Dilansir DW, sejak Erdogan pada Maret lalu mengumumkan penarikan Turki telah memicu beberapa kelompok hak asasi mengecam dan melakukan protes di jalan. Sekretaris Jenderal Amnesti Internasional, Agnes Callamard, meyebut penarikan itu sebagai "pesan sembrono dan berbahaya" karena para pelaku dapat menghindari hukuman. Canan Gullu, presiden kelompok Federasi Asosiasi Wanita Turki, mengatakan penarikan itu akan menjadi bahaya untuk Turki.

Penarikan Ankara dianggap merupakan kemunduran dan memicu kecaman dari AS dan Uni Eropa (UE). Turki dianggap semakin  tidak sejalan dengan UE.

2. Pembelaan Erdogan

Turki Keluar dari Perjanjian Perlindungan PerempuanPresiden Turki, Recep Tayyip Erdogan pada 1 Juli 2021, yang hadir di acara yang membahas rencana melawan kekerasan terhadap perempuan. (Twitter.com/Turkish Presidency)

Baca Juga: Turki Kecam Kapal Jerman yang Inspeksi Kapal Turki di Pesisir Libya

Dilansir DW, dalam pembelaan penarikan Turki, Erdogan mengatakan bahwa keputusan pemerintah telah salah dipahami, yang dianggap sebagai kemunduran. Dia menyampaikan bahwa pemerintah akan tetap berjuang melawan kekerasan terhadap perempuan, yang telah dilakukan sebelum adanya perjanjian dan tetap akan melawan meski keluar dari Konvensi Istanbul.

Erdogan dalam pembelaannya juga menambahkan bahwa undang-undang Turki tentang kekerasan sudah ada dan tidak membedakan agama, jenis kelamin, atau ras, tapi tidak menyebutkan orientasi seksual.

Penarikan Turki dari Konvensi Istanbul telah coba dihentikan dengan membawanya ke pengadilan, tapi pada awal pekan ini pengadilan Turki menolak banding untuk menghentikan penarikan. Tiga partai oposisi menarik diri dari komisi parlemen pada Kamis untuk memprotes keputusan tersebut.

Dilansir Reuters, Konvensi Istanbul oleh banyak kaum konservatif di Turki dan Partai AK yang dipimpin Erdogan yang berakar Islamis mengatakan pakta itu bisa merusak tatanan keluarga, karena perjanjian dipandang sebagai pendukung homoseksualitas melalui prinsip non-diskriminasi atas dasar orientasi seksual.

Terkait penarikan Turki, Komisaris Dewan Eropa untuk Hak Asasi Manusia Dunja Mijatovic, pada awal bulan ini mengirim surat kepada menteri dalam negeri dan kehakiman Turki yang menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya bahasa homofobik oleh beberapa pejabat, beberapa di antaranya mengaitkan dengan Konvensi Istanbul.

3. Kekerasan terhadap perempuan di Turki

Turki Keluar dari Perjanjian Perlindungan PerempuanPara wanita yang berunjuk rasa pada 1 Juli 2021, menentang Turki keluar dari Konvensi Istanbul. (Twitter.com/Fulya Özerkan)

Dilansir Al Jazeera, penarikan Turki dari konvensi telah memicu kekhawatiran terhadap perlindungan perempuan. Kelompok We Will Stop Femicide, melaporkan setidaknya 300 kasus pembunuhan perempuan dan 171 kematian perempuan yang mencurigakan dicatat tahun lalu oleh kelompok pemantau. Kekerasan di dalam rumah tangga lazim terjadi di Turki.

Kelompok itu merupakan kelompok hak-hak perempuan terbesar di Turki ini mencatat kasus pembunuhan wanita, menyediakan media dengan pembaruan tentang kasus pengadilan yang sedang berlangsung dan menawarkan dukungan hukum kepada keluarga yang berduka atau wanita yang menderita kekerasan.

Kelompok itu mulai banyak dikenal setelah pembunuhan brutal tahun 2009 terhadap Munevver Karabulut, seorang siswa sekolah menengah yang dimutilasi dan potongan tubuhnya dibuang tempat sampah oleh kekasihnya. Kelompok itu telah  menyampaikan bahwa kejahatan itu sebagai femisida, pembunuhan yang dilakukan laki-laki kepada wanita karena kebenciaannya, tapi kasus itu hanya dianggap sebagai pembunuhaan biasa.

Pelaku adalah keponakan seorang pengusaha kaya, dia tidak ditangkap sampai dia menyerahkan diri 197 hari kemudian. Menurut keterangan keluarga korban bahwa kepala polisi Istanbul, ketika itu menyalahkan mereka atas pembunuhannya, dengan mengatakan mereka seharusnya tidak mengizinkannya keluar dengan seorang pria di malam hari.

We Will Stop Femicides telah membantu keluarga Karabulut mencari keadilan, yang sejak saat itu berjuang dalam kesetaraan gender dan menyerukan kesadaran atas kejahatan femisida.

Dilansir Reuters, Canan Gullu, presiden Federasi Asosiasi Wanita, menyampaikan bahwa sejak Maret, perempuan dan kelompok rentan lainnya lebih enggan dalam meminta bantuan dan cenderung tidak menolak, dengan kesulitan ekonomi yang dipicu COVID-19 menyebabkan peningkatan dramatis dalam kekerasan terhadap mereka.

Baca Juga: Turki Kecam Kapal Jerman yang Inspeksi Kapal Turki di Pesisir Libya

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya