Untuk Pertama Kalinya Sejak 1865, San Marino Kini Legalkan Aborsi

77 persen pemilih memilih melegalkan aborsi

Jakarta, IDN Times - San Marino pada Minggu (26/9/2021) menyelenggarakan referendum untuk melegalkan aborsi. Dari hasil referendum, mayoritas pemilih menentang hukum yang melarang aborsi, yang sudah berlaku sejak 1865.

Perubahan hukum ini menjadikan negara itu sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Katolik terbaru yang mengizinkan aborsi.

1. Wanita yang ingin mengakhiri kehamilan biasanya pergi ke Italia

Untuk Pertama Kalinya Sejak 1865, San Marino Kini Legalkan AborsiIlustrasi wanita yang sedang mengandung. (Unsplash.com/Camylla Battani)

Dilansir Associated Press, dari 37 tempat yang melakukan pemungutan suara, 77 persen pemilih yang menyetujui melegalkan aborsi dalam 12 minggu pertama kehamilan.

Aborsi juga akan diizinkan setelah 12 minggu kehamilan, dengan syarat kondisi ibu dalam keadaan yang membahayakan nyawa dan kesehatan fisik atau psikologis terancam karena ditemukan kelainan pada janin.

Pemungutan referendum diikuti oleh sekitar 41 persen populasi, yang memiliki jumlah warga negara sekitar 33 ribu orang. 

Hasil referendum yang sukses melegalkan aborsi itu disambut dengan senang oleh Francesca Nicolini, dokter dan anggota Persatuan Wanita San Marino, yang memprakarsai referendum. Dia mengaku sangat senang dan puas karena akhirnya perempuan di San Marino dapat memiliki hak yang sama.

Kemenangan ini juga disambut oleh Sara Casadei dari kampanye “Noi Ci Siamo” yang mendorong referendum. Dia mendukung referendum karena ingin perempuan memiliki pilihan dan tidak perlu pergi ke negara lain untuk melakukan aborsi.

Selama ini, perempuan San Marino biasanya melakukan aborsi di Italia yang melegalkan tindakan tersebut. Aborsi di Italia diperkirakan menghabiskan biaya sekitar 1.500 euro (sekitar Rp25,1 juta) hingga 2 ribu euro (sekitar Rp33,4 juta), menurut The Guardian.

Baca Juga: Akui Langgar UU Aborsi, Seorang Dokter di Texas Digugat

2. Referendum dilakukan setelah 3 ribu orang menandatangani petisi

San Marino telah melarang mengakhiri kehamilan sejak 1865, yang melarang total praktik aborsi, bahkan dalam kasus pemerkosaan atau inses hingga gangguan janin berisiko terhadap kehidupan sang ibu. 

Negara lainnya di Eropa yang menerapkan larangan total adalah Malta, Andorra, dan Vatikan. Polandia pada tahun ini memperketat larangan.

Perempuan yang melakukan aborsi dapat dihukum tiga tahun dan dokter akan dihukum enam tahun penjara. Tetapi, belum pernah ada preseden hukum yang membuat pemerintah menjatuhkan sanksi kepada pelaku aborsi. 

Dengan hasil referendum hari Minggu, sekarang San Marino bergabung dengan negara-negara Katolik serupa lainnya seperti Irlandia, yang melegalkan aborsi pada 2018 dan tetangga Italia sejak 1978.

Referendum legalisasi aborsi di San Marino bisa terlaksana setelah diluncurkan petisi yang memperoleh lebih dari 3 ribu tanda tangan. Jumlah itu dua kali lipat dari jumlah minimal yang dibutuhkan untuk mengajukan referendum. Upaya untuk melegalkan aborsi selama dua dekade terakhir telah digagalkan oleh pemerintah konservatif.

San Marino telah lama tertinggal dari negara-negara Eropa lainnya dalam hal hak-hak perempuan. Referendum pada 1982 diadakan untuk membatalkan hukum yang mencabut kewarganegaraan dari wanita yang menikah dengan orang asing, tapi baru berlaku pada 2000. Perempuan di San Marino baru diberi hak untuk memilih pada 1964 dan perceraian diizinkan sejak 1986.

Baca Juga: UU Aborsi: Salesforce akan Bantu Stafnya Pergi dari Texas

3. Gereja Katolik dengan keras menentang aborsi

Untuk Pertama Kalinya Sejak 1865, San Marino Kini Legalkan AborsiIlustrasi gereja Katolik. (Unsplash.com/Virgil Cayasa)

Melansir dari France 24, San Marino adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama katolik, dengan pengaruh Gereja Katolik telah berperan dengan kuat dalam melarang aborsi. Pemimpin penentang dekriminalisasi aborsi di negara itu adalalah Partai Demokrat Kristen yang berkuasa, memiliki hubungan dekat dengan Gereja Katolik.

Dalam referendum ini, partai itu telah meminta konstituen untuk menolak melegalkan aborsi. Meski menentang, wakil sekteraris partai Manuel Ciavatta mengatakan, apapun yang dipilih warga San Marino akan diterima partai.

Uskup San Marino-Montefeltro, Andrea Turazzi, sebelum pemungutan suara telah megatakan gereja dengan tegas akan menentang aborsi. Kendati begitu, pemuka agama Katolik mengatakan kampanye legalisasi aborsi telah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya layanan dan perawatan kesehatan untuk ibu-ibu.

Aborsi bagi Vatikan telah dianggap sebagai tindakan "pembunuhan". Pada pekan lalu, Paus Fransiskus mengomentari mengenai legalisasi aborsi. Dia menegaskan kembali posisinya yang menentang praktik tersebut, dia tidak percaya dengan aborsi dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya