Warga Prancis Turun ke Jalan, Protes Kebrutalan Polisi dan Rasisme

Jakarta, IDN Times - Warga Prancis di seluruh negeri melakukan aksi turun ke jalan untuk memprotes kekerasan polisi dan rasisme pada Sabtu (23/9/2023). Protes ini dipicu oleh kemarahan berkepanjangan atas pembunuhan polisi terhadap Nahel Merzouk, remaja 17 tahun kelahiran Prancis keturunan Afrika utara di Nanterre, pinggiran kota Paris pada Juni.
Sekitar 100 demonstrasi diperkirakan terjadi secara nasional. Aksi ini diikuti berbagai kelompok, termasuk mereka yang menuntut hak-hak imigran, perumahan yang terjangkau, dan keadilan ekonomi. Mereka berkumpul mengecam rasisme sistemik, kekerasan polisi, dan kesenjangan sosial yang semakin meningkat.
Baca Juga: Hampir 400 Tengkorak Primata Monyet Disita Bea Cukai Prancis
1. Pengunjuk rasa menuntut pengunaan senjata oleh polisi dibatasi
Dilansir Associated Press, dalam unjuk rasa ini, massa menuntut perubahan aturan yang lebih ketat untuk membatasi penggunaan senjata api oleh polisi. Mereka juga meminta dibentuk badan independen untuk menggantikan badan internal yang bertugas menyelidiki pelanggaran yang dilakukan polisi. Di luar itu, mereka menyerukan investasi besar-besaran negara di lingkungan berpendapatan rendah.
Para pengunjuk rasa menganggap adanya kegagalan dalam mengatasi masalah pembunuhan Merzouk, yang tewas setelah ditembak di lengan kiri dan dada oleh polisi. Peristiwa ini terjadi ketika dua petugas yang menghentikan Merzouk menganggapnya mengemudi dengan berbahaya. Petugas yang melepaskan tembakan telah diberi tuduhan awal atas pembunuhan sukarela.
Kematian Merzouk memicu protes kekerasan di Nanterre yang kemudian berubah menjadi kerusuhan nasional. Pengerahan polisi secara massal berhasil meredam kekacauan tersebut, tapi ketegangan masih terus berlanjut.
“Polisi membunuh di Prancis. Itu bukanlah hal baru. Namun, kami mendapat kesan bahwa kelas menengah dan kelompok lain di luar lingkungan berpenghasilan rendah mulai sadar akan penindasan yang dilakukan negara,'' kata Belkacem Amirat, yang datang dari Antony, pinggiran kota Paris, untuk melakukan demonstrasi di ibu kota.
Justine Larnac, seorang mahasiswa hukum yang turut berunjuk rasa, mengatakan sistem kepolisian perlu direformasi secara mendasar, terutama untuk mengekang kekerasan polisi selama penangkapan dan penghentian lalu lintas serta mengatasi profil rasial.
Pemerintah Prancis menyangkal adanya rasisme sistemik atau kebrutalan yang dilakukan polisi. Kepala polisi Paris Laurent Nunez membela para petugas, mengatakan mereka terkadang perlu menggunakan kekerasan yang sah, legal dan proporsional untuk menghentikan perilaku berbahaya, vandalisme dan penjarahan.
Baca Juga: Prancis-Jerman Ajukan Proposal Reformasi Uni Eropa
2. Protes terjadi saat keamanan sedang ditingkatkan
Aksi protes terjadi saat keamanan nasional sedang ditingkatkan karena adanya kunjungan Paus Fransiskus ke Marseille. Dalam kunjungan itu, Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Untuk mengamankan protes di Paris, pihak berwenang mengerahkan 1.000 petugas. Di Marseille, sekitar 5 ribu petugas polisi dan 1.000 petugas keamanan swasta dikerahkan untuk kunjungan Paus Fransiskus, serta puluhan kamera pengintai di sepanjang rute perjalanan. Untuk menjaga ketertiban dalam dua acara tersebut, pemerintah telah mengerahkan 30 ribu polisi dan Gendarmeri.
Pengamanan juga ditingkatkan di sembilan kota yang menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugbi, yang berlangsung mulai 8 September hingga 28 Oktober. Keamanan juga diperkuat selama kunjungan tiga hari Raja Charles dan Ratu Camilla dari Inggris, yang berakhir Jumat malam.
Pada Sabtu, penyelenggara aksi protes termasuk partai sayap kiri France Unbowed dan serikat sayap kiri CGT, termasuk di antara pengkritik paling keras Macron. Aktivis iklim, kelompok petani dan kelompok masyarakat yang bekerja untuk memerangi rasisme dan pelanggaran polisi juga mengambil bagian.
3. Massa di Paris bentrok dengan polisi
Dilansir DW, terjadi beberapa bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi dalam demonstrasi di Paris. Ratusan orang yang mengenakan pakaian hitam dan penutup kepala memisahkan diri dari pawai utama yang terdiri dari beberapa ribu orang. Mereka dilaporkan memecahkan jendela sebuah cabang bank dan menyerang mobil polisi dengan batang besi.
Sebuah video yang beredar menunjukkan sekelompok pengunjuk rasa bertopeng berlari mengejar mobil, berulang kali menendangnya, sementara seorang pria memecahkan jendela dengan linggis. Seorang petugas terlihat keluar dan mengacungkan senjata dinasnya, tapi tidak menembakkannya dan kemudian kembali ke dalam kendaraan.
Nunez mengatakan terkait dengan insiden tersebut tiga orang telah ditangkap.
“Kami melihat ke mana arah kebencian anti-polisi,” kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, yang mengecam kekerasan terhadap polisi.
Baca Juga: Macron Sebut Duta Besar Prancis Disandera Niger
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.