Bahrain Tegaskan Kembali Komitmennya untuk Palestina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Manama, IDN Times - Raja Bahrain, Hamad bin Isa Al Khalifa, pada hari Senin (21/09), menegaskan kembali komitmen Bahrain terhadap Palestina setelah negaranya menandatangani Kesepakatan Abraham di Washington D.C. untuk memulihkan penuh hubungan diplomatik dengan Israel di hari Selasa (15/09) minggu lalu.
Pernyataan ini dikeluarkan setelah banyaknya berita yang menyebutkan bahwa tujuan utama dari normalisasi hubungan bersama Israel hanya sebuah manuver politik guna memperkuat posisi Pemerintah Bahrain dari ancaman "kekuatan" negara tertentu, dilansir dari Reuters.
1. Raja Bahrain menepis tanggapan normalisasi dengan Israel ditujukan untuk melawan sebuah "kekuatan"
Adanya pendapat pemulihan hubungan Bahrain-Israel sebagai sebuah antisipasi Bahrain guna melawan ancaman dari suatu "kekuatan", ternyata menimbulkan sebuah polemik tersendiri. Dikutip dari i24News, Pemerintah Bahrain melalui perwakilannya Raja Hamad bin Isa Al Khalifa, segera menepis tanggapan adanya sebuah ancaman "kekuatan" eksternal yang memaksa Bahrain menyetujui Kesepakatan Abraham.
Meskipun Bahrain menyangkal keberadaan ancaman tersebut, namun beberapa ahli meyakini jika Pemerintah Bahrain sedang mencari sekutu baru untuk mengantisipasi intervensi lanjutan dari Iran. Keterlibatan Iran dalam gejolak politik internal dipercayai Pemerintah Bahrain pernah terjadi di tahun 2011, ketika beberapa kelompok pro-demokrasi berusaha menumbangkan kekuasaan keluarga kerajaan, tetapi akhirnya berhasil digagalkan berkat bantuan Arab Saudi dan UEA.
2. Aksi Protes merebak di Bahrain setelah penandatanganan Kesepakatan Abraham
Editor’s picks
Gejolak politik di Bahrain yang terjadi pada tahun 2011, mulai terlihat kembali meskipun situasinya masih jauh berbeda. Setelah penandatanganan Kesepakatan Abraham, aksi protes terus tersebar luas di negara kecil kaya minyak tersebut dimana mereka menyuarakan protes kepada Pemerintah Bahrain karena telah "mengkhianati" Palestina dengan menyetujui kesepakatan normalisasi, dilansir dari Reuters.
Sejak beberapa hari terakhir, Bahrain mulai kembali dilanda demonstrasi yang terdiri dari puluhan orang yang menolak keras Kesepakatan Abraham. Walaupun begitu, jumlah demonstran masih tergolong kecil, tidak seperti protes dan gerakan anti-pemerintah sembilan tahun silam.
3. Toleransi menjadi kunci utama
Mendapat kritik dan protes dari masyarakatnya maupun negara lain, Raja Bahrain menyampaikan jika hanya melalui toleransi dan hidup berdampingan, perdamaian dapat tercapai. Dilaporkan Reuters, Bahrain menjelaskan jika pemulihan hubungan bersama Israel merupakan jalan terbaik guna membawa perdamaian di Timur Tengah, terutama untuk Palestina, dan semua itu menjadi kepentingan semua orang, bukan sepihak.
Namun, penandatanganan Kesepakatan Abraham terlihat tidak sesuai dengan apa yang diinginkan banyak orang karena tidak ada resolusi mutlak perdamaian Palestina-Israel. Di dalam Kesepakatan Abraham sendiri, istilah "nomalisasi" tidak digunakan dan lebih memilih menggunakan istilah "hubungan diplomatik penuh", sehingga semua negara yang menandatangani, UEA dan Bahrain, seperti terlihat tidak pernah mengalami hubungan alot atau kurang baik dengan Israel.
Baca Juga: 5 Negara Pertama yang Mengakui Kedaulatan Indonesia, Bukan Palestina?
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.