Konflik Suriah, Turki Kritik Uni Eropa Setelah Permintaan 'Arogan'

Turki dan Uni Eropa kembali berseteru

Ankara, IDN Times - Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, pada hari Selasa (13/10), menegaskan bahwa Pemerintah Turki menolak seluruh ajakan maupun permintaan penarikan pasukannya dari Utara Suriah.

Pernyataan ini disampaikan Cavusoglu ketika menjamu Menteri Luar Negeri Swedia, Anne Linde, dimana sebagai perwakilan Uni Eropa, Linde meminta Turki agar segera menarik seluruh pasukannya di Suriah yang digunakan untuk melawan Pasukan Kurdi serta mendukung Pasukan Free Syrian Army (FSA) melawan Pemerintah Suriah, seperti yang dilansir dari Reuters

1. Menlu Turki tolak permintaan Uni Eropa

Konflik Suriah, Turki Kritik Uni Eropa Setelah Permintaan 'Arogan'Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu. twitter.com/MevlutCavusoglu

Permintaan penarikan Pasukan Turki dari Suriah oleh Uni Eropa membuat Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, marah besar. Dikutip dari TRTWorld, Cavusoglu menyampaikan jika apa yang diminta oleh Uni Eropa adalah permintaan "arogan" sehingga tidak mungkin Pemerintah Turki mau menerimanya.

Kemarahan Cavusoglu disebabkan oleh penggunakan kata 'mendesak' dalam pernyampaian resmi Uni Eropa mengenai Pasukan Turki di Suriah. Cavusoglu berpendapat bahwa penggunakan kata 'mendesak' hanya memiliki konteks arogansi dalam kegiatan diplomasi antar negara. 

2. Semakin banyak pengungsi masuk Uni Eropa jika Turki mundur dari Suriah

Konflik Suriah, Turki Kritik Uni Eropa Setelah Permintaan 'Arogan'Konfrensi pers setelah perbincangan diplomatik antara Turki dan Swedia yang diwakilkan menteri luar negeri, pada 13 Oktober 2020. twitter.com/MevlutCavusoglu

Turki merasa Uni Eropa tidak menyadari apa yang diinginkannya saat mendesak penarikan Pasukan Turki yang sedang beroperasi di Utara Suriah. Menurut Mevlut Cavusoglu, jika Turki benar-benar memulangkan semua pasukannya dari Suriah, maka ia dapat memastikan Uni Eropa akan kembali dipenuhi pengungsi-pengungsi Suriah yang berusaha menyelamatkan diri, dilansir dari Reuters

Selain itu, Turki juga merasa dikecawakan oleh Uni Eropa, termasuk Swedia, karena tidak memberi dukungan terhadap Republik Turki Siprus Utara yang terus dikucilkan dan ditinggalkan oleh Masyarakat Eropa. Menteri Luar Negeri Turki melihat aksi ini sebagai "standar ganda" yang diterapkan Uni Eropa akibat sikap ketidakadilannya terhadap negara-negara tertentu, secara khusus Turki. 

Baca Juga: Uni Eropa Buka Border, Bali Makin Siap Gaet Wisatawan Asal Eropa

3. Hubungan Turki dan Uni Eropa semakin retak

Konflik Suriah, Turki Kritik Uni Eropa Setelah Permintaan 'Arogan'Kapal Riset Turki, Oruc Reis, yang kembali melakukan kegiatan eksplorasi di Laut Mediterania Timur, pada 12 Oktober 2020. twitter.com/fatih_donmez

Keinginan Turki untuk menjadi bagian dari keanggotaan Uni Eropa semakin lama terlihat semakin tidak pasti karena gesekan yang terjadi. Dilaporkan Reuters, eskalasi di Laut Mediterania Timur bersama Yunani yang merupakan anggota Uni Eropa dan keterlibatan Turki dalam Perang Saudara Suriah, mendapat respon keras dari Uni Eropa sehingga secara tidak langsung menutup peluang Turki untuk bergabung di dalamnya.

Meskipun begitu, Turki tetap menghiraukan respon maupun kritikan Uni Eropa dimana sejak hari Senin (12/10), Kapal Riset Turki kembali melakukan kegiatan eksplorasi di Laut Mediterania Timur. Turki juga menuduh bahwa Uni Eropa mencoba mengajarkan apa itu Hak Asasi Manusia (HAM) dan hukum internasional, namun sikap "standar ganda" dan penggunaan kata 'mendesak' oleh Uni Eropa dalam konteks diplomasi tidak mencerminkan ada hal penting yang harus diajarkan kepada Turki.

Baca Juga: Sempat Terhambat, Uni Eropa Akhirnya Berlakukan Sanksi untuk Belarusia

Karl Gading S. Photo Verified Writer Karl Gading S.

History Lovers and International Conflict Observer....

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya