Anak Muda Dunia Bersuara Hadapi Krisis Iklim, Apa Kata Mereka? 

British Council gelar Global Youth Letter: 8000 Rising 

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 8 ribu anak muda dari 23 negara bergabung dalam sebuah aksi besar bersama British Council untuk menyuarakan suara mereka atas krisis iklim. Inisiatif ini didasari pretemuan COP26–the 26th UN Climate Change Conference di Kota Glasgow yang akan dihadiri seluruh pemimpin negara di dunia pada November 2021. 

Program Global Youth Letter: 8000 Rising diluncurkan tepat pada Kamis (9/9/2021) melalui acara "The Climate Connection: Youth Voices for Action". Dalam diskusi online yang diselenggarakan British Council itu, para anak muda menyuarakan padangan mereka terhadap perubahan iklim.

Seperti apa pemikiran-pemikiran mereka dalam gerakan dunia mengatasi krisis akibat perubahan iklim? 

1. Suara perempuan dan minoritas tidak boleh dipandang sebelah mata dalam aksi iklim

Anak Muda Dunia Bersuara Hadapi Krisis Iklim, Apa Kata Mereka? Co-Founder Climate Action Pakistan, Anam Zeb. Dok. Pribadi

Anam Zeb selaku Co-Founder Climate Action Pakistan, menggarisbawahi betapa seringnya kaum perempuan dan minoritas dikesampingkan dalam proses pembuatan keputusan. Secara tradisional, menurut Anam, mereka dikecualikan dari sistem pembuatan keputusan dalam skala besar, bahkan di komunitas dan rumah tangga.

"Dan sering perwakilan minoritas dan perempuan yang ada hanya sebagai bentuk simbolik di mana tidak sebenarnya menunjukkan perasaan dan penemuan yang dirasakan orang-orang tersebut di kala perubahan ikilim," tambahnya.

Anam merasa hasil pemikiran dan suara kelompok yang terpinggirkan ini harus tetap didengar oleh setiap orang tanpa memandang gender ataupun ras. Menurutnya, banyak dari mereka, secara khusus perempuan, yang telah bergerak dan memberikan efek yang jauh lebih besar untuk kerberlangsungan bumi. 

2. Suara anak muda di bumi selatan memiliki peranan penting

Anak Muda Dunia Bersuara Hadapi Krisis Iklim, Apa Kata Mereka? Heeta Lakhani  Delegasi YOUNGO Global Focal Point. Dok.Pribadi

Perubahan iklim berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memang sebagian besar akan sangat dirasakan oleh masyarakat di bumi bagian selatan. Dalam konteks inilah mengapa Heeta Lakhani, delegasi YOUNGO Global Focal Point, menilai aksi dan suara anak muda di bumi selatan mempunyai peranan yang sangat penting.

Namun, Heeta menekankan mereka tidak dapat bergerak sendirian.

"Aksi individu (anak muda) itu bagus, tapi tidak cukup. Kita membutuhkan aksi kolektif (bersama anak muda), kita perlu melihat pemerintah, kita perlu melihat perusahaan, membuat perubahan dan membuat itu dipercepat dari biasanya," lanjutnya. 

Heeta lalu menjelaskan bahwa ia bersama organisasinya, YOUNGO, berpartisipasi bersama United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) dengan melibatkan anak-anak muda yang sebagian besar berasal dari bumi selatan selama kurang lebih 10 tahun. Anak muda yang terlibat tersebut, kata Heeta, telah berperan aktif dalam membantu pemulihan dan kampanye iklim kepada masyarakat luas. 

Baca Juga: Perubahan Iklim: Kantin di Kampus Berlin Kurangi Menu Daging

3. Generasi muda harus terlibat sebagai pembuat keputusan

Anak Muda Dunia Bersuara Hadapi Krisis Iklim, Apa Kata Mereka? Direktur Climate Philantrophy di Impatience Earth, Jouja Maamri. Dok.Pribadi

Kita bukan pemimpin di masa depan, tapi kita sekarang di saat ini sudah menjadi seorang pemimpin. Begitulah pemikiran Jouja Maamri ketika ditanya mengenai apa sebenarnya peran generasi muda menghadapi masalah iklim. 

Jouja yang merupakan seorang Direktur Climate Philantrophy di Impatience Earth, merasa generasi-generasi muda sekarang harusnya dilibatkan sebagai pembuat keputusan. Dia menyebut generasi muda tidak boleh hanya menjadi wadah konsultasi, melainkan harus aktif dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan yang akan berdampak besar.

"Saya pikir ini adalah di mana kita harus mengakui untuk terlibat sebagai seorang pembuat keputusan," ujarnya.

Jouja juga memberikan sedikit gambaran terkait model politik Wales yang memfokuskan sebuah kebijakan politik di masa sekarang tidak boleh membahayakan masa depan. Hal ini terutama dalam konteks kebijakan yang berpengaruh pada iklim dan lingkungan. 

Baca Juga: 5 Peristiwa Terkait Perubahan Iklim Sepanjang Agustus 2021

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya