Kalah Kuat, 3 Negara yang Dibuat Ketar-ketir Pasukan Pemberontak

Semua diselimuti perang saudara

Jakarta, IDN Times - Sebuah negara apabila memiliki militer dan pengaruh pemerintah pusat yang kuat akan sulit ditaklukkan oleh berbagai macam bentuk pemberontakan, termasuk bersenjata. Namun, kondisi tersebut tidak selamanya berlaku di beberapa negara, yang terbukti kewalahan mengantisipasi pasukan pemberontak.

Afghanistan menjadi salah satu bukti terkini di mana terlihat jelas pemerintahannya tidak berdaya dan membiarkan kelompok Taliban terus memukul mundur pasukannya. Kekalahan pemerintah Afghanistan pasca ditariknya koalisi pasukan asing yang dipimpin AS, sekarang tengah menjadi perhatian dunia karena dipercaya akan disingkirkan apabila tidak dapat menghentikan Taliban. 

Berikut adalah beberapa negara di dunia yang memiliki kondisi yang sama dengan Afghanistan ketika pemerintah pusat tidak mampu menghadapi pemberontakan. 

Baca Juga: Pemberontak Liberia Dihukum 20 Tahun Penjara

1. Yaman

Kalah Kuat, 3 Negara yang Dibuat Ketar-ketir Pasukan PemberontakSeorang warga Yaman meminta perang di Yaman untuk segera diakhiri. (Twitter.com/DrAbdirahmanA)

Perang saudara di Yaman sudah berkecamuk dari tahun 2014 hingga hari ini, menjadi salah satu konflik paling berdarah. Perseteruan antara pasukan Yaman, yang didukung Arab Saudi, dengan Houthi, menjadikan negara tersebut lumpuh total.

Meskipun Houthi pada awalnya dianggap lemah, perlahan level ancamannya meningkat. Mereka dengan gencar melancarkan berbagai serangan terkoordinir terhadap pertahanan pasukan Yaman yang semakin terdesak di wilayah Timur, salah satunya sekitar Marib. Pemerintah Yaman yang mendapat bantuan militer dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab ternyata belum mampu menahan serangan pasukan Houthi maupun merebut Ibu Kota Yaman, Sana'a.

Tidak mampunya pasukan Yaman dalam membendung Houthi, membuat Presiden Abdrabbuh Mansour Hai, mengungsi ke Arab Saudi dan membentuk pemerintahan darurat di sana. 

2. Etiopia

Kalah Kuat, 3 Negara yang Dibuat Ketar-ketir Pasukan PemberontakKetua Dewan Kedaulatan Transisi Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan (kiri) dan PM Etiopia Abiy Ahmed (kanan) saat pertemuan bilateral di Etiopia, pada 1 November 2020. twitter.com

Sebagai negara yang sudah berpengalaman dengan perang saudara dan konflik internal, Etiopia kembali harus merasakan kepedihan masa lalu. Sesuai dengan perintah langsung Perdana Menteri Etiopia, Abiy Ahmed, pihak militer melancarkan serangan penuh ke kawasan Tigray untuk menghancurkan salah satu kelompok bersenjata terbesar di negara mereka, yaitu Tigray People’s Liberation Front (TPLF).

Sayangnya, operasi gagal setelah TPLF berhasil menghentikan gerak laju salah satu militer paling kuat di Benua Afrika tersebut dan memaksa Pemerintah Etiopia untuk menyetujui gencatan senjata, seperti yang dilansir New York Times. Walaupun di awal operasi, militer Etiopia sukses memukul mundur, tetapi memasuki akhir Juni 2021 TPLF melancarkan serangan balik yang sukses menghancurkan militer Etiopia. Hingga akhirnya, TPLF berhasil menguasai ibu kota provinsi Tigray, Mekelle. 

TPLF yang awalanya diprediksi akan hancur dalam dua pekan pertempuran, ternyata berhasil membalikkan keadaan. Ribuan prajurit Etiopia yang tertangkap TPLF, juga dipermalukan di depan publik. Mereka dipaksa untuk berparade di Mekelle dan kegiatan itu disiarkan secara langsung ke seluruh penjuru Etiopia.   

3. Libia

Kalah Kuat, 3 Negara yang Dibuat Ketar-ketir Pasukan PemberontakPrajurit-prajurit yang sedang mempersiapkan persenjataan untuk bertempur dalam Perang Saudara Libya. twitter.com/Sobrienegritepe

Kondisi Libia pasca kejatuhan Muammar Gaddafi berada di ambang kehancuran total dengan berlanjutnya perang saudara antara pemerintahan Tripoli yang diakui PBB melawan Tobruk dengan dukungan penuh Rusia, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Meskipun kedua kubu sudah menyetujui gencatan senjata dan mengakhiri perang mereka, namun tidak dapat dilupakan, Tripoli hampir digulingkan secara militer.

Dilansir dari Council on Foreign Relations, Tripoli sempat berada di ujung tanduk pada 2020 ketika pasukan Libya pimpinan Jenderal Khalifa Haftar, yang merupakan seorang loyalis pemerintahan Tobruk mengepung, jantung pemerintahan di Tripoli. Keberhasilan pasukan Haftar yang menguasai seluruh wilayah di Libia bagian timur dan selatan, membuat Tripoli sangat kewalahan. 

Dengan kekuatan Tobruk yang saat itu sudah menguasai 70 persen wilayah Libia, kota Tripoli menjadi pertaruhan terakhir kedua belah pihak. Namun, berkat bantuan Turki, pasukan pemerintahan Tripoli berhasil memukul mundur pasukan nasional Libia dari Tripoli hingga akhirnya memaksa Tobruk untuk menyetujui gencatan senjata yang mengakhiri Perang Saudara Libia.

Baca Juga: Bentrok dengan Taliban, Ribuan Pasukan Afghanistan Kabur

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya