Profil Mohammad Hasan Akhund Perdana Menteri Afghanistan Rezim Taliban

Masuk dalam daftar hitam PBB dan Uni Eropa

Jakarta, IDN Times - Taliban pada Selasa (7/9/2021) akhirnya menunjuk Mohammad Hasan Akhund sebagai Perdana Menteri Afghanistan. Penunjukkan Akhund sebagai kepala pemerintahan bukannya tanpa alasan. Dia merupakan sosok terdekat dan mantan ajudan Mullah Mohammad Omar yang merupakan pendiri Taliban. 

Bersama rekannya Abdul Ghani Baradar, kepala urusan politik Taliban yang kini menjabat sebagai Deputi Perdana Menteri Afghanistan, Akhun bersama Omar merupakan pionir dan sosok penting ketika kelompok itu pertama kali berdiri di Kandahar. 

Dikutip Al Jazeera, Akhund lahir di Kandahar, sekitar 497 kilometer dari ibu kota Kabul. Akhund yang saat ini diperkirakan berusia 60-76 tahun merupakan salah satu sosok yang paling dihormati, termasuk oleh Pemimpin Tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada.

Berikut IDN Times sajikan profil Mohammad Hasan Akhund yang merupakan Perdana Menteri Afghanistan di bawah rezim Taliban. 

1. Pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Wakil Perdana Menteri

Profil Mohammad Hasan Akhund Perdana Menteri Afghanistan Rezim TalibanMohammad Hasan Akhund mantan Menteri Luar Negeri Pertama Emirat Islam Afghanistan. twitter.com/SuleimanSabdow2

Akhund bukanlah "pemain" baru dalam pencaturan politik Afghanistan. Dia bersama Mullah Omar saling bahu-membahu mendirikan Emirat Islam Afghanistan, setelah memenangkan perang saudara pada 1996. 

Setelah itu, Mullah Omar menunjuk Akhund sebagai Menteri Luar Negeri pertama Emirat Islam Afghanistan. Tidak lama kemudian, sebagaimana diberitakan Reuters, Akhund dipercaya untuk mengisi jabatan wakil perdana menteri hingga Taliban jatuh pada 2001. 

Setelah kekuasaan Taliban disingkirkan aliansi militer NATO dan Amerika Serikat, Akhund bersama beberapa petinggi Taliban lainnya berlindung di Pakistan. 

Baca Juga: Taliban Tunjuk Mohammad Hasan Akhund Jadi Perdana Menteri Afghanistan

2. Condong sebagai politikus ketimbang pemimpin spiritual

Profil Mohammad Hasan Akhund Perdana Menteri Afghanistan Rezim TalibanUnspalsh/Maarten van den Heuvel

Berbeda dari petinggi Taliban lainnya, Akhund lebih dikenal sebagai pemimpin politik daripada pemimpin spiritual Taliban. 

Melansir Al Jazeera, ketika aktif di Pakistan, Akhund terlibat sebagai salah satu anggota Rahbari Shura atau dewan kepemimpinan Taliban. Peran penting yang ia mainkan adalah menentukan kebijakan-kebijakan politik dan militer yang akan diimplementasi oleh pejuang Taliban di Afghanistan.

Beberapa ahli juga setuju menyebut Akhund sebagai politikus yang memiliki pengaruh besar dalam kepemimpinan pemerintahan Taliban. 

Rahbari Shura, sering dikenal sebagai Quetta Shura, merupakan tempat di mana Mohammad Yaqoob membangun pengalaman sebelum dan sesudah kematian ayahnya Mullah Omar. Adapun Yaqoob kali ini ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan Afghanistan. 

Baca Juga: Profil Mohammad Yaqoob, Putra Pendiri Taliban Jadi Menteri Pertahanan

3. Masuk daftar hitam Uni Eropa dan PBB

Profil Mohammad Hasan Akhund Perdana Menteri Afghanistan Rezim TalibanLambang PBB di Markas Besar PBB, New York. (Instagram.com/unitednations)

Perseteruan antara negara-negara Barat dengan Taliban beberapa tahun silam masih meninggalkan label buruk bagi Akhund. Karena kedekatannya dengan Mullah Omar, Akhund akhirnya masuk dalam daftar hitam Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Akhund masuk dalam daftar hitam ketika PBB meloloskan Resolusi 1988 pada 2011 tentang penetapan sanksi individual terhadap orang-orang yang berhubungan dengan Taliban. Sanksi itu menuntut pembekuan aset dan larangan bepergian ke luar negeri bagi siapa saja yang berhubungan dengan Taliban. 

Tidak hanya itu, Uni Eropa kemudian menegaskan kembali Resolusi 1988 dengan memberlakukan Regulasi 753/2011 dengan tujuan yang sama, namun melalui ketegasan absolut bagi seluruh negara anggotanya. 

Sampai hari ini, nama Akhund masih tercantum dalam daftar hitam. Menurut Obaidullah Baheer dari American University of Afghanistan, penunjukkan sosok lawas dan kontroversial justru menghambat upaya Taliban untuk mencari pengakuan internasional. 

“(Taliban) tidak menghabiskan waktu untuk membahas atau menegosiasikan inklusivitas atau potensi pembagian kekuasaan dengan partai politik lain. (Taliban) justru menghabiskan waktu untuk membagi kue (baca: jabatan) di antara barisan mereka sendiri,” tutur Baheer.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya