[CEK FAKTA] Benarkah Italia Tak Percaya COVID-19 Adalah Virus?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Informasi yang menjelaskan bahwa Italia adalah negara pertama yang memproses bedah mayat terhadap pasien COVID-19 yang telah meninggal tersebar dalam sebuah pesan berantai aplikasi percakapan WhatsApp. Padahal kegiatan tersebut dilarang dan merupakan pelanggaran undang-undang WHO.
Melansir dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), pesan ini juga berisi narasi bahwa COVID-19 bukan virus dan dirasa sebagai sebuah penipuan besar.
Namun, Kemkominfo sudah memberi label bahwa informasi ini masuk kategori hoaks.
1. Pesan berantai ini jelaskan penyebab penderita COVID-19 meninggal
Dalam pesan tersebut diceritakan bahwa penderita COVID-19 yang meninggal disebabkan oleh "Amplified Global 5G Electro magnetic Radiation (Poison)”.
Pesan panjang berantai ini juga menyebutkan bahwa informasi yang telah beredar bersumber dari Kementerian Kesehatan Italia.
Baca Juga: [CEK FAKTA] Beda dengan MUI, Gereja Haramkan Vaksin COVID-19
2. Kementerian Kesehatan Italia sebut tak pernah keluarkan pernyataan itu
Editor’s picks
Namun, setelah menelisik dari beberapa sumber salah satunya situs resmi COVID-19 Indonesia yakni Covid19.go.id didapatkan fakta bahwa Kementerian Kesehatan Italia tidak pernah membuat pernyataan tersebut.
Dalam AFP Fact Check 9 Juni 2020 lalu, juru bicara Kementerian Kesehatan Italia menyatakan narasi itu hoaks.
3. Sudah ada kesepakatan bahwa COVID-19 disebabkan oleh virus
Ahli di seluruh dunia telah menemukan dan sepakat bahwa COVID-19 disebabkan oleh virus, bukan bakteri. Virus berbeda dengan bakteri, yang tidak bisa diatasi dengan antibiotik.
Paracetamol memang dikatakan dapat berguna saat terjadi demam tinggi, tetapi tidak untuk menyembuhkan virus corona. Mengenai larangan autopsi, tidak ada larangan dari WHO untuk mengautopsi.
Selain itu, Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiasi Non-Ionisasi (ICNIRP) menyatakan tidak ada bukti ilmiah bahwa teknologi mengancam kesehatan manusia.
Baca Juga: [CEK FAKTA] Kalau Vaksin COVID-19 Bermasalah, Indonesia Tak Bisa Gugat