3 Negara Ini Kritik Penanganan Protes di AS

Demokrasi di AS jadi ejekan 

Washington, IDN Times – Amerika Serikat telah memberikan citra diri bagi sebuah model pemerintahan demokratis di dunia. Dengan sumber daya ekonomi yang besar dan militer yang kuat, Amerika Serikat sering menjadi pengadil bagi negara-negara yang dianggap tidak demokratis.

Namun peristiwa penyerbuan massa pendukung Donald Trump ke gedung Kongres AS, Capitol Hill, telah membuat dunia memandang AS dengan negatif.

Gas air mata dan peluru yang ada di dalam Capitol, sebelumnya sering dicitrakan di negara-negara berkembang di mana pemerintah sebuah negara mengatasi unjuk rasa yang merongrong kekuasaan. Penggunaan gas air mata dan peluru ini sering kali dikritik telah membungkam demokrasi.

Namun kini dunia melihat Amerika Serikat dengan tatapan ejekan. Apa yang tampil di hadapan dunia adalah sebuah wajah kelam dari Amerika Serikat, sebuah negara yang sering menyalahkan negara lain karena dianggap tidak memiliki kesempurnaan pemerintahan yang demokratis seperti mereka.

Berikut ini adalah tiga negara yang memberikan kritik keras kepada Amerika Serikat karena jatuhnya korban jiwa dalam aksi unjuk rasa di gedung Capitol Hill.

1. Tiongkok bandingkan penanganan unjuk rasa di Hong Kong dan Capitol Hill

Unjuk rasa secara besar-besaran yang terjadi di Hong Kong telah banyak menarik perhatian dunia. Pada tahun 2019 yang lalu, Tiongkok mendapatkan kritik keras, khususnya dari Amerika Serikat, karena tindakan pengamanannya terhadap demonstran dianggap otoriter dengan menangkapi para aktivis pro demokrasi.

Kini, Tiongkok melihat bagaimana peristiwa unjuk rasa dan penyerbuan di Capitol, AS, ditanggapi oleh pasukan keamanan sebagai sebuah tindakan yang buruk. Melansir dari kantor berita Reuters, Hua Chunying, jubir Kementrian Luar Negeri Tiongkok memberikan komentar bahwa ketika badan legislatif Hong Kong diserang peserta unjuk rasa, dan lebih parah dibandingkan dengan Washington, tapi “tidak ada demonstran yang tewas” (7/1).

Unjuk rasa pendukung Donald Trump yang mencoba menghalangi seremonial penghitungan suara elektoral dengan merangsek masuk gedung Capitol, telah membuat sedikitnya empat orang meninggal. Salah satu korban tersebut adalah seorang perempuan yang terkena luka tembak di dadanya. Menurut Hua, polisi AS rupanya bertindak lebih brutal.

Baca Juga: Joe Biden Soal Massa Trump: Ini Bukan Protes, Tapi Pemberontakan

2. Iran menilai demokrasi Barat rapuh

3 Negara Ini Kritik Penanganan Protes di ASHassan Rouhani, Presiden Iran. (twitter.com/Koncept TV)

Aksi penyerbuan pendukung Donald Trump ke gedung Capitol Hill pada hari Rabu, 6 Januari 2021, telah membuat dunia menyaksikan sebuah adegan yang memicu keterkejutan, kengerian sekaligus kesedihan. Peristiwa tersebut telah membuat banyak negara mencibir, tidak lagi pada tempatnya Amerika Serikat memberikan ceramah tentang demokrasi.

Ketika Beijing, lewat jubir kementrian luar negerinya mengkritik model penanganan personel keamanan Amerika Serikat yang sampai menyebabkan peserta demonstrasi meninggal, Iran memiliki cara pandang berbeda. Peristiwa di Capitol Hill menunjukkan “Apa yang kami lihat di AS tadi malam dan hari ini benar-benar menunjukkan betapa rapuh dan lemahnya demokrasi Barat, dan betapa lemah fondasinya” kata Hassan Rouhani seperti dikutip dari laman The Guardian (7/1).

Rouhani juga menyebut Trump sebagai “tidak sehat” dan menuduh presiden yang kalah tanding dengan Biden tersebut telah “mencemari reputasi dan kredibilitas negara”. Trump juga dituduh telah mengganggu hubungan Amerika Serikat dengan dunia.

3. Rusia melihat ketimpangan demokrasi AS

3 Negara Ini Kritik Penanganan Protes di ASMaria Zakharova, jubir Kemenlu Rusia. (instagram.com/mzakharovamid)

Moskow telah lama menjadi “musuh” bebuyutan Washington. Persaingan diantara keduanya itu telah terjadi lama sejak usai Perang Dunia Kedua. Hingga kini, dua negara tersebut saling lempar kritik dan adu kuat. Kini setelah melihat adegan di Capitol Hill, Rusia memberikan kritiknya kepada sistem demokrasi yang ada di Amerika Serikat.

Konstantin Kosachev, ketua komite luar negeri majelis tinggi parlemen Rusia mengatakan bahwa “pihak yang kalah memiliki lebih cukup alasan untuk menuduh pemenang (melakukan) pemalsuan—jelas bahwa demokrasi Amerika Serikat sedang timpang” tulisnya dalam sebuah unggahan di sosial media miliknya, seperti dikutip dari The Guardian (7/1).

Kritik pedas lain kepada Amerika Serikat juga disampaikan oleh jubir Kementrian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova. Melansir dari laman The Moscow Times, Zakharova mengatakan bahwa “peristiwa di Washington menunjukkan bahwa proses pemilu di AS kuno, tidak memenuhi standar modern dan rentan terhadap pelanggaran”.

Meskipun para pejabat Rusia tersebut memberikan kritik kepada Amerika Serikat, tapi Presiden Vladimir Putin hingga kini masih terlihat diam dan belum menanggapi peristiwa di Capitol Hill. Setelah mengikuti kebaktian Natal Ortodoks, Putin sempat berbicara singkat dengan wartawan tetapi tidak mengeluarkan penyataan apapun tentang peristiwa di Washington.

Baca Juga: Joe Biden Soal Massa Trump: Ini Bukan Protes, Tapi Pemberontakan

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya