70 Persen Warga Lebanon Terancam Kehilangan Akses Air Bersih

Pompa air publik terancam berhenti beroperasi karena krisis

Beirut, IDN Times - Dalam beberapa tahun terakhir, Lebanon dihantam krisis ekonomi yang parah. Dalam dua tahun terakhir ini saja, mata uang Lebanon nilainya telah terjungkal sampai 90 persen. Lebih dari setengah penduduknya terperosok ke dalam lembah kemiskinan.

Kini, ketika stabilitas politik di Lebanon belum menentu, masyarakatnya juga bakal terancam kehilangan akses bersih. Menurut UNICEF, lebih dari 71 persen penduduk Lebanon tidak akan mendapatkan air bersih karena sebagian besar pompa air ke seluruh negeri akan berhenti beroperasi empat sampai enam minggu ke depan.

1. Jika sistem pasokan air publik runtuh, biaya air bersih akan melonjak 200%

Lebanon saat ini sedang tertatih berusaha membebaskan diri dari krisis keuangan yang parah. Bahan bakar dan obat-obatan juga telah menjadi langka karena cadangan uang yang menipis.

Kini masalah lain timbul karena sistem pompa air publik yang mengalirkan air bersih ke seluruh negeri terancam akan padam karena kekurangan dana dan bahan bakar.

Melansir kantor berita Reuters, jika hal itu tidak ditangani maka lebih dari 71 persen penduduk Lebanon tidak akan mendapat akses air bersih tersebut. Dan ketika sistem pasokan air publik runtuh, maka biaya untuk mendapatkan air bersih bisa melonjak sampai 200 persen. Hal itu karena swasta yang akan mengambil alih.

Menurut pernyataan dari PBB, "UNICEF memperkirakan bahwa sebagian besar pemompaan air secara bertahap akan berhenti di seluruh negeri dalam empat hingga enam minggu ke depan," katanya.

2. Lebanon butuh ratusan miliar per tahun agar air tetap mengalir ke seluruh negeri

Baca Juga: Prancis akan Jadi Tuan Rumah Pembahasan Krisis Lebanon

Yukie Mokuo, Perwakilan UNICEF di Lebanon menjelaskan bahwa sektor air di negeri tersebut "sedang diperas ke kehancuran oleh krisis ekonomi." Pompa air tidak berfungsi karena tidak ada biaya untuk pemeliharaan dan pembelian suku cadang.

Selain itu, ancaman kenaikan bahan bakar dan runtuhnya jaringan listrik mengancam pompa air publik akan behenti beroperasi. "Hilangnya akses ke pasokan air publik dapat memaksa rumah tangga untuk membuat keputusan yang sangat sulit mengenai kebutuhan air, sanitasi dan kebersihan dasar mereka,” jelas Mokuo dari laman UNICEF USA.

Dengan ancaman kehilangan akses air bersih ke seluruh negeri, maka fasilitas umum yang penting dan vital seperti rumah sakit, sekolah dan fasilitas umum penting lainnya tidak akan dapat berfungsi dengan baik.

Ancaman lainnya adalah, penduduk Lebanon akan mengalami peningkatan penyakit karena kebersihan terganggu. Para perempuan dan remaja putri bakal menghadapi tantangan khusus terhadap kebersihan, pelindungan, dan martabat pribadi karena kesulitan akses ke sanitasi yang aman.

UNICEF menyebutkan bahwa Lebanon membutuhkan setidaknya 40 juta dollar AS atau sekitar Rp579 miliar per tahun supaya air bersih tetap mengalir ke seluruh negeri. Selama ini, UNICEF telah bekerja sama dengan penyedia pasokan air publik untuk menjangkau anak-anak dan wanita yang paling rentan di Lebanon. UNICEF juga membantu mendukung pengiriman air bersih ke seluruh Lebanon.

3. 'Saya patah hati setiap hari'

Sejak ledakan pelabuhan Beirut pada tahun 2020 lalu, kondisi ekonomi Lebanon semakin parah. Kebutuhan dasar seperti air, listrik dan gas mulai langka. IMF sudah membuat rencana penyelamatan Lebanon pada Juli tahun lalu tapi gagal.

Masyarakat internasional sejauh ini terlihat terus menahan bantuan pembangunan Lebanon kecuali negara itu menerapkan reformasi ekonomi dan struktural. Selama 11 bulan terakhir, Lebanon belum dipimpin oleh pemerintahan penuh karena berbagai masalah.

Pemerintahan sementara saat ini yang dipimpin oleh Presiden Michel Aoun pada akhir Juni lalu mengatakan diaspora Lebanon yang saat ini berada di luar negeri memiliki "peran dalam membantu merevitalisasi ekonomi."

Hal ini karena, remitansi atau biaya pengiriman uang dari luar negeri ke Lebanon memberikan suntikan pendapatan yang penting. Pada tahun 2018 lalu, Al Jazeera melaporkan bahwa remitansi hampir setara 13 persen dari seluruh produk domestik bruto.

Ada jutaan warga Lebanon yang bekerja di luar negeri dan saat ini banyak di antaranya yang ngeri mendapatkan kabar dari teman dan keluarga mereka yang ada di Lebanon. Salah satu warga Lebanon di luar negeri Philippe Aftimos yang jadi dokter di Brussel. Ia khawatir dengan nasib keluarganya dan pulang dengan memenuhi koper dengan obatan-obatan.

"Saya tidak ingin hidup dalam kecemasan ketidakpastian (atas kesehatan keluarga saya),” kata Aftimos.  Aftimos mengaku terus memperhatikan kabar Lebanon dari tempatnya bekerja dan "saya mengalami patah hati setiap pagi."

Seorang ekspatriat Lebanon yang lain bernama Hadi Chalhoub. Dia bekerja di Atlanta, Amerika Serikat untuk menjadi arsitek interor. Chalhoub berkunjung ke Lebanon yang dilanda krisis untuk melihat keluarga dan teman-teman, sambil memenuhi kopernya dengan obat penghilang rasa sakit, obat diabetes, obat tetes mata, dan pil serta tablet lainnya.

Obat-obatan telah hilang dari rak-rak toko farmasi karena habis dan stok tidak bisa datang sebab importir tidak memiliki dolar yang cukup untuk membayar barang dari luar negeri.

Baca Juga: Prancis akan Jadi Tuan Rumah Pembahasan Krisis Lebanon

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya