AS: Rusia Pasti akan Bergerak ke Ukraina

Rusia desak AS dan NATO tidak mengabaikan tuntutan mereka 

Jakarta, IDN Times - Ketegangan di Eropa Timur, khususnya antara Ukraina dengan Rusia, masih belum akan mereda dengan cepat. Upaya diplomasi untuk meredakan ketegangan tersebut antara Amerika Serikat (AS) dan Sekutu dengan Rusia, belum menemukan titik terang.

Dalam wawancara tentang ancaman krisis Ukraina, Presiden AS Joe Biden menduga bahwa dia yakin pasukan Rusia akan bergerak ke Ukraina. Tapi dia dan timnya telah menyusun serangkaian sanksi yang amat sangat memberatkan jika Rusia melakukan invasi.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang berkunjung ke Kiev menilai bahwa pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin akan bisa menyerang Ukraina kapan saja. Tapi sampai saat ini, niat militer Putin masih belum jelas.

Upaya diplomasi untuk mencegah invasi Rusia ke Ukraina masih terus diupayakan. Terbaru, Rusia dan AS akan bertemu kembali di Jenewa guna pembicaraan lebih lanjut.

1. Bencana untuk Rusia

Ukraina merasa terancam dengan penumpukan pasukan Rusia dalam jumlah besar di dekat perbatasan timur negaranya. Ada sekitar 100 ribu pasukan dengan perlengkapan kerasnya.

Upaya meredakan ketegangan hubungan Ukraina-Rusia masih belum menemukan kejelasan dan saat ini, situasi di sekitar Ukraina terus meningkat. Perang bisa pecah kapan saja dan Rusia bisa melancarkan invasi skala penuh terhadap bekas negara pecahan Soviet tersebut.

Pada hari Rabu (19/1/22), Presiden Joe Biden dalam wawancara panjang berbicara tentang krisis tersebut. Dilansir The Moscow Times, Biden mengatakan "jika mereka benar-benar melakukan apa yang mampu mereka lakukan dengan kekuatan (pasukan) yang mereka kumpulkan di perbatasan, itu akan menjadi bencana bagi Rusia."

Biden dan timnya, serta negara-negara mitra AS siap untuk membebankan biaya besar dan kerugian signifikan pada ekonomi Rusia.

Dalam analisa Biden, invasi skala penuh Rusia ke Ukraina memang akan membuat Moskow dapat meraih kemenangan. Militer Ukraina tidak sebanding dengan Rusia. Tapi kehilangan nyawa pasukan Moskow akan menjadi pilihan berat bagi Vladimir Putin.

2. Niat militer Presiden Vladimir Putin masih belum jelas

AS: Rusia Pasti akan Bergerak ke UkrainaPresiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) menerima kunjungan Menlu AS Antony Blinken (kanan) (Twitter.com/ Володимир Зеленський)

Baca Juga: Agen Intelijen Rusia Dilaporkan Tewas di Depan Kedubes Rusia, Jerman

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah melakukan kunjungan ke Kiev untuk bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Usai pertemuan itu, Blinken berbicara kepada para wartawan.

Menurut The Guardian, Blinken mengatakan "Rusia dapat mengambil tindakan agresif lebih lanjut terhadap Ukraina kapan saja." Namun demikian, niat militer Presiden Putin masih belum jelas.

Menlu AS telah siap untuk melakukan pembicaraan diplomasi guna meredakan ketegangan itu dengan mitra Rusia di Jenewa pekan depan. Dia menjelaskan bahwa telah berusaha tanpa henti mengejar solusi damai untuk krisis tersebut.

Saat ini, ada peningkatan signifikan pasukan Rusia di sekitar Ukraina. Selain sekitar 100 ribu pasukan di dekat perbatasan timur, pasukan Rusia juga telah tiba di Belarusia, sebelah utara Ukraina.

Bagi Blinken, itu adalah pengumpulan kekuatan yang sangat signifikan dan bisa menggandakan kekuatan militer Rusia dalam waktu yang relatif singkat.

3. Rusia mendesak AS dan NATO tidak mengabaikan tuntutan mereka

AS: Rusia Pasti akan Bergerak ke Ukrainailustrasi pasukan Rusia (Twitter.com/Минобороны России)

AS dan Sekutu Barat menuduh bahwa Rusia telah merencanakan invasi ke Ukraina dan meminta agar Moskow menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina.

Namun Moskow berulang kali menepis tuduhan itu. Mereka juga menegaskan bahwa tidak akan menarik pasukannya dengan mengatakan bahwa pihaknya memiliki hak untuk mengerahkan pasukannya di mana pun di dalam wilayahnya sendiri.

Rusia telah mengajukan proposal jaminan keamanan kepada AS dan NATO pada 17 Desember tahun lalu. Dalam proposal itu, salah satu tuntutan Rusia adalah NATO tidak menerima Ukraina sebagai anggota dan NATO menghentikan ekspansi pengaruh ke Eropa Timur.

Baik Washington dan mitra sekutu menolak dengan tegas tuntutan tersebut tapi tetap membuka pintu kemungkinan pembicaraan lebih lanjut tentang pengendalian senjata di dekat perbatasan Rusia.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, dilansir Associated Press, mengatakan bahwa tidak akan ada pembicaraan yang berarti mengenai masalah krisis itu jika Barat mengabaikan permintaan Rusia.

Selain itu, Ryabkov juga mengulangi bantahan bahwa negaranya mempersiapkan rencana invasi ke Ukraina. Katanya, "saya yakin bahwa tidak ada risiko perang skala besar yang bisa pecah di Eropa atau di tempat lain. Kami tidak bermaksud mengambil langkah agresif apa pun. Kami tidak memiliki niat untuk menyerang, melakukan ofensif atau menginvasi Ukraina."

Baca Juga: Amerika Serikat Incar Investasi di Sektor Infrastruktur Indonesia 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya