Bangladesh: Bunuh Aktivis LGBTQ+, 6 Militan Dihukum Mati

'Bangladesh tidak menoleransi militan atau terorisme' 

Jakarta, IDN Times - Sebanyak delapan orang terdakwa pembunuh aktivis LGBTQ+ di Bangladesh ditangkap oleh polisi dan diseret ke pengadilan. Enam dari mereka dijatuhi oleh hukuman mati oleh Pengadilan Khusus Anti-Terorisme dan dua lainnya dibebaskan.

Orang-orang itu disebut bertanggung jawab membunuh dua orang aktivis hak-hak LGBTQ+ yang bernama Xulhaz Mannan dan temannya yang bernama Mahbub Rabbi Tonoy. Dua korban itu dibunuh di kediaman Mannan, di ibu kota Dhaka.

Xulhaz Mannan adalah editor majalan LGBTQ+ yang bernama Roopbaan. Majalah tersebut adalah satu-satunya majalah yang mempromosikan hak-hak tentang LGBTQ+. Hubungan sesama jenis adalah ilegal di Bangladesh dan komunitas LGBTQ+ telah lama terpinggirkan.

1. Persidangan dengan pengawalan ketat

Persidangan di Pengadilan Anti-Terorisme yang digelar pada Selasa (31/8), dipimpin oleh seorang hakim yang bernama Mujibur Rohman.  Dia memutuskan bahwa enam dari delapan terdakwa dijatuhi hukuman mati.

Ruang pengadilan saat itu penuh sesak dengan orang-orang. Melansir The Independent, persidangan dijaga dengan ketat oleh pasukan keamanan.

Dari enam yang dijatuhi hukuman, empat orang berada di pengadilan dan dua lainnya masih buron. Mereka diadili secara in absentia.

Menurut keterangan jaksa penuntut, para terdakwa diidentifikasi sebagai anggota kelompok Ansar al-Islam, sebuah jaringan kelompok militan domestik yang memiliki afiliasi dengan al-Qaeda.

Khairul Islam Liton yang menjadi pengacara dalam membela para terdakwa, mengatakan bahwa ia akan mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan oleh hakim.

2. Seorang mantan tentara termasuk yang dijatuhi hukuman mati

Baca Juga: Bangkitkan Industri Prostitusi, Pekerja Seks di Bangladesh Divaksinasi

Nama-nama enam orang yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan adalah Syed Ziaul Haque Zia, Akram Hossain, Md Mozammel Hossain alias Saimon, Md Sheikh Abdullah, Arafat Rahman dan Asadullah.

Dua yang telah disebut diadili secara in absentia karena masih buron adalah Zia dan Akram.

Melansir kantor berita Reuters, Zia disebut mantan seorang tentara dengan pangkat mayor. Dia telah dipecat dan disebut sebagai ketua kelompok Ansar al-Islam serta dituduh mendalangi pembunuhan dua aktivis yang jadi korban.

Shahanur Islam, seorang aktivis hak-hak LGBTQ+ di Bangladesh mengaku senang dengan putusan pengadilan.

"Tapi sebagai aktivis LGBT sekaligus aktivis anti hukuman mati, saya selalu lebih memilih hukuman seumur hidup dari pada hukuman mati," katanya memberikan tanggapan pada putusan.

3. 'Bangladesh tidak menoleransi militan atau terorisme'

Di Bangladesh, antara tahun 2013 dan 2016, serentetan serangan menargetkan aktivis sekuler, blogger, jurnalis, dan minoritas agama lain oleh kelompok-kelompok yang mengklaim bersekutu dengan al-Qaeda.

Xulhaz Mannan dan Rabbi Tonoy dibunuh secara brutal dengan menggunakan parang oleh para pelaku. Pembunuhan itu dilakukan pada bulan April tahun 2016.

Saat membacakan putusan, melansir Al Jazeera, Hakim Rahman mengatakan hukuman itu akan "menjadi contoh" bahwa Bangladesh tidak menoleransi "militan atau terorisme dalam bentuk apa pun."

Saudara laki-laki Mannan yang bernama Minhaz Mannan Emon mengatakan "meskipun kami tidak akan mendapatkan Xulhaz (Mannan) kembali, itu adalah penghiburan bagi kami bahwa para pembunuh telah dijatuhi hukuman maksimum," katanya.

Baca Juga: COVID-19: Bangladesh Cetak Rekor Jumlah Kematian

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya