Burkina Faso Akhiri Kerja Sama Militer dengan Prancis

Sentimen anti-Prancis menguat di Afrika Barat

Jakarta, IDN Times - Juru bicara pemerintah Burkina Faso, Rimtalba Jean Emmanuel Ouedraogo, mengatakakan bahwa negaranya telah mengakhiri perjanjian militer dengan Prancis pada Senin (23/1/2023). Ouagadougou ingin Paris menarik seluruh pasukannya keluar dari negara itu dalam waktu satu bulan.

Sentimen anti-Prancis di Burkina Faso telah meningkat dalam beberapa bulan. Dalam beberapa minggu terakhir, protes anti-Prancis terlihat menguat dan warga Burkinabe bahkan meminta Duta Besar Prancis untuk pulang kampung dari negaranya.

1. Akhir kerja sama militer bukan akhir hubungan diplomatik

Burkina Faso Akhiri Kerja Sama Militer dengan Prancisilustrasi pasukan Prancis di Afrika Barat (Twitter.com/Armée française - Opération BARKHANE)

Prancis menempatkan ratusan tentara khusus di Burkina Faso untuk membantu memerangi kelompok militan bersenjata di negara itu. Penempatan itu dilakukan atas dasar perjanjian kerja sama militer dua negara.

Namun, sentimen anti-Prancis yang kian menguat membuat Burkina Faso memutuskan untuk memerintahkan penarikan tentara Prancis.

"Kami mengakhiri perjanjian yang mengizinkan pasukan Prancis berada di Burkina Faso. Ini bukanlah akhir dari hubungan diplomatik antara Burkina Faso dan Prancis. Penghentian ini normal dan sudah diramalkan dalam ketentuan perjanjian," kata juru bicara Emmanuel Ouedraogo dikutip Al Jazeera.

Prancis adalah mantan kekuatan kolonial di Burkina Faso. Hubungan mereka semakin memburuk dalam beberapa bulan terakhir setelah negara di Afrika Barat itu mengalami kudeta militer.

Baca Juga: Rayakan 60 Tahun Perjanjian Elysee, Ini yang Dibahas Prancis-Jerman

2. Burkina Faso ingin menghadapi pemberontak sendiri

Pemimpin kudeta militer Burkina Faso adalah Ibrahim Traore. Dia saat ini yang berkuasa memerintah negara tersebut.

Ouedraogo mengklaim bahwa pemerintah dan seluruh negara saat ini ingin menjadi aktor utama dan merebut kembali wilayah yang telah dikuasai pemberontak militan, katanya dikutip France24.

Secara resmi, Kementerian Luar Negeri Burkina Faso telah mengirim surat Prancis untuk mengakhiri dan menutup perjanjian kerja sama militer secara keseluruhan. Presiden Prancis Emmanuel Macron sedang menantikan klarifikasi atas pemintaan penarikan pasukannya.

3. Prancis tuduh Rusia memengaruhi negara-negara Afrika yang bermasalah

Burkina Faso Akhiri Kerja Sama Militer dengan Prancisilustrasi (Unsplash.com/Jeremy Bezanger)

Prancis menempatkan sekitar 400 pasukan khususnya di Burkina Faso. Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah tentara Prancis lain yang ditempatkan di beberapa negara Arika Barat untuk membantu melawan pemberontak militan.

Hubungan Prancis dengan beberapa negara Afrika Barat telah memburuk. Di Mali, tahun lalu Prancis telah menarik pasukannya seiring dengan hubungan tegang kedua negara.

Di sisi lain, baik Mali atau Burkina Faso kini mengalihkan sandaran bukan kepada Barat melainkan kepada Rusia. Dalam kunjungan ke Moskow pekan lalu, Perdana Menteri Burkinabe Apollinaire Kyelem de Tembela mengatakan, Rusia adalah negara mitra yang masuk akal dalam dinamika saat ini.

Dilansir VOA News, Presiden Macron menuduh Rusia sebagai pengaruh predator di negara-negara Afrika yang bermasalah. Ini juga terkait pengaruh Prancis sendiri yang mulai memudar di negara bekas jajahannya.

Ouagadougou sejauh ini tidak membenarkan atau membantah laporan yang menyebutkan bahwa mereka telah memutuskan untuk mempekerjakan kelompok tentara bayaran swasta Wagner Group dari Rusia.

Baca Juga: Rusia Ancam Hancurkan Ukraina jika NATO Kirim Tank dan Senjata Berat

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya