Ethiopia Tolak Tuduhan AS terkait 'Pembersihan Etnis'

Ethiopia siap kerja sama dalam penyelidikan pelanggaran

Addis Ababa, IDN Times - Konflik di Ethiopia antara pemerintah federal dengan pemerintah regional Tigray masih terus bergulir. Akhir dari pertempuran belum jelas. Meskipun ibukota wilayah Tigray, yakni Mekele, telah jatuh ke tangan pasukan federal namun peperangan masih kadang terjadi di beberapa tempat terpencil.

Konflik tersebut telah membuat komunitas internasional menduga ada keterlibatan pasukan militer negara tetangga yaitu Eritrea. Disamping itu, kombinasi pasukan federal Ethiopia (ENDF) dengan pasukan Eritrea diduga melakukan 'pembersihan etnis' Tigrayan.

Pada hari Rabu (10/3), Amerika Serikat melalui Menteri Luar Negeri Anthony Blinken menuduh bahwa pasukan Ethiopia telah melakukan 'pembersihan etnis'. Hal itu kemudian ditanggapi oleh Kementrian Luar Negeri Ethiopia pada hari Sabtu (13/3) yang menolak tuduhan tersebut.

1. Pemerintah Ethiopia menentang tuduhan 'pembersihan etnis'

Tidak ada angka pasti korban meninggal yang dapat diajukan dalam konflik antara ENDF dengan Tigrayan People's Liberation Front (TPLF) pada November tahun lalu hingga saat ini. Tapi yang jelas, ratusan ribu etnis Tigray terusir dari rumahnya. Puluhan ribu terdampar sebagai pengungsi di Sudan.

Selain itu, ancaman kelaparan, mal-nutrisi dan kekurangan pasokan obat-obatan mengancam penduduk Tigray yang jumlahnya lebih dari lima juta orang.

Melansir dari kantor berita Reuters, Anthony Blinken mengatakan bahwa dia ingin melihat pasukan Eritrea dan ENDF di Tigray diganti oleh pasukan keamanan yang menghormati hak asasi manusia dan tidak "melakukan tindakan pembersihan etnis".

Pernyataan Blinken yang dianggap sebagai tuduhan lantas ditanggapi oleh pemerintah Ethiopia lewat Kementrian Luar Negeri. Dalam sebuah pernyataan, mereka mengatakan "tidak ada selama atau setelah akhir operasi penegakan hukum di Tigray dapat diidentifikasi atau didefinisikan oleh standar apa pun sebagai pembersihan etnis yang disengaja dan ditargetkan terhadap siapa pun di wilayah itu."

Kementrian Luar Negeri Ethiopia juga menegaskan bahwa "pemerintah Ethiopia dengan keras menentang tuduhan semacam itu."

2. PBB memiliki bukti pelanggaran kemanusiaan di Tigray

Baca Juga: Ethiopia Tolak Permintaan AS untuk Tarik Pasukan dari Tigray

Upaya menaklukkan wilayah Tigray yang dilakukan oleh ENDF dengan beberapa strategi yakni pemadaman jaringan telepon dan internet. Selain itu, ENDF juga memberlakukan blokade terhadap wilayah Tigray sehingga wilayah tersebut terkunci.

Laporan peperangan atau korban jiwa jarang dapat diverifikasi dari dua arah oleh media internasional. Hal itu karena awak media tidak diizinkan memasuki wilayah Tigray. Baru setelah Mekele ditaklukkan, secara bertahap pemerintah federal membuka blokade tersebut.

Penyelidikan usai peperangan, telah membuat beberapa komunitas internasional menemukan pelanggaran kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan ENDF.

Melansir dari laman Deutsche Welle, Kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet pekan lalu mengatakan bahwa kantornya memiliki bukti "pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang." Human Rights Watch, sebuah LSM yang fokus terkait hak asasi manusia, yang berbasis di New York mengatakan bahwa pada 5 Maret, pasukan Eritrea telah membantai penduduk di Tigray, termasuk anak-anak.

Dua pihak tertuduh, yakni Ethiopia dan Eritrea membantahnya. Eritrea terus berkelit dan membantah tuduhan terlibat dalam pertempuran di wilayah Tigray.

3. Ethiopia bersedia bekerja sama dalam penyelidikan

Ethiopia Tolak Tuduhan AS terkait 'Pembersihan Etnis'PM Ethiopia, Abiy Ahmed. (Twitter.com/Abiy Ahmed Ali)

Anthony Blinken di hadapan Kongres Amerika Serikat menjelaskan laporan tentang "sumber kredibel" yang mengisahkan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Tigray. Melansir dari laman Al Jazeera, ia menyerukan "penyelidikan independen atas apa yang terjadi di sana." Dalam komentarnya di hadapan Kongres, ia juga menyatakan "situasi di Tigray hari ini tidak dapat diterima dan harus berubah."

Ethiopia selama beberapa dekade di bawah kekuasaan Tigray. Ketika itu, mereka terus berkonflik dengan Eritrea. Setelah Abiy Ahmed meraih kekuasaan, ia menjalin misi diplomatik dan mendamaikan konflik dengan Eritrea. Karena tindakan itu, Abiy Ahmed dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2019.

Namun, konflik di Tigray membuat banyak orang mempertanyakan kepemimpinan Abiy Ahmed. Dia dikritik karena memerintahkan operasi militer yang telah menyebabkan jutaan orang menderita. Konflik juga dicurigai melibatkan pasukan Eritrea.

Dalam tekanan baru yang dilakukan oleh Amerika Serikat kepada Ethiopia untuk melakukan penyelidikan independen atas kejahatan perang yang terjadi di Tigray, pemerintah Ethiopia mengatakan penyelidikan federal atas dugaan kejahatan sedang berlangsung.

Melansir dari laman Associated Press, para kritikus mengatakan pemerintah tidak dapat menyelidiki dirinya sendiri secara efektif. Para kritikus ingin ada penyelidikan internasional. Pemerintah Ethiopia dalam komentarnya yang terbaru menunjukkan keterbukaan terhadap penyelidikan yang melibatkan kelompok-kelompok luar.

Sedangkan Kementerian Luar Negeri Ethiopia kemudian mengatakan bahwa pihaknya siap untuk bekerja dengan para ahli hak asasi manusia internasional untuk melakukan penyelidikan atas tuduhan pelanggaran.

Baca Juga: Ethiopia Tolak Permintaan AS untuk Tarik Pasukan dari Tigray

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya