Facebook Disebut Memperparah Kekerasan Terhadap Etnis Rohingnya

Pengamat khawatir kontribusi Facebook terhadap kekejaman

Jakarta, IDN Times - Global Witness, organisasi hak asasi manusia (HAM), menuduh Facebook gagal mendeteksi ujaran kebencian terhadap Rohingya. Ratusan ribu etnis muslim Rohingya minoritas telah jadi korban kekerasan mayoritas di Myanmar beberapa tahun lalu dan Facebook sebagai media sosial dianggap gagal mencegah ujaran kebencian yang beredar.

Media sosial milik Mark Zuckenberg dengan induk perusahaan Meta Platform Inc itu telah digugat 150 miliar dolar atau Rp2.150 triliun. Facebook dituduh gagal menghentikan ujaran kebencian yang menghasut kekerasan terhadap kelompok etnis muslim oleh penguasa militer dan pendukung mereka di Myanmar.

1. Facebook didesak untuk bertanggung jawab karena dianggap fasilitasi pelanggaran HAM

Facebook Disebut Memperparah Kekerasan Terhadap Etnis RohingnyaBanjir di kamp pengungsian Rohingya, Bangladesh. (Twitter.com/UNHCR in Bangladesh)

Global Witness melakukan uji coba dengan membuat delapan iklan eksplisit yang mengandung ujaran kebencian kepada Rohingya. Iklan berbayar itu dibuat dalam bahasa Burma.

ternyata, iklan itu langsung disetujui oleh Facebook. Tapi, Global Witness segera menghapusnya sebelum tayang. Dari uji coba itu akhirnya mereka mengerti bahwa Facebook telah gagal mendeteksi ujaran kebencian di platformnya.

Ava Lee, pemimpin kampanye Global Witness, menjelaskan "penyelidikan kami menambah bukti bahwa Facebook tidak dapat mengatur dirinya sendiri. Kami menyerukan kepada pemerintah, pengadilan, dan regulator untuk turun tangan dan meminta pertanggungjawaban Facebook atas perannya dalam memfasilitasi pelanggaran hak asasi manusia."

Kekerasan terhadap etnis muslim Rohingya Myanmar telah dianggap sebagai genosida. Ribuan orang terbunuh dan hampir 900 ribu mengungsi, yang sebagian besar berada di Bangladesh. Banyak desa-desa Rohingya di Myanmar telah dibakar dan perempuan diperkosa secara brutal.

Baca Juga: PBB Tuduh Tentara Myanmar Lakukan Kejahatan Perang

2. Facebook jadi media sosial utama di Myanmar

Facebook Disebut Memperparah Kekerasan Terhadap Etnis Rohingnyailustrasi media sosial Facebook (Unsplash.com/Fimbee.com)

Bencana yang menyasar etnis Rohingnya mulai terjadi sejak 2015. Kerusuhan tersebut memicu eksodus besar-besaran dari Myanmar untuk menghindari dari pembantaian.

Rohingnya kini menjadi salah satu etnis di dunia yang paling teraniaya. Banyak dari mereka hidup di kamp pengungsian beberapa negara, terutama di Bangladesh.

Media sosial dianggap sebagai salah satu alat untuk mengobarkan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya. Dan Facebook adalah media sosial utama yang digunakan oleh masyarakat di negara itu.

Dilansir Associated Press, Marzuki Darusman, ketua Misi Pencari Fakta Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar mengatakan, media sosial secara substansial berkontribusi pada tingkat kepahitan, pertikaian, dan konflik.

Dia menjelaskan, "ujaran kebencian tentu saja merupakan bagian dari itu. Sejauh menyangkut situasi Myanmar, media sosial adalah Facebook, dan Facebook adalah media sosial."

Myanmar mulai memiliki akses ke internet sejak 2000. Facebook kemudian memasuki negara itu, bekerja sama dengan penyedia telekomunikasi untuk membebaskan pengguna tanpa membayar data. Secara cepat, Facebook meledak dan jadi platform paling populer. 

3. Facebook sebut punya tim untuk menghalau konten kekerasan

Sebagai salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia, temuan dari investigasi Global Witness telah membuat organisasi HAM itu khawatir. Ava Lee mencemaskan hal tersebut.

Dilansir RTE, Lee mengatakan, "jika mereka (Facebook) masih tidak dapat melakukan ini di Myanmar setelah lima tahun upaya yang seharusnya dilakukan, seberapa besar kemungkinan upaya sukarela mereka sendiri akan cukup untuk menghindari kontribusi terhadap kekejaman di Ukraina dan zona konflik lainnya."

Induk Facebook, Meta, mengatakan telah membangun tim khusus yang terdiri dari orang-orang berbahasa Burma. Mereka bekerja untuk mengambil tindakan atas informasi yang salah di platformnya.

Juru bicara Meta menjelaskan, "kami juga telah berinvestasi dalam teknologi berbahasa Burma untuk mengurangi prevalensi konten yang melanggar. Pekerjaan ini dipandu oleh umpan balik dari para ahli, organisasi masyarakat sipil dan laporan independen, termasuk Misi Pencari Fakta PBB tentang temuan Myanmar dan Hak Asasi Manusia independen."

Facebook telah mendapatkan gugatan di Inggris dan AS dari puluhan pengungsi Rohingya atas penyebaran ujaran kebencian. Korban menuntut kompensasi lebih dari 150 miliar dolar atau sekitar Rp2.150 triliun. Belum ada perkembangan signifikan atas gugatan tersebut.

Baca Juga: Rusia Batasi Akses Facebook dan Ancam Blokir Media

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya