Intelijen AS Tuduh Rusia Siapkan Rencana Invasi ke Ukraina

Rusia bantah rencanakan serangan ke Ukraina

Jakarta, IDN Times - Intelijen Amerika Serikat (AS) pada Jumat (14/1/22) menurunkan laporan yang isinya, mengklaim memiliki bukti bahwa Rusia telah merencanakan operasi untuk melakukan invasi ke Ukraina. Informasi intelijen itu dirilis hampir bersama dengan serangan siber masif ke situs web pemerintah Ukraina, yang diduga dilakukan oleh Rusia.

Menurut AS, Rusia telah memiliki rencana untuk menjebak Ukraina. Jebakan itu dibuat untuk menimbulkan provokasi, sehingga ada alasan bagi Moskow melancarkan invasi lebih besar. Operasi jebakan direncanakan akan dilakukan di daerah timur Ukraina yang dikuasai oleh pasukan separatis Ukraina pro-Moskow.

Rusia membantah informasi yang diluncurkan oleh intelijen AS. Rusia mengatakan bahwa mereka tidak pernah memiliki rencana untuk menyerang Ukraina.

Tuduhan intelijen AS kali ini adalah perkembangan terbaru dalam ketegangan Ukraina-Rusia. AS bersama sekutu telah berunding secara diplomasi dengan Rusia untuk meredakan ketegangan, akan tetapi dalam tiga tahap diplomasi, tidak ada hasil signifikan yang berhasil diraih.

1. Skenario invasi Rusia ke Ukraina berdasarkan pencaplokan Krimea

Intelijen AS Tuduh Rusia Siapkan Rencana Invasi ke UkrainaJohn Kirby, Sekretaris pers Pentagon. (Twitter.com/Kevin Baron)

Para pejabat AS di pemerintahan Presiden Joe Biden memiliki keyakinan bahwa Rusia telah mempersiapkan invasi ke Ukraina. Langkah itu diperkirakan akan dijalankan Moskow jika tuntutan mereka dalam diplomasi gagal.

Skenario rencana invasi Rusia ke Ukraina itu akan dijalankan seperti ketika Moskow mencaplok Krimea pada tahun 2014 lalu.

Dilansir CNN, "militer Rusia berencana untuk memulai kegiatan ini beberapa minggu sebelum invasi militer, yang dapat dimulai antara pertengahan Januari dan pertengahan Februari," kata pejabat AS.

Pejabat itu merujuk pada catatan serangan Rusia ke Krimea pada tahun 2014 lalu, yang telah membuat Ukraina kehilangan sebagian wilayah paling selatan milik mereka.

John Kirby, penasihat keamanan Gedung Putih menjelaskan bahwa "jika masa lalu adalah prolog, sulit untuk melihat bahwa kegiatan semacam ini dapat dilakukan tanpa diketahui jika bukan persetujuan dari tingkat yang sangat senior dari pemerintah Rusia," ujarnya tanpa menyebut nama Presiden Rusia Vladimir Putin.

2. Operasi palsu untuk menjebak Ukraina

Intelijen AS Tuduh Rusia Siapkan Rencana Invasi ke Ukrainailustrasi tank Rusia (Twitter.com/ Минобороны России)

Baca Juga: Web Pemerintah Ukraina jadi Sasaran Serangan Siber Masif

Pada tahun 2014 ketika Ukraina berseteru dengan Rusia, Moskow dengan cepat melakukan aneksasi terhadap Krimea. Beriringan dengan peristiwa itu, pasukan separatis Ukraina pro-Moskow di bagian timur memberontak dan berusaha memerdekakan diri.

Pasukan separatis itu adalah warga Ukraina berbahasa Rusia, yang disebut dibantu oleh Rusia menguasai kota Donetsk dan Luhansk sampai saat ini. Gencatan senjata pernah dilakukan pada tahun 2015 tapi tembak-menembak secara sporadis masih terjadi. Pada tahun 2014, pertempuran itu membunuh sekitar 14 ribu nyawa.

Dalam keterangan yang disampaikan oleh intelijen AS, saat ini Rusia merencanakan sebuah operasi palsu untuk menjebak Ukraina sehingga Moskow memiliki alasan melakukan invasi.

Menurut The Guardian, John Kirby memberi penjelasan hasil penyelidikan intelijen AS bahwa Rusia mempersiapkan "operasi yang dirancang agar terlihat seperti serangan terhadap orang-orang berbahasa Rusia di Ukraina, sekali lagi sebagai alasan untuk masuk (melakukan invasi)."

Analisa intelijen AS itu diperkuat dengan narasi di media sosial berbahasa Rusia, tentang tuduhan bahwa Ukraina dan mitra Barat merencanakan serangan kepada rakyat Ukraina yang berbahasa Rusia di bagian timur negara itu.

Unggahan di media sosial itu telah meningkat secara signifikan di bulan Desember 2021. Dibandingkan dengan unggahan pada bulan November 2021, kenaikan unggahan yang menegaskan narasi menyudutkan Ukraina itu meningkat sekitar 200 persen.

3. Kremlin menolak tuduhan AS, Sekjen PBB minta Rusia-AS hindari eskalasi

Rusia telah melakukan penumpukan sekitar 100 ribu pasukan di dekat perbatasan timur Ukraina. Langkah itu menimbulkan kekhawatiran, baik bagi Kiev atau mitra Barat termasuk AS, NATO dan Eropa.

Menurut intelijen Ukraina pada akhir tahun 2021, Rusia telah merencanakan serangan dan akan dilakukan pada Januari atau Februari 2022.

Tuduhan tersebut berulangkali dibantah oleh Moskow. Mereka mengatakan bahwa pengerahan pasukan di mana pun di bagian negaranya adalah hak negara yang berdaulat. Mereka menolak tuduhan telah merencanakan invasi.

Dalam perkembangan yang terbaru saat intelijen AS menuduh bahwa Rusia akan melancarkan operasi jebakan bagi Ukraina sebagai pintu masuk invasi, Kremlin juga membantahnya.

Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin menolak klaim intelijen AS dan menyebutnya sebagai informasi "tidak berdasar dan sepenuhnya tidak dikonfirmasi."

Menurut Tass, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres menegaskan bahwa dialog antara Rusia, AS dan NATO adalah hal yang sangat penting.

Guterres mengatakan bahwa komunitas internasional "khawatir dengan eskalasi ketegangan saat ini." Dia menyerukan AS-Rusia untuk menghindari "konfrontasi apa pun yang akan menjadi bencana bagi Eropa dan dunia."

Baca Juga: Bahas Ketegangan Ukraina, AS-Rusia Bertemu di Jenewa

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya