Isu Boikot Olimpiade Beijing 2022 Bergulir

Pelanggaran HAM di Tiongkok jadi alasan boikot

Beijing, IDN Times - Tiongkok akan jadi tuan rumah Olimpiade pada tahun 2022 mendatang. Sebelumnya, Tiongkok pernah melaksanakan Olimpiade pada tahun 2008 silam. Namun pada Olimpiade Beijing 2022, isu pemboikotan mulai bergulir mulai saat ini.

Tuduhan bahwa Tiongkok melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dan genosida terhadap minoritas Muslim Uighur dan minoritas lain menjadi alasan utama isu pemboikotan. Selain itu, kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia yang mendukung Hong Kong dan Tibet juga ikut menyerukan dengan keras boikot Olimpiade Beijing 2022.

Namun, upaya pemboikotan barangkali hanya jadi isu. Tindakan nyata mungkin tidak dapat dilakukan. Gelaran acara olahraga internasional tidak akan efektif untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran hak asasi manusia yang biasanya diselesaikan dengan tindakan politik.

1. Panitia Olimpiade dituduh bersembunyi dibalik netralitas politik

Olimpiade Beijing 2022 akan dilaksanakan mulai pada bulan Februari. Namun isu pelanggaran hak asasi manusia dan genosida yang menerpa Tiongkok menjadi salah satu duri dalam rencana gelaran acara olahraga paling bergengsi di dunia itu.

Kelompok aktivis hak asasi manusia yang mewakili Hong Kong, Tibet, dan Uighur menyerukan "No Beijing 2022". Mereka meminta kepada para "atlet dan pemimpin dunia" untuk memboikot Olimpiade Beijing.

Melansir dari laman Australian Broadcasting Corporation, Zumretay Arkin, juru bicara Kongres Uyghur Dunia mengatakan IOC (International Olympic Committee) terus "bersembunyi di balik netralitas politik ketika menyangkut Tiongkok".

Dia menilai IOC selalu mengatakan "untuk menciptakan dunia yang lebih baik, dunia yang sama sekali tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual."

Namun menurut para aktivis tersebut, "dunia yang lebih baik bagi kami berarti dunia yang bebas dan demokratis di mana tidak ada kamp, ​​tidak ada pabrik kerja paksa, tidak ada penindasan budaya dan agama, tidak ada penangkapan sewenang-wenang, tidak ada kebrutalan polisi. Berarti tidak ada kamp kerja paksa, genosida, dan kebrutalan polisi."

2. Seruan untuk mencabut Tiongkok sebagai tuan rumah Olimpiade

Baca Juga: 9 Atlet Perempuan Indonesia yang Bersinar di Olimpiade

Apa yang menjadi tuntutan oleh para aktivis hak asasi Hong Kong, Uighur, dan Tibet adalah boikot dengan cara-cara yang lembut. Namun juga tak mengesampingkan cara boikot seperti yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat dalam OIlimpiade Moskow 1980. Boikot diplomatik Amerika Serikat dalam Olimpiade saat itu membuat 65 negara menjauh, termasuk Tiongkok, dan 80 negara masih berpartisipasi.

Melansir dari laman Associated Press, akhir tahun lalu para aktivis telah bertemu dengan IOC dan meminta Olimpiade 2022 dipindahkan. Selain itu, mereka juga meminta dokumen yang menjanjikan bahwa Tiongkok memberikan "jaminan" tentang kondisi hak asasi manusia di negaranya.

Direktur We The Hongkongers yang membela hak-hak Hong Kong bernama Frances Hui, mengatakan "apakah sulit untuk memahami fakta bahwa Tiongkok sedang menghilangkan hak asasi manusia dan melakukan genosida? Tidak, ”katanya. “Seharusnya tidak rumit jika Anda benar-benar mendengarkan kami."

Tuntutan pencabutan Tiongkok sebagai tuan rumah Olimpiade 2022 juga diserukan oleh seorang pengacara dan aktivis dari Tiongkok sendiri yang diasingkan yakni Teng Biao. Dia mengatakan "sebelum kami menyerukan boikot, kami berharap IOC dapat mencabut Tiongkok dari tuan rumah Olimpiade, tetapi mereka tidak ingin melakukan itu."

Namun apakah seruan untuk mencabut Tiongkok sebagai tuan rumah Olimpiade atau pemboikotan akan berhasil sebagai cara menuntut tanggung jawab pelanggaran hak asasi yang diduga dilakukan oleh Tiongkok?

3. IOC bukan sebuah pemerintahan dunia

Isu Boikot Olimpiade Beijing 2022 BergulirThomas Bach, Presiden IOC. (Twitter.com/World Olympians)

Juru bicara Kementrian Luar Negeri Tiongkok yang bernama Zhao Lijian menilai ada "motif politik" yang mendasari seruan boikot. Namun dia meyakini bahwa seruan boikot Olimpiade Beijing 2022 akan mengalami kegagalan.

Bulan lalu, menurut majalah Time, 180 kelompok hak asasi menyerukan boikot Beijing 2022 karena pelanggaran hak asasi manusia, erosi kebebasan politik di Hong Kong dan Tibet, dan masalah lainnya.

Mantan Duta Besar AS untuk PBB yang bernama Nikki Haley adalah salah satu tokoh AS dari Partai Republik yang juga menyuarakan seruan untuk memboikot Beijing 2022. Namun melansir dari CNBC, sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan “belum ada keputusan akhir yang dibuat tentang itu, dan tentu saja kami akan mencari arahan dari Komite Olimpiade AS.”

IOC juga menanggapi seruan boikot dari para aktivis dan memberikan respon. Presiden IOC yang bernama Thomas Bach mengatakan “peran kami di dunia ini, pertama-tama, tentang olahraga-dan peran sosial kami adalah untuk menyatukan dan tidak memecah belah orang. Kami bukan pemerintah dunia dan tidak dapat mencapai apa yang belum dicapai oleh generasi politisi dan majelis umum PBB."

Melansir dari laman Associated Press, Bach juga mengatakan bahwa "kami bukan pemerintahan dunia super di mana IOC dapat menyelesaikan atau bahkan menangani masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh dewan keamanan PBB, tidak ada negara G7, tidak ada negara G20 yang memiliki solusinya." Menurut Bach, masalah Tiongkok harus diselesaikan dengan politik, bukan dengan olahraga.

Baca Juga: Skandal Doping Hantam Inggris Jelang Olimpiade 2020 Tokyo

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya