Jual Kalender Gambar Bebek, Pria Thailand Ini Dipenjara Dua Tahun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pria Thailand bernama Narathorn Chotmankongsin dijatuhi hukuman penjara dua tahun pada Selasa (7/3/2023). Dia dianggap mengejek Maha Raja Thailand Vajiralongkorn yang juga dikenal sebagai Rama X.
Pria tersebut ditangkap pada akhir Desember 2020 karena menjual Kalender Bebek Kuning 2021. Gambar kartun bebek dianggap ejekan kepada Vajiralongkorn.
Narathorn Chotmankongsin menjual kalender tersebut lewat laman Facebook yang namanya sama dengan gerakan pro-demokrasi, Ratasadon.
1. Hukuman awal tiga tahun kurungan penjara
Thailand memiliki beberapa undang-undang yang melarang penghinaan terhadap monarki. Undang-undang tersebut dikenal sebagai lese majeste. Hukuman yang dijatuhkan bisa mencapai 15 tahun penjara untuk setiap penghinaan yang dilakukan.
Dilansir CNN, Pengadilan Kriminal Taling Chan pada Selasa menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada seorang aktivis politik pro-demokrasi yang ditangkap pada 2020.
Hakim awalnya memberi hukuman tiga tahun tapi diringankan satu tahun karena kesaksiannya dianggap memberikan informasi yang berguna.
Sebuah kelompok bantuan hukum mengatakan, vonis itu dijatuhkan karena Narathorn Chotmankongsin menjual kalender bergambar bebek kuning yang dianggap menghina Maha Raja Vajiralongkorn.
Baca Juga: Perjalanan Karier Nong Poy, Transgender Thailand Artis hingga Peneliti
2. Bebek kuning sebagai simbol perlawanan
Editor’s picks
Pengacara Yaowalak Anuphan mengatakan, kliennya menyangkal tuduhan itu karena tidak membuat kalender. Selain itu, isi di kalender sendiri tidak memiliki karakteristik yang melanggar undang-undang.
Anuphan mengatakan bahwa kliennya bebas dengan jaminan dan memiliki rencana untuk mengajukan banding.
Dilansir VOA News, bebek kuning merupakan simbol gerakan protes pro-demokrasi Thailand yang terjadi secara bergelombang pada 2020. Bebek kuning itu kemudian menjadi simbol perlawanan.
Gerakan pro-demokrasi yang melakukan protes mencoba mereformasi monarki Thailand dan salah satu fokus kritik mereka saat itu adalah undang-undang lese majeste tersebut. Para pemuda pro-demokrasi memimpin protes yang menyerukan penghapusannya.
3. Thailand menjauh dari demokrasi
Human Right Watch (HRW) menilai hukuman tersebut telah menunjukkan bahwa Thailand menghukum aktivitas apa pun yang dianggap menghina monarki. Thailand, dengan begitu, telah bergerak menjauh dari menghargai hak demokrasi.
Dilansir BBC, kelomok HAM tersebut juga menuduh Bangkok mengeksploitasi undang-undang penghinaan kerajaan untuk menekan perbedaan pendapat dalam urusan politik.
Bahkan para kritikus juga menilai, ruang lingkup yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap monarki telah diperluas. Ini misalnya pengunjuk rasa yang mengenakan atasan minim mirip baju, yang kadang-kadang dikenakan oleh raja dan gaun merah yang dikenakan oleh ratu, bisa dituntut.
Dalam hal bebek, awalnya para pengunjuk rasa tidak berniat menggunakannya untuk menyindir monarki. Namun dalam persidangan yang digelar, gambar bebek di kalender dan deskripsinya menunjukkan adanya hubungan dengan raja.
Baca Juga: Ogah Wamil, Ribuan Warga Rusia Kabur ke Thailand
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.