Kematian Global Akibat COVID-19 Sudah Capai 1 Juta Jiwa Lebih

Sejarah kehidupan manusia modern paling menyakitkan 

Jenewa, IDN Times – Virus corona yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok, sembilan bulan lalu tak pernah terbayangkan akan merenggut banyak korban jiwa. Virus tersebut juga telah membuat tahun 2020 menjadi tahun paling suram.

Pusat data virus corona Johns Hopkins University (JHU) menunjukkan bahwa sampai Rabu ini, 30 September 2020, kematian global akibat COVID-19 sudah mencapai 1.003.571 orang. Angka ini dipastikan akan terus naik seiring belum pastinya kapan vaksin tersedia dan dapat digunakan untuk manusia.

Melansir dari kantor berita Reuters, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Selasa mengatakan bahwa capaian korban meninggal akibat COVID-19 adalah “tonggak sejarah yang sangat menyedihkan” bagi peradaban manusia modern (29/9). Pandemi yang telah menghancurkan ekonomi global ini menyisakan banyak kesedihan.

1. Kemungkinan korban meninggal akibat COVID-19 lebih besar dari perhitungan

Kematian Global Akibat COVID-19 Sudah Capai 1 Juta Jiwa LebihSekjen PBB Antonio Guterres memperkirakan jumlah korban COVID-19 lebih banyak dari yang dilaporkan. Ilustrasi (twitter.com/Aljazeera English)

Penghitungan korban terinfeksi dan korban meninggal saat ini memang bisa dijadikan sebagai patokan keganasan dan kengerian virus corona. Namun, penghitungan tersebut memiliki kemungkinan kekeliruan. Bahkan, kemungkinan korban meninggal jauh lebih besar dari yang dilaporkan.

Sekretaris Jendral PBB Antonio Guterres, melansir dari kantor berita ANTARA: “Ketika Anda menghitung apa pun, Anda tidak dapat menghitungnya secara sempurna, namun saya pastikan bahwa jumlah saat ini kemungkinan lebih kecil dari jumlah korban COVID-19 yang sesungguhnya,” katanya menjelaskan (29/9).

Pernyataan Antonio Guterres tersebut seakan sesuai dengan fakta yang pernah diungkap oleh para jurnalis kantor berita BBC. Para jurnalis dan analis dari BBC pada bulan Juni mengungkapkan bahwa dari 27 negara yang tercatat, ada 130 ribu korban meninggal tidak ditampilkan.

Robert Cuffe, kepala statistik BBC menjelaskan bahwa kematian akibat COVID-19 saat ini sudah mencapai angka 5.000 per hari. Jika angka ini tidak melambat dan kecepatan terus berlanjut, maka angka kematian 2 juta korban jiwa akibat virus corona bisa tercapai dalam waktu enam bulan ke depan (30/9).

2. Virus corona telah mengubah kehidupan umat manusia

Kematian Global Akibat COVID-19 Sudah Capai 1 Juta Jiwa LebihWHO peringatkan tingkat kematian akibat COVID-19 bisa capai 2 juta orang. Ilustrasi (unsplash.com/Gabe Pierce)

Sejak kematian pertama akibat virus corona dilaporkan di Wuhan, Tiongkok pada 9 Januari 2020, korban meninggal akibat virus ini terus meningkat dan melaju secara cepat di seluruh dunia. Berbagai cara penanganan dan ragam kebijakan pemerintah setempat di setiap negara, telah diusahakan untuk mencegah perluasan infeksi.

Salah satu cara pencegahan adalah dilakukannya kebijakan jaga jarak dan penguncian wilayah yang akhirnya mengubah kehidupan manusia. Selain itu, tradisi berbela sungkawa, mengucapkan “selamat tinggal” untuk terakhir kali kepada jasad juga tak bisa dilakukan. Tak ada lagi kebiasaan “menemani” jasad sampai liang lahat. Kebiasaan manusia berubah seketika akibat virus corona.

Aturan penguncian wilayah, penggunaan masker, jaga jarak dan isolasi mandiri telah diterapkan di berbagai belahan dunia untuk mencegah meluasnya infeksi. Namun, tetap ada pihak-pihak yang menolak dan melakukan protes, khususnya kelompok yang mengimani teori kospirasi virus corona.

Melansir dari laman Metro, di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson bahkan harus membuat peraturan yang mengancam warganya bagi yang melanggar. Denda akan diterapkan bagi para pelanggar dari mulai 1.000 poundsterling. Jika pelanggaran berulah, maka denda akan berlaku kelipatan hingga 10 ribu poundsterling. Peraturan tersebut mulai diterapkan pada 28 September 2020 (22/9).

3. Mereka yang memprotes kebijakan pengendalian virus corona

Kematian Global Akibat COVID-19 Sudah Capai 1 Juta Jiwa LebihProtes anti-lockdown di London sebabkan belasan pendemo ditangkap dan polisi luka-luka (twitter.com/Bread crumb info)

Mereka yang memprotes kebijakan pengendalian virus corona
Banyak orang yang tidak sepakat tentang aturan-aturan yang diterapkan untuk mencegah penularan virus corona. Mereka melakukan protes seperti menentang penggunaan masker dan menentang aturan jaga jarak.

Pada bulan Agustus lalu, di Berlin, Jerman, demonstrasi besar dilakukan oleh mereka yang tidak sepakat dengan kebijakan pencegahan virus corona. Protes berakhir ricuh. Polisi membubarkan peserta protes karena mereka tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak. The Guardian melaporkan setidaknya 133 orang ditangkap, 45 petugas polisi terluka dan jurnalis mendapatkan kekerasan verbal atau pun fisik (3/8).

Selain di Berlin, kota Madrid dan London juga diwarnai oleh protes besar. Kebijakan penguncian wilayah di Madrid yang dianggap diskriminatif telah memicu banyak warga ibu kota Spanyol melakukan demonstrasi. Mereka melakukan protes bahwa kebijakan penguncian wilayah tidak adil.

Sedangkan di London, lebih dari 10 ribu demonstran berkumpul di Trafalgar Square. Mereka melempari polisi dengan botol air minum dan terlibat bentrok dengan petugas. Puluhan orang ditangkap dan beberapa polisi terluka. Hingga saat ini, total kasus global yang dikonfirmasi positif terinfeksi sudah menjadi 33,5 juta kasus. Korban di Amerika, Brazil dan India, hampir separuh dari korban secara global.

Baca Juga: Jangan Salah, Ini Perbedaan Sesak Napas Gejala COVID-19 dan Jantung

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya